29. Tidak Terpisahkan

1K 126 10
                                        

Tameng
—29. Tidak Terpisahkan—

------

Kau ingat ucapan ku? aku adalah TAMENG mu!

------

Jico berjalan santai di trotoar yang tampak sepi, mengingat hari sudah nyaris mencapai tengah malam. Sekaleng soda berada di tangannya, ia hendak kembali ke rumah setelah keluyuran sendirian untuk mencari ingin segar.

Suasana jalanan yang semakin sepi membuat Jico merasa tenang, juga udara malam yang dingin membuatnya mengeratkan jaketnya. Jico mempercepat langkahnya supaya cepat sampai.

Namun Jico tersentak saat seseorang menabraknya dari arah yang berlawanan, ia memperhatikan penampilan laki-laki yang telah menabraknya itu dengan teliti.

"S-sorry, gue nggak lihat lo tadi."

Jico mengerutkan keningnya, merasa aneh karena pemuda itu mengenakan tudung hoodie untuk menutupi separuh dari wajahnya. Saat berjalan pun menunduk hingga akhirnya tidak sadar telah menabrak Jico.

"Ettt tunggu!" Jico segera menahannya saat hendak pergi dengan terburu-buru.

"Nggak gitu cara minta maaf yang bener, ulangi!"

Pemuda itu nampak gusar, jelas terlihat sangat mencurigakan bagi Jico. Bisa Jico rasakan kalau pemuda itu menghindari bertatapan dengannya tanpa alasan yang jelas.

"WOI!"

"ITU DIA ORANGNYA!"

Beberapa orang berbadan besar menggertak, menunjuk kearah Jico dan orang disamping nya. Jico kebingungan, namun makin terkejut lagi saat lengannya ditarik dan diajak berlari kencang secara tiba-tiba.

Mereka dikejar, Jico tidak tau apa yang terjadi namun insting nya bekerja dengan cepat kalau mereka tengah dalam bahaya saat ini. Jico mengambil alih untuk menentukan arah lari mereka, membawa orang asing itu bersamanya mencari tempat persembunyian.

Jico mengajaknya masuk ke dalam pekarangan belakang sebuah rumah mewah, bersembunyi dibalik tanaman bunga yang tumbuh lebat hingga tubuh mereka tertutup sempurna.

Jico melirik orang disamping nya sebelum memberanikan diri untuk mengintip guna memeriksa keadaan. Beberapa orang berbadan besar itu celingukan sebelum akhirnya salah satu dari mereka memberikan perintah untuk mundur dari sana dan meninggalkan dua orang yang mereka kejar.

Jico bernafas lega, ia menyandarkan tubuhnya pada pagar kayu dibelakangnya. Lumayan lelah setelah berlarian seperti dikejar malaikat maut.

"Woi, lo nggak mau jelasin apa-apa gitu ke gue?"

Yang diajak bicara pun menoleh, ia berdehem sejenak sebelum membuka tudung hoodie nya dihadapan Jico. Dan disaat itulah dunia Jico serasa berhenti sejenak, jantungnya pun berdegup kencang.

"Gue minta maaf sekali lagi karena gue lo jadi terlibat."

Jico termenung, ia menarik pundaknya hingga mereka kini berhadapan. Memperhatikan dengan seksama, Jico kini tertawa kecil membuat orang di hadapannya itu kebingungan.

"Bangsat, gue tau lo siapa!"

Makin bingung lagi karena Jico tiba-tiba memeluknya dengan erat, benar-benar erat seolah tidak ingin dilepaskan.

"Maaf, tapi—"

"Lo minta maaf mulu sedari tadi, nggak gue maafin!" Jico menyela, ia tetap memeluk erat pemuda itu.

"Jeo, ini beneran lo?"

Tertegun, pemuda itu terdiam kaku. Bisa ia rasakan Jico semakin mempererat pelukannya, rasanya tidak karuan.

TamengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang