ー Journey 15.

36 21 19
                                    

︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶

"Ospek kan cuma sekali. Anggap aja pengalaman."

- Samudra Biru.

──────────────────

15. 𝐌alam di villa

Keesokan paginya, suasana di villa terasa berbeda. Matahari pagi menyusup masuk melalui jendela-jendela besar, menciptakan cahaya hangat yang membangunkan mereka satu per satu. Udara segar pegunungan terasa lebih sejuk, menenangkan hati dan pikiran. Arion yang terbangun lebih awal dari biasanya, berjalan keluar ke halaman belakang. Ia menghirup udara pagi yang dingin dan menyadari betapa sunyinya tempat itu dibandingkan dengan keramaian kota yang biasa ia hadapi.

Setelah beberapa saat menikmati kesendirian, langkah-langkah lain terdengar dari dalam villa. Lenoel muncul di ambang pintu, dengan secangkir kopi di tangannya, tatapan matanya tenang seperti biasa. Ia berdiri di sebelah Arion tanpa mengatakan apa-apa, hanya menikmati keheningan pagi bersama.

"Gue suka tempat ini," ujar Arion tiba-tiba, memecah keheningan. "Tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota."

Lenoel menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis. "Iya, kadang kita butuh jeda dari semua itu. Biar bisa berpikir lebih jernih."

Arion mengangguk. Meski tak banyak bicara, Lenoel memang selalu punya pemahaman yang dalam tentang perasaan orang lain. Diam-diam, Arion merasa bersyukur bahwa dirinya dapat bertemu dengan sosok pribadi seperti Lenoel yang mampu memberikan ketenangan hanya dengan kehadirannya.

Tak lama berselang kemudian, Harvian, Samudra, dan Ilendra mulai muncul satu per satu dari kamar masing-masing. Mereka tampak masih mengantuk, tetapi begitu melihat Arion dan Lenoel sudah berdiri di luar, mereka tertawa kecil. "Wih, udah kayak bapak-bapak banget kalian berdua. Nikmatin pagi sambil ngopi," ledek Samudra sambil menguap lebar.

Harvian berjalan keluar dengan energi lebih. "Ayo dong, pagi-pagi gini cocoknya buat jogging atau jalan-jalan sebentar. Villanya kan deket hutan, siapa tahu ada pemandangan bagus."

Ilendra menggeleng, setengah bercanda. "Lo doang yang mikir pagi-pagi buat olahraga. Gue mah masih ngantuk."

"Ayo lah, Len," Harvian menimpali sambil merentangkan tangan. "Sekali-sekali nggerakin badan sebelum kita masuk kampus. Jangan males!"

Dengan sedikit paksaan dan dorongan semangat, akhirnya mereka semua setuju untuk keluar villa dan berjalan-jalan sebentar. Arza dan Chandrana yang baru bangun juga tak mau ketinggalan, meskipun Arza mengeluh bahwa pagi-pagi terlalu dingin untuk keluar rumah.

"Makanya, bawa jaket," ujar Chandrana sambil tertawa melihat Arza yang menggigil kecil.

Mereka menyusuri jalan setapak yang mengarah ke hutan kecil di dekat villa. Jalanan itu masih diselimuti kabut tipis, menambah kesan tenang dan magis dari tempat tersebut. Arion, yang berjalan di belakang kelompok, memperhatikan betapa damainya suasana itu. Mungkin inilah momen yang ia butuhkan, sesuatu untuk menenangkan hatinya yang masih bergumul dengan rasa kehilangan akan rumah.

Tiba-tiba, Samudra berhenti dan menunjuk ke depan. "Eh, lihat deh. Ada bukit kecil di sana. Kayaknya bagus buat spot foto."

Mereka semua sepakat, dan perlahan-lahan mendaki bukit itu. Sesampainya di puncak, pemandangan yang terbentang di hadapan mereka sungguh luar biasa. Kabut yang masih melayang-layang di atas pepohonan, sinar matahari yang memantul dari daun-daun yang basah oleh embun, mampu menciptakan suasana yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Ilendra, yang biasanya suka bercanda, kali ini diam, memandangi pemandangan itu dengan mata terpesona. "Gue nggak nyangka kita bisa nemuin tempat sekeren ini."

Arion tersenyum kecil, mengeluarkan ponselnya dan mengambil beberapa foto. Bukan hanya untuk mengabadikan pemandangan, tapi juga untuk menangkap momen kebersamaan mereka yang semakin berharga menjelang kehidupan kampus yang penuh dengan tantangan baru.

Setelah beberapa saat menikmati keindahan bukit itu, mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke villa. Sesampainya di sana, mereka disambut oleh aroma sarapan yang sudah siap. Ternyata, Bimayu dan Lenoel, yang lebih memilih tinggal di villa, telah menyiapkan sarapan sederhana untuk mereka semua.

"Wah, kalian rajin juga, ya," ledek Harvian sambil duduk di meja makan. "Baru kali ini gue lihat Bang Noel mau turun tangan buat masak."

Lenoel hanya tersenyum tanpa berkata banyak. "Bukan gue yang masak, Bimayu yang lebih banyak bantu. Gue cuma bikin kopi."

Mereka semua tertawa, kemudian menikmati sarapan dengan suasana yang lebih santai. Percakapan seputar rencana masuk kampus mulai mencuat, diselingi candaan dan harapan mereka tentang kehidupan sebagai mahasiswa baru.

"Gue denger ospeknya lumayan keras, ya," kata Ilendra, sedikit cemas.

"Ah, jangan terlalu dipikirin. Paling cuma disuruh bawa barang-barang aneh, kayak mie instan satu kardus," jawab Chandrana dengan nada santai.

Samudra mengangguk setuju. "Ospek kan cuma sekali. Anggap aja pengalaman."

Meskipun mereka berusaha membuatnya terdengar ringan, ada sedikit ketegangan yang terasa. Masing-masing dari mereka tahu bahwa kehidupan kampus akan membawa perubahan besar. Mereka mungkin tak akan selalu bisa bersama-sama seperti ini lagi.

"Yang penting, kita nikmatin aja momen-momen kayak gini," ujar Arion tiba-tiba. "Nggak setiap hari kita bisa ngumpul gini. Apalagi kalau udah sibuk sama kuliah, pasti ada aja yang sampai nggak balik ke kosan."

Semua mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Arion. Mereka memang sadar bahwa masa-masa ini akan segera berlalu, tetapi justru karena itu, mereka harus menghargai setiap detik yang tersisa.

Setelah sarapan, mereka menghabiskan waktu sisa pagi dengan berbincang-bincang dan bermain kartu di ruang tamu. Beberapa dari mereka masih sedikit lelah setelah berjalan-jalan pagi tadi, jadi suasana menjadi lebih tenang dan santai.

Saat sore mulai menjelang, mereka memutuskan untuk menghabiskan hari terakhir di villa dengan BBQ seperti yang sudah direncanakan. Samudra dan Harvian mulai menyiapkan panggangan, sementara yang lain membantu menyiapkan bahan-bahan. Api mulai menyala, dan aroma daging panggang memenuhi udara, menambah suasana hangat di antara mereka.

Bimayu, yang biasanya lebih pendiam, tampak sangat antusias kali ini. "Gue nggak sabar makan sosis yang udah gue pilih kemarin."

Ilendra tertawa. "Gue kira lo cuma bakal makan mie instan, Bang. Ternyata lo juga suka daging."

Percakapan mereka terus mengalir dengan lancar, diiringi oleh tawa dan candaan yang tak pernah berhenti. Bahkan Lenoel, yang biasanya lebih suka diam, sesekali melontarkan komentar kecil yang membuat semua orang tertawa.

Malam itu terasa panjang dan penuh dengan kebahagiaan. Mereka tahu bahwa keesokan harinya mereka harus kembali ke realitas—menghadapi kampus, tugas-tugas, dan segala rutinitas yang akan datang. Tetapi malam ini, mereka memutuskan untuk tidak memikirkan itu semua. Mereka hanya ingin menikmati kebersamaan, momen langka yang tak akan selalu mereka dapatkan.

Saat malam semakin larut dan api mulai meredup, mereka duduk bersama di bawah langit yang penuh bintang, merasakan ketenangan yang jarang mereka temui di kota. Arion menatap langit dan merasakan bahwa meskipun hidup akan terus berjalan dan perubahan akan datang, selama ia punya teman-teman ini, ia tak akan pernah benar-benar sendirian.

Dengan semua pikiran itu di benaknya, ia menutup matanya sejenak, menikmati momen tersebut. Karena ia tahu, suatu hari nanti, ia akan kembali mengenang malam ini sebagai salah satu momen terbaik dalam hidupnya.

─────────☆─────────

Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang