6 🔞

881 1 0
                                    

Ukuran penis pak Landy sangat besar dan berurat. Bukannya terpesona, Debbie malah ketakutan.

"Pak... itu..," ucap Debbie bergetar.

"Kenapa? Gede kan? Saya rutin merawatnya dan olahraga untuk memperbesar," ucap pak Landy sambil tertawa melihat Max yang juga terpukau.

"Nanti saya beritahu rumusnya," ucap pak Landy sebelum beralih ke Debbie yang masih berbaring di sofa.

Pak Landy mengamati gadis yang terlihat ketakutan itu. Vaginanya masih terlihat merah karena diperawani Max. Sepertinya akan sulit dimasuki oleh penis besarnya. Ia pun mengeluarkan sesuatu dari laci.

Sebotol lubrikan.

"Ini akan mengurangi rasa sakitnya, tapi saya tidak bisa pakai pengaman. Gimana?," tanya pak Landy.

"Ehm...," Debbie bingung menjawab. Ia benar-benar takut melihat penis pak Landy. Jika lubrikan itu bisa mengurangi rasa sakitnya, lebih baik Debbie memilih tanpa kondom.

"Pakai kondom saja," jawab Max.

"Tanpa kondom saja," jawab Debbie.

Mereka jawab bersamaan, Max melotot pada Debbie.

"Sorry, gue takut sakit. Saya... sepertinya saya tidak dalam masa subur," ucap Debbie setelah menghitung periode haidnya.

"Hahaha baiklah kalau begitu," ucap pak Landy merasa menang.

Max malah merasa bodoh. Kalau begitu untuk apa dia pakai pengaman tadi? Ceweknya ini memang perlu dijitak, pikir Max.

Pak Landy melumuri penisnya dengan cairan lubrikan hingga terlihat mengkilat. Ia pun segera menindih Debbie dan mencium bibir gadis itu.

"Hmm, mmm, mmm," desah Debbie.

Payudaranya juga tidak luput dari permainan jari-jari pak Landy. Putingnya diputar-putar dan dibelai. Pak Landy sengaja membuat Debbie terangsang lagi.

"Payudaramu kencang dan padat. Sangat seksi," ucap pak Landy masih memainkan kedua benda lembut itu. Dipijat-pijat bagai squishy.

"Ng, oh," Debbie berusaha menahan desahannya dengan menggigit bibirnya.

"Mendesahlah, seksi. Sekolah sudah kosong, kok."

Debbie menahan desahan karena tidak ingin Max melihatnya menikmati sentuhan pak Landy. Debbie hanya bisa terpejam membayangkan Max yang mengerayanginya.

Pak Landy sudah tidak tahan lagi. Penisnya bagaikan gunung berapi yang akan memuntahkan lava. Segera ia mengambil posisi memasuki Debbie. Pak Landy bisa melihat vagina Debbie yang sudah basah, namun ia bisa merasakan tubuh Debbie yang gemetaran.

"Rileks, manis. Jika kamu hamilpun, saya siap bertanggung jawab. Kamu bisa jadi istri kedua saya," ucap pak Landy terkekeh.

Siapa yang mau jadi istri kedua lu, monyet? Teriak Debbie dalam hati. Ia hendak marah pada pak Landy, namun serangan mendadak di vaginanya membuatnya berteriak.

Jleeb!!

"Aaaaaaaakh, sakiiiit!!!," jerit Debbie.

Lubrikan itu membuat penis pak Landy mudah memasuki vagina Debbie, namun vagina Debbie yang masih sempit belum terbiasa dengan penis pak Landy yang besar.

"Pak, tolong lepas! Sakit sekali, hiks," pinta Debbie memohon.

"Sabar, lama-lama akan nikmat dan nagih, sayang."

"No, no, no," ucap Debbie menangis sambil menggelengkan kepalanya ke kiri kanan. Kedua tangannya ditahan pak Landy agar tidak berontak.

"Pak, hentikan! Sudah cukup!," ucap Max tidak tega melihat Debbie memberontak kesakitan. Ia hendak maju untuk menarik pak Landy dari Debbie.

Suck It Up!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang