︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶
"Jujur aja, berdamai dengan masa lalu itu nggak pernah mudah, Yon. Awalnya gue marah, sedih, bingung, frustasi. Gue merasa kehilangan fondasi yang selama ini gue andalkan. Tapi seiring berjalannya waktu, gue mulai menerima bahwa ada hal-hal yang nggak bisa kita atur sesuai keinginan kita."
ー Ilendra Wirataza.
──────────────────
16. 𝐁ahagia itu, apa?
Setelah pagi yang panjang dan penuh tawa, villa itu kini hening ketika malam menjemput. Kebanyakan dari mereka sudah terlelap, kelelahan setelah seharian beraktivitas. Namun, Arion masih terjaga. Ia memutuskan untuk keluar ke balkon, mencari ketenangan di bawah langit malam yang dipenuhi bintang. Udara pegunungan yang sejuk menyentuh wajahnya, memberikan sensasi damai yang menenangkan.
Tak lama kemudian, pintu balkon terbuka pelan. Ilendra muncul dengan wajah sedikit mengantuk, namun matanya masih menyiratkan keingintahuan. "Belum tidur juga?" tanyanya sambil menghampiri Arion.
Arion menoleh dan tersenyum tipis. "Belum ngantuk. Lagi nikmatin malam aja."
Ilendra berdiri di sampingnya, menatap langit yang sama. "Bintangnya banyak banget di sini. Di kota, jarang bisa lihat kayak gini."
"Iya," jawab Arion pelan sembari mengangguk. "Kadang kita lupa betapa indahnya hal-hal sederhana kayak gini."
Keduanya terdiam sejenak, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Suasana hening namun tidak canggung. Justru keheningan itu memberikan ruang bagi mereka untuk merenung.
Tiba-tiba, Arion memecah keheningan. "Len, menurut lo, bahagia itu apa?"
Ilendra menoleh, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. Ia mengerutkan kening, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Hmm, pertanyaan yang rumit untuk di tengah malam begini," ujarnya sambil tertawa kecil. "Tapi kalau menurut gue, bahagia itu ketika lo merasa tenang dengan diri lo sendiri dan apa yang lo punya. Nggak ada beban yang terlalu menghantui."
Arion mengangguk pelan. "Jadi, bahagia itu bukan tentang punya segalanya, tapi lebih ke merasa cukup dengan apa yang ada?"
"Iya, kurang lebih begitu," jawab Ilendra. "Kadang kita terlalu fokus ngejar sesuatu yang kita pikir bisa bikin bahagia, padahal mungkin kebahagiaan itu udah ada di sekitar kita, cuma kita nggak sadar atau bahkan nggak mau sadar."
Arion terdiam, mencerna kata-kata itu. "Gue setuju. Tapi kadang rasanya susah, ya, buat ngerasa cukup. Selalu ada aja yang dirasa kurang."
"Lo lagi mikirin sesuatu, Yon?" tanya Ilendra dengan nada khawatir. "Kalau mau cerita, gue siap dengerin."
Arion tersenyum samar. "Mungkin. Seperti yang selalu gue bilang, gue ngerasa agak jauh sama keluarga gue. Rumah nggak lagi kerasa hangat kayak dulu."
Ilendra menatapnya dengan empati. "Gue ngerti perasaan itu."
"Lo juga punya masalah sama keluarga?" tanya Arion hati-hati.
Ilendra menghela napas panjang sebelum menjawab. "Iya. Orang tua gue udah bercerai dari tiga tahun yang lalu. Sejak saat itu, rasanya semua berubah. Gue sering ngerasa terjebak di antara bayang-bayang perpisahan mereka."
"Maaf, gue nggak tahu," ujar Arion dengan nada menyesal.
"Nggak apa-apa," balas Ilendra. "Nggak banyak yang tahu soal itu. Gue juga jarang cerita ke orang lain, selain ke Sayendra's."
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]
Teen Fiction"𝘎𝘶𝘦 𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢, 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘦 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳." Arion tid...