Thanks a lot untuk kalian yang sudah baca MFBP sampai titik ini.. jujur, aku merasa kalian itu temanku. Kenapa? Karena kita satu selera. Aku suka sama MFBP ini, itu makanya aku tulis. Anyway, ada yang mau aku minta deh sama kalian dan semoga nggak berat, yaa :)
●●●
I'm waiting for 30 votes and 30 comments.
Thank you 💐●●●
Esok lusanya, di hadapan cermin dalam toilet. Flower berlatih bertutur kata. Himpunan kalimat yang hendak ia lontarkan ke Albar tidak boleh berbelit-belit. Kelancaran berbicara harus mendominasi. Bukan Flower tidak mampu dalam berpidato atau demam panggung. Tetapi, dengan siapalah sosok ini membikin ia gugup dan ogah terlihat buruk.
Flower telah menyiapkan deretan topik yang hendak ia bahas tatkala di depan Albar. Mulut dan batinnya tidak berjeda mengulang-ulang pertanyaan. Sekalipun sembari langkah kakinya terayun ke tempat di mana sosok lelaki tersebut ada, ia senantiasa berlatih. Bila di tempat sunyi selayak dalam toilet ia melantunkan bibirnya. Konon di tempat umum, kata demi kata berputar dalam batin.
"Supaya kita bisa mengelola database, maka yang digunakan adalah?"
"Apa kamu tau konsep yang biasa dipelajari dalam rangkaian ilmu kimia?"
"Pengertian kimia menurutmu apa, sih?"
"Ingatkah kamu? Nama lengkap sejumlah penculik Pak Soekarno dan Mohammad Hatta pada peristiwa rengasdengklok?"
"Di tempat les, kamu udah belajar materi Integral Fungsi Aljabar, belum? Kalau udah, kamu bisa nulis Rumus Integral tanpa mencontek?"
Kala langkah pertama memasuki ruang kelas, Flower mendapati lelaki itu tengah duduk sembari menulis. Tampak berbincang dengan seorang lelaki di sebelah. Menyaksikan situasi tidak mendukung tersebut, Flower duduk di bangkunya. Melewati Albar dan membawa perasaan gondok.
Gambaran hari itu mereka hendak bercakap tidak terlukis di bayangannya. Kendati demikian, Flower yakin bahwa hari berikutnya pastilah hadir. Flower memandang arloji yang melingkar di tangan. Tujuh menit kian durasi istirahat habis. Meski greget dengan lelaki yang tidak kunjung pergi itu, ia menyabarkan diri.
Bando cokelat di ujung kepala tertata Flower sebelum akhirnya menyunggingkan senyum lantaran Albar kini tengah sendiri. Penantian yang ia tunggu datang jua. Flower mengarungi deretan meja secara pelan, kemudian meminjam kursi orang lain alias duduk di depan Albar yang duduk nomor dua dari depan.
"Apa kita ada tugas?" Pertanyaan pertama yang Flower lontarkan kala baru saja duduk. Di sisi lain, ia berpura tidak tahu seumpama ada tugas sekolah.
"Tidak ada." Sahut Albar tanpa mengangkat kepalanya.
"Oh.. umm.." Flower mencengkeram tali paper bag yang ter-jimbit, menjulur ke kaki. "Aku mau tanya deh." Lanjutnya.
"Silakan."
"Kamu tau di mana Gunung Qaf berada?"
Pena tersebut berhenti melakoni aktivitasnya, lantas Albar mengangkat kepala. Flower menggeleng cepat seakan-akan bukan ihwal itu yang hendak ia lontarkan.
"Kalau letak Telaga Ainul Hayat?"
"Di mana tembok kokoh yang dibangun Raja DZulkarnain?"
Flower membelalakkan mata sejenak, kemudian lemas menyentuh-nyentuh dahi sekaligus pipi merona. Ia tidak pernah buyar sesungguhnya. Kala menyetor hafalan semasa bersekolah, ulangan lisan, bahkan di ajang olimpiade apa pun tiada pernah semacam kondisi terkini. Sementara Albar tentu mengernyitkan alis. Memajang raut bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage For Business Purposes [On Going]
RomansDemi terstrukturnya perusahaan keluarga yang berdiri di bidang smartphone, Albar dan Klarybel bersedia menerima perjodohan yang diselenggarakan oleh kedua orang tua mereka. Baik Albar dan Klarybel tidak pernah berat hati serta santai akan pernikahan...