ー Journey 03.

65 29 26
                                    

︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶

"Apakah ini menjadi jawaban yang sedari dulu telah aku nanti?"

──────────────────

03. 𝐓aman serta 𝐤ehangatannya.

Hari Minggu pagi di Kosan Sayendra selalu terasa tenang. Matahari perlahan menyinari halaman depan kosan, menciptakan suasana yang hangat namun sejuk. Arion, yang biasanya lebih suka menghabiskan waktu sendirian di kamarnya, hari itu memilih duduk di tepi ranjang, memandangi jendela yang terbuka. Suara burung-burung yang berkicau membuat suasana kosan terasa berbeda dari hari-hari lainnya.

Ia baru saja selesai membaca sebuah buku ketika pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan Harvian, yang baru pulang dari warung, masuk dengan senyuman lebar di wajahnya.

“Yon! Minggu pagi gini masa lo cuma di kamar? Ayo, keluar sebentar!” ajak Harvian dengan semangat.

Arion menatap Harvian dengan sedikit kebingungan. "Keluar? Mau ngapain?"

“Sam sama Ilen lagi di taman belakang. Terus gue juga diajak buat ngumpul sama anak-anak kamar sebelah. Kebetulan kamar sebelah deket banget sama kami, temen-temen dari sekolah dulu. Jadi, ya, kenapa nggak sekalian kenalan, kan?”

Arion sedikit ragu. Ia belum terlalu mengenal teman-teman kos lainnya, terutama anak-anak dari kamar sebelah. Tapi ada sesuatu dalam ajakan Harvian yang membuatnya berpikir dua kali untuk menolak.

Harvian seolah bisa membaca pikiran Arion, lalu menambahkan, “Nggak usah tegang gitu. Anak-anaknya santai kok, lo nggak bakal merasa kikuk. Mereka juga baru pindah beberapa bulan yang lalu. Yuk, keluar sebentar. Lo kan belum pernah gabung sama yang lain.”

Akhirnya, setelah mempertimbangkan sejenak, Arion setuju. “Oke deh. Gue ikut.”

──────────────────

Mereka berdua berjalan keluar dari kamar, melintasi koridor yang masih sepi. Kamar sebelah yang dimaksud Harvian hanya berjarak beberapa langkah dari kamar mereka, dan suara obrolan dari dalam kamar itu sudah terdengar jelas. Harvian mengetuk pintu, dan beberapa detik kemudian, seorang remaja tinggi dengan senyum lebar membukakan pintu.

“Harvi!” sapa Chandrana sambil menjabat tangan temannya dengan antusias.

Harvian, yang ternyata adalah penghuni kamar sebelah, tertawa kecil. “Hi, Bang! Lama banget nggak main bareng. Eh, btw kenalin yang lain dulu nih.”

Di dalam kamar, tiga remaja lain sedang duduk di lantai, salah satunya tampak sedang sibuk mengotak-atik speaker kecil. Harvian segera memperkenalkan mereka satu per satu.

"Itu Bang Bima, yang lagi sibuk sama speaker. Dia anak kuliahan, udah mau semester 6. Terus yang duduk di sana sambil mainin gitar itu Bang Noel, dia lagi sibuk-sibuknya di semester 5, sementara yang lagi glendotan itu bang Chandrana, dan yang di sebelahnya Arza," kata Harvian sambil menunjuk dua remaja yang tampak asyik dengan aktivitas masing-masing.

Arion mengangguk dan memberikan senyum tipis, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana baru. “Arion,” katanya memperkenalkan diri singkat.

“Wah, akhirnya ketemu juga. Gue sering denger lo dari Harvi,” ujar Bimayu sambil melirik sekilas dari speaker yang sedang ia utak-atik. “Ayo gabung ke taman belakang, kita rencananya mau santai-santai di sana.”

──────────────────

Tak lama kemudian, mereka semua berkumpul di taman belakang kosan, sebuah area kecil yang dikelilingi oleh beberapa pohon rindang. Taman ini menjadi tempat favorit para penghuni kos untuk sekadar duduk santai atau berbincang-bincang, apalagi di hari Minggu yang cenderung sepi dari aktivitas.

Samudra dan Ilendra sudah duduk di bangku taman, tampak sedang ngobrol ringan ketika Arion dan yang lain bergabung.

“Wah, rame juga nih,” ujar Ilendra dengan senyum di wajahnya. “Ya memang dari sebelumnya kita juga udah rame sih." kekehnya sendiri.

Harvian langsung duduk di atas rumput sambil tertawa kecil. “Iya, bener. Harus sering-sering nih ngumpul bareng biar makin akrab juga, apalagi kita udah nambah anggota, Arion!”

Bimayu, sebagai yang tertua di antara mereka juga ikut terkekeh, "Ahahaha, kami kan pada sibuk kuliah. Gue aja hampir jarang pulang karena banyak banget praktek. Apalagi tu, si Noel, Chandra sama Arza." jelas Bima disambut kekehan juga oleh yang lainnya.

Arion memilih duduk di salah satu bangku taman yang kosong, memperhatikan suasana sekitar. Anak-anak kosan ini begitu berbeda dari dirinya; mereka tampak mudah berbaur, tertawa lepas tanpa canggung. Meski begitu, ia merasa bahwa berada di sini, bersama mereka, mungkin tidak seburuk yang ia bayangkan sebelumnya.

Sesi ngobrol pun dimulai dengan obrolan santai, mulai dari cerita-cerita masa sekolah hingga pengalaman tinggal di kosan. Lenoel, yang tampaknya paling pendiam, sesekali memainkan gitarnya sambil menyanyikan lagu-lagu sederhana, menambah suasana semakin santai.

“Eh, lo udah lama tinggal di sini, Arion?” tanya Arza tiba-tiba, memecah keheningan.

Arion sedikit terkejut mendadak ditanya, namun ia menjawab dengan tenang. “Baru dua hari. Sebelumnya gue tinggal sama orang tua, tapi gue mutusin buat pindah.”

Arza mengangguk sambil tersenyum, seolah memahami situasi Arion. “Sama, gue juga baru pindah beberapa bulan yang lalu. Awalnya rada aneh, tapi lama-lama seru juga tinggal di sini. Anak-anaknya asik.”

Pembicaraan terus mengalir, dan Arion mulai merasa sedikit lebih nyaman. Harvian dan Chandrana terus bercerita tentang pengalaman mereka saat pertama kali pindah ke kosan, lengkap dengan cerita-cerita lucu yang membuat yang lain tertawa. Sesekali Arion tersenyum atau tertawa kecil, meskipun belum sepenuhnya terlibat dalam obrolan.

Namun, di tengah tawa dan canda itu, Arion menyadari sesuatu. Di sini, di kosan ini, ia tidak merasa seperti orang luar. Meskipun ia tidak begitu akrab dengan yang lain, kehadiran mereka membuatnya merasa diterima. Tidak ada tatapan aneh atau perlakuan dingin. Semuanya mengalir dengan natural, dan ia mulai merasa bahwa mungkin tempat ini bisa menjadi tempat di mana ia akhirnya bisa membuka diri sedikit demi sedikit.

Setelah hampir dua jam berkumpul di taman, waktu pun berlalu tanpa terasa. Lenoel mulai menyimpan gitarnya, dan Bimayu mengusulkan untuk beristirahat sebelum makan siang bersama di warung terdekat.

“Gimana, pada lapar nggak? Gue usul makan siang di warung Bu Mira, yuk,” ajak Chandrana sambil bangkit dari duduknya.

Semua setuju dengan ajakan itu, termasuk Arion. Meski awalnya ia ragu untuk bergabung, ia kini merasa tak ada salahnya mengikuti alur. Hari itu menjadi salah satu momen di mana Arion merasa sedikit lebih terbuka pada dunia di luar kesendiriannya.

Saat mereka berjalan kembali ke kosan, Arion merasakan sesuatu yang berbeda. Dingin yang selama ini ia rasakan perlahan mulai mencair. Mungkin, kehidupan di Kosan Sayendra akan menjadi lebih dari sekadar tempat tinggal. Mungkin di sini, ia akan menemukan kehangatan yang selama ini ia cari.

─────────☆─────────

Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang