34. I am so mentally exhausted

377 56 23
                                    

Please vote and leave a comment! Thank you 💐

●●●

⚠️ TRIGGER WARNING ⚠️

Mengandung tema/adegan self-injury dan suicidal.

●●●

Beberapa saat sebelum pesan singkat dikirim ke Albar.

Melangkahkan kaki pelan sembari mengapit gagang gelas stainless, ia lantas mendaratkan bokong di sofa setelahnya. Asap yang berasal dari air setengah di dalamnya tertatap beberapa detik. Usai menaikkan sebelah kaki di sofa, gelas berair mendidih itu kemudian dilekatkan di betisnya. Tentunya, kulit Flower melepuh atas ulahnya kini. Sebab inilah yang ia cari.

Bibir bawah tergigit kencang, sensasi panas yang mengantar ke betisnya terasa membakar kulit luar itu. Flower menjauhkan gelas stainless sejenak agar reda panasnya. Kala sakit bakar tidak menyelimuti, letak bakar melepuh itu kembali ia lekatkan gelas stainless. Usai puas menyakiti diri sendiri lewat memanaskan betis, gelas tersebut lantas hinggap di atas meja.

Tatkala baru saja memotret betis yang melepuh, Flower menyingsing mansetnya. Luka sayatan di pergelangan tangan kanan yang kering itu ia sentuh. Sebanyak dua belas. Selepas menghitung sayatan di letak denyut nadi, manset pun ia turunkan semacam sedia kala.

Manset sebelah kemudian tersingsing. Bila bekas sayatan pada tangan sebelumnya berwarna sedikit merah muda, pada tangan kiri kini berwarna putih. Tampak nyata telah lama tersayat dibandingkan tangan kanan.

Masih dengan manset yang tergulung, tangan tersebut meraih cermin lantas pisau dapur. Sembari bercermin, sebuah pisau menggores segaris luka di leher. Mengalirkan setetes demi setetes darah. Pisau tersebut terarah lagi di samping garis luka tadi. Di samping momen menggilakan ini, Albar terlintas di kepalanya. Flower lantas mengulang ingatan perihal masa-masa berbunganya bersama Albar.

Seusainya, pisau berhenti bergerak lantaran ia masih hendak bertemu pria itu. Yang barusan ia lakoni ialah percobaan bunuh diri. Lewat menggorok leher yang tentunya sakit secara perlahan, ia harap patah hatinya dapat terobati. Semacam kala ia menyayat tangannya. Yang mana adegan mencekam itu, perih beraduk lega bersatu.

Selagi darah pekat menetap di leher, Flower secepat kilat meraih gawai lantas memotret dirinya lewat kamera depan. Tidak itu semata, pisau yang tergeletak di atas meja serta bekas luka sayatan jua ia potret. Sebelum mengirim pesan, ia mencoba menghubungi nomor si pria. Barangkali panggilannya terangkat. Berharap suara di seberang spontanitas melontarkan sepenggal kalimat rindu.

"Arghh!!!" Teriak Flower membanting gawainya usai nomor yang tertuju tidak mengangkat.

Layar gawai tersebut, retak akibat mengenai sudut meja kaca. Ia kemudian memungut gawainya sembari mengelus-elus layar gawai. Meminta maaf pada benda teknologi itu. Gelombang emosi yang tidak stabil berbicara sendiri selepasnya.

"Maafin aku. Maafian aku." Flower mengelus seluruh sisi gawai. Lantas tak lama, mencium-ciumi layar gawai bagian yang retak. Ia mengetuk layar dua kali, tatkala gawai masih hidup, semburat senyuman lebar terpampang. Yang mati ternyata bukan gawainya, tetapi jiwa Flower.

Ia berusaha berpikir jernih manakala panggilannya terabaikan. Lantas sejumlah potret di galeri mulai terkirim satu per satu. Mengadukan nasib kejiwaannya tanpa si pria di hidupnya. Sesudah meletakkan gawai di samping ia duduk, Flower mengusap darah di lehernya dengan tisu. Lantas meraih pisau cutter. Tidak lupa membuka bungkusan plastiknya.

Ia acap kali mengganti pisau cutter bila menyayat tangan. Lucu, mengutamakan kesterilannya meski beberapa kali berniat mengakhiri nyawa. Sebelum bilah tipis itu merobek kulitnya, Flower menenggelamkan diri di sofa. Menidurkan kepala di sandarannya.

Marriage For Business Purposes [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang