Please vote and leave a comment! Thank you 💐
●●●
Usai melakoni prosedur menjenguk bayi dalam inkubator. Klarybel memilih teramat pelan dalam menyuruh Albar mendorong kursi rodanya. Menghambatkan niat yang padahal ia berkehendak Albar berlenggang dengan langkah lebar. Kendati demikian, rasa penasaran dan haru tetap beraduk.
Banyaknya inkubator dalam NICU beserta bayi-bayi di dalamnya melukai hati Klarybel. Lantaran ia turut merasakan duka dari para ibu tersebut. Ukuran seluruh bayi beragam. Tampak kecil daripada umumnya dan berukuran normal jua ada. Yang normal barangkali memiliki penyakit sebab beradanya di dalam sana. Pikir Klarybel.
Bayi-bayi tersebut ada yang berbedung dan tidak. Yang tak berbedung tengah terpasang alat-alat medis. Kabel di mana-mana. Kaki Klarybel bergetar sekonyong-konyong. Ia kemudian memalingkan wajah. Tidak ingin menyapu pandangan terhadap manusia di dalam inkubator itu sebab terasa pilu.
Selepas kursi roda berhenti, Albar membungkukkan tubuh lalu membisikkan di telinga Klarybel, "Ini Khaleed."
Mata Khaleed belum celik dengan utuh. Tubuhnya terpasang ventilator, tabung endotrakeal, mesin dan lain-lain. Tiada pergerakkan lincah selain gejolak di dada yang naik turun secara lamban. Alis Klarybel berkerut dalam. Pasalnya, napas Khaleed tidak terdengar. Apakah seluruh napas bayi memang belum mampu berbunyi atau kah bayinya sahaja? Batin Klarybel.
"Tidak mirip kita." Ujar Klarybel pelan.
"Belum bisa dilihat." Sahut Albar yang telah berdiri di samping Klarybel.
"Ada kok, baru lahir tapi bisa terlihat mirip siapa."
Albar berjeda sejenak. Mengatur sedemikian rupa bahasanya agar mudah dipahami. "Khaleed yang prematur mempunyai tubuh lebih kecil dibanding bayi yang lahir normal. Dia lahir sebelum tubuh dan organnya matang sempurna. Karena hal ini, buat kita masih sulit untuk menilai kemiripannya."
"Aku pernah baca bahwa anak itu cetakan orang tuanya." Tutur Klarybel sembari memandangi wajah Khaleed. "Semoga wajah Khaleed miripku dan otaknya menurunimu." Ia mengukir senyuman simpul.
Lamun sedetik kemudian memejamkan mata sekejab. Lantaran terheran atas dirinya sendiri perihal keringanan bibirnya yang memuji Albar. Albar sendiri tampak tidak berekspresi. Baginya bukan sesuatu yang akbar dan bukan pujian.
Di samping itu, harapan Klarybel menyiratkan alasan yakni, ia enggan Khaleed memiliki tampang datar laksana Albar alias wajah kaku. Serta kekosongan isi kepala Klarybel jangan tersalin kepada Khaleed. Meski berharap ihwal tersebut, bagaimana Khaleed di masa depan nanti, tetap ia terima dan cintai sepenuh hati.
"Dokter bilang tidak adanya mukjizat Khaleed bisa keluar dengan cepat?" Tanya Klarybel yang memerhatikan tubuh kecil si buah hati.
"Setiap Dokter menyampaikan kabar ke saya, yang pertama saya ingat adalah, kamu. Akan saya sampaikan segenapnya dengan cepat."
Tangan Klarybel bergerak lamban menuju permukaan luar inkubator. Tampilan transparan serta bening kotak bayi itu tersentuh tangannya kini. Kuku-kuku yang kerap terwarnai kuteks kembali ke warna alaminya. Putih sedikit merah jambu. Pada hari-hari tersebut, jemari yang acap tersemat cincin berganti nihil.
Menyadari Klarybel sekelumit bila ternyata, ia merupakan seorang wanita yang dapat berpenampilan alakadarnya jua. Sedari tadi mata Albar tidak luput dari sebelah tangan Klarybel yang tersemat di permukaan luar inkubator. Firasatnya tidak bagus sebab valid bahwa satu tangan tersebut hendak masuk ke dalam lubang.
"Jangan." Sergah Albar sembari melingkari genggamannya di pergelangan tangan Klarybel.
Merasa bodoh dan menyesal, Klarybel menarik tangannya kembali. Kemudian tertunduk lemas menatap kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage For Business Purposes [On Going]
RomanceDemi terstrukturnya perusahaan keluarga yang berdiri di bidang smartphone, Albar dan Klarybel bersedia menerima perjodohan yang diselenggarakan oleh kedua orang tua mereka. Baik Albar dan Klarybel tidak pernah berat hati serta santai akan pernikahan...