Bab 5: Istana Bintang

50 6 0
                                    

"Qing Yan disini?" Jian Yang menghentikan pekerjaannya begitu mendengar laporan dari Xiao Lang, pengawal kepercayaannya.

"Benar yang mulia." Jian Yang mengangguk tak peduli, lalu menyuruh Xiao Lang pergi.

Sedang di tempat lain, Qing Yan berjalan dengan muka takjub melihat desain dan benda-benda yang tertata apik di tempatnya.

Kalau patung-patung itu dijual, dia pasti jadi orang terkaya di dunia. Kira-kira kalau dia kembali ke dunia asalnya, bisa bawa barang dari sini ngga ya, hitung-hitung sebuah kompensasi.

Sampai di persimpangan, langkahnya terhenti, badannya mematung menatap lurus jalan di samping kanan.

Pintu dan taman itu, semua menjadi saksi kesedihan dan lara seorang Qing Yan di masa lalu.

"Yang mulia, saya datang membawa kue favorit anda." Qing Yan dengan penuh semangat menawarkan kue ditangan. Namun, hanya keheningan sebagai jawaban. Walau begitu senyumnya tak pernah surut, dia tetap berseru memanggil sang pujaan hati.

Beberapa menit kemudian pintu terbuka, Qing Yan semakin melebarkan senyum, seolah bersyukur penantiannya berujung tidak sia-sia. Sampai senyum itu menghilang begitu melihat siapa yang ada dibelakang pria itu.

"Bawa kue-kue itu, Qing Yan. A'ner sudah membawakan tadi." Datar dan dingin.

Qing Yan terkekeh miris, A'ner lagi... A'ner lagi. Selalu tentang dia. Dengan penuh kemarahan, Qing Yan melempar kue itu ke wajah seseorang yang dipanggil A'ner, membuat Jian Yang seketika murka lalu menyuruh Qing Yan berlutut di teras sampai esok hari.

Yang tidak Jian Yang tahu, malam itu terjadi hujan badai dan tak ada seorangpun berani menolong Qing Yan. Sementara semua anggota kerajaan pergi mengunjungi kerajaan Barat. Termasuk Jian Yang dan sang kekasih. Melupakan seorang gadis yang hampir meregang nyawa karena kedinginan.

Qing Yan yang berjiwa Athaleya mengepalkan tangan kuat. Mengapa dia ikut merasakan kesakitan Qing Yan? Ataukah karena sekarang jiwanya menyatu dengan raga Qing Yan asli?

Euforia yang tadi dirasakan, menguap  tergantikan rasa nyeri tak terkira. Dengan cepat Qing Yan pergi, meninggalkan tempat itu diikuti bayangan-bayangan buruk lainnya serta perasaan bersalah karena menuliskan cerita yang mengikis tawa.

Lagi-lagi kakinya berhenti di satu tempat, sebuah kolam dipenuhi teratai merah membuat Qing Yan bertanya-tanya sejak kapan terdapat kolam teratai di istana? Dalam cerita, ia tak menulis tempat ini apalagi mengenai teratai merah?

Diselimuti rasa penasaran, Qing Yan mendekat lalu menatap sekitar. Tak ada yang menarik. Hanya sebuah kolam dihiasi teratai merah dan di samping kolam terdapat ayunan.

Mengangkat bahu, Qing Yan kemudian meninggalkan kolam teratai.

Baru dua langkah, kepalanya seolah ditimpa beban berat. Memejamkan mata sejenak, tangannya refleks mencengkram pagar kayu, menopang agar tubuhnya tak jatuh.

Napasnya kian memburu.

Di sela rasa sakit, muncul kilasan gambar disertai raungan tangis anak kecil.

"A'yuan gege! Gege...!"

"A'yuan gege, jangan mati! Jangan mati!" Jeritan anak kecil itu terus menggema di kepala Qing Yan, membuat kepalanya hampir pecah, tangan yang tadi mencengkram pagar dengan kuat, perlahan melemah.

Pandanganya mengabur, tubuhnya terasa ringan.

"A'yuan gege.... Jangan mati!"

Brugggh...

*****

"Jangan mati!"

"A'yuan gege..."

Deg.....  Jantung Jian Yang berhenti, saat sebuah nama yang sangat familiar disebutkan. Dirinya tadi sengaja mengamati apa yang sedang di lakukan adik sahabatnya di kolam teratai, kolam yang jarang di kunjungi siapapun karena cerita mistisnya.

Siapa sangka, ternyata perempuan yang kini berada dalam pelukannya akan loncat ke dalam kolam. Kalau tidak segera ditangkap mungkin saat ini dia sudah tenggelam.

Sekalipun terlihat tenang, nyatanya kolam teratai merupakan kolam yang memiliki arus paling kencang di dalam.

Crassh.... Uhuk...

"Xiao Lang!!" Seru Jian Yang sembari menatap dingin darah yang baru dimuntahkan Qing Yan. "Panggil tabib istana, cepat!" Titahnya begitu Xiao Lang datang, membuat sang empu langsung melaksanakan perintah.

"Sebelum memberikan penjelasan, takkan kubiarkan kau mati. Qing Yan!" Kemudian Jian Yang menggendong Qing Yan hati-hati.

*****

"Bagaimana tabib Tao?" Desak Rui Chang cepat. Kala mendengar adiknya jatuh pingsan dan muntah darah, tanpa pikir panjang dirinya lari meninggalkan rapat.

Untungnya bukan rapat resmi dan tidak ada pemimpin negeri sehingga tidak ada hukuman.

Tabib Tao kemudian membungkuk, "ampun yang mulia, pangeran. Sebelumnya apakah puteri Qing Yan sedang hilang ingatan?"

Rui Chang mengangguk. "Benar tabib Tao. Ada apa? Adikku baik-baik saja kan?"

"Kalau begitu sesuai dugaan hamba pangeran, ini adalah reaksi penolakan. Tubuh puteri Qing Yan belum cukup kuat untuk menerima ingatan yang kembali. Saran saya, sebelum tubuh puteri Qing Yan pulih, sebaiknya hindarkan puteri dari segala pemicu atau jangan biarkan puteri Qing Yan mengingat masa lalunya."

"Pemicu? Tapi, selama ini Qing'er tidak ada keluhan apapun. Lalu kenapa begitu ke istana, menjadi seperti ini?"

"Ampun pangeran, saya tidak tahu. Tapi bisa jadi karena alam bawah sadar puteri Qing Yan tidak ingin melupakan hal tersebut. Maka dari itu, terjadi pertentangan batin.

"Apakah bisa seperti itu tabib Tao?"

"Bisa pangeran. Dan kebanyakan itulah yang terjadi pada orang yang kehilangan ingatannya."

Rui Chang mengangguk mengerti, "terimakasih tabib Tao." Tabib Tao pun berlalu pergi.

"Sebetulnya ada apa yang mulia? Bagaimana bisa adikku bisa seperti ini? Lalu, pemicu? Apa pemicunya?"

Jian Yang yang sedari tadi bergelut dengan pikiran, menghela napas lalu mendudukkan dirinya ke atas kursi. Menatap keluar jendela.

"Dia pingsan di kolam teratai."

"Kolam teratai? Untuk apa dia kesana lagi?" Jian Yang serta merta menoleh mendengar jawaban Rui Chang.

Menyadari raut calon penguasa alam Bintang, Rui Chang menggenggam tangan Qing Yan, lalu menceritakan kejadian tujuh belas tahun lalu.

"Benarkah? Kalau memang dia sering ke istana, bagaimana mungkin saya tidak tahu? Apalagi tidak pernah ada yang menyebutkan nama Qing Yan."

"Jelas saja tidak ada, yang mulia. Karena dulu dia dipanggil A'ner."

"Apaa?!"

Tbc....... Nah loh, kenapa???

Apa kabarnya hari ini? Masih bahagiakah? Bahagia selalu prens dimanapun kalian berada...

Jangan lupa tanda bint⭐ngnya ya... Jangan lupa juga kata-kata manis kalian... Terimakasih 😉

Return with youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang