32. Rambut kepang

504 62 51
                                    

Please vote and leave a comment! Thank you 💐

●●●

"Jika udah rapi, mau diapakan?"

Pertanyaan Albar tak melantas terjawab. Klarybel hilang fokus terhadap nada suara sang suami. Semacam berbisik-bisik lamun keras. Tidak bernada normal tetapi laksana berada di dekat telinganya. Klarybel menghela napas, menepikan keanehan kemudian. Barangkali lantaran dua makhluk sahaja di ruangan jadi menyepikan suasana.

"Diikat atau kepang, ya? Eh, ikat aja." Klarybel lupa mana mungkin Albar mengepang rambutnya. Selain itu bila iya, semakin lama berarti momen tersebut.

"Kamu mau rambut kepang emang?" Tanya Albar.

"Emangnya kamu bisa?"

"Tidak. Tapi kalau kamu mau," sisi kanan giliran tersisir Albar. "Saya akan belajar melalui sekarang."

Klarybel lekas menyahut, "Lakukan."

Bukan. Bukan lantaran Klarybel hendak rambutnya tertata rapi melainkan, agar Albar lebih lama lagi melakoni kegiatan tersebut bersamanya. Menurut Klarybel pada detik itu, ia menamai Albar bahwasanya tidak jahat ternyata si pria.

Keseluruhannya terasa lamban entah mengapa. Termasuk, tatkala Albar menyempilkan rambut sisi kanan Klarybel ke belakang telinga. Sentuhan jemari si pria di telinga menghasilkan aliran merinding bagi Klarybel.

Albar menganjurkan tubuh. Mendekati mulutnya di telinga kanan Klarybel. "Beri tau caranya, supaya saya bisa mengepangnya."

"Oke." Usai ujaran Klarybel ini. Albar kembali ke posisi semula.

"Satukan rambutku seperti mau diikat. Lalu bagi jadi 3 lembar. Sekarang, ada 3 bagian. Kanan, tengah dan kiri. Ambil lembar kanan —"

"Wait ... and than?"

"Silangkan miring lembar kanan rambutku."

"Setelah itu?"

Kebingungan terhadap menyampaikan bahasa tutorial pada berikutnya. Klarybel lantas menaruh tangan ke belakang untuk kemudian melanjutkan kepangan Albar sembari berujar, "Seperti ini. Tinggal dipersilangkan."

"Oh. Sini, saya lanjutkan."

Klarybel beralih meremas kedua tangan. Menggigit-gigit bibir bawah. Kemudian, ia sembunyikan ke dalam selimut dua tangannya. Tak lama, ia teringat si buah hati.

"Aku tidak tau kalau Khaleed lahir secepat ini. Jujur, aku belum belajar jadi orang tua ... jadi ... perbaiki aku."

"Niatmu udah ada. Saya pastikan, kamu bisa jadi ibu yang baik nanti."

"Aku jamin kamu udah belajar untuk Khaleed. Coba sebutkan salah satu, pola asuh apa yang akan kamu terapkan?"

"Membeli mainan tiap hari minggu. Dan hanya 1 barang."

Bibir Klarybel mengerucut. "Kasihan Khaleed." Protesnya. "Aku tidak mau dia seperti orang susah. Lagian, dia pasti akan berontak."

"Betul. Bahkan tidak hanya Khaleed. Semua anak-anak akan marah. Tapi, itu hanya di awal-awal." Rambut telah terkepang, Albar menjepit kuat ujungnya agar tak berantakan. "Memang bener permintaanmu. Saya harus mengasuh ibunya dulu baru Khaleed."

"Hey!" Amuk Klarybel sembari menoleh ke samping dengan ekspres.

Sebelah tangan Albar hinggap di bahu Klarybel. "Jangan banyak gerak." Ujarnya sembari mencari ikat rambut.

"Kalau kamu bukan partner bisnisku, aku tidak melihat celah baik dalam dirimu." Terbawa kekesalan, Klarybel mengungkit perasaan lama tersebut meski kini telah lenyap.

Marriage For Business Purposes [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang