ー Journey 23.

30 22 21
                                    

︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶

"Kapan diri ini bisa memilih keputusannya sendiri?"

──────────────────

23. 𝐊eputusan yang berat.

Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore hari saat Chandrana tiba di kosan Sayendra usai menuntaskan kegiatan kampusnya sedari pagi hari tadi. Dengan langkah yang membawa aura lelah, ia mulai memasuki kamar kosan, meletakkan tasnya di tempat tidur, dan melepaskan jaket denim yang sedari tadi membalutnya.

Ia tak bisa langsung beristirahat sekarang, ada tugas yang menuntut untuk dikumpulkan esok hari. Chandrana tak mau menunda lagi. Dia ambil laptop, buku tulis dan ponselnya untuk menuntaskan tugasnya di taman belakang kosan yang kini sepi dari siapapun. Chandrana bisa mengira bahwa penghuni kosan yang lain pasti masih terperangkap di dalam aktifitas masing-masing atau bahkan karena macet yang menghadang.

Di gazebo berbahan kayu yang kokoh, Chandrana memilih spot itu untuk melanjutkan tugas kampusnya. Ditemani oleh segelas air putih yang ia ambil di dapur sebelumnya, bersamaan dengan angin sejuk di sore hari, juga suara gemerisik pohon yang dihembuskan oleh angin, menjadi latar belakang yang cukup menenangkan bagi Chandrana kala itu.

Ia mulai menyalakan laptopnya, membuka file dokumen tugas, dan mulai mengerjakannya secara telaten agar tidak terjadi kesalahan sekecil apapun.

Di tengah kesibukannya, suara dering dari ponsel disebelahnya menyita perhatiannya dari laptop yang kini masih menyala dengan menunjukkan dokumen tugasnya. Saat Chandrana mengecek siapa yang menelepon, jantungnya seolah berhenti berdetak saat itu juga.

Papi meneleponnya, dan Chandrana dapat merasakan sesuatu yang tidak enak saat nantinya mereka terlibat obrolan. Karena sedari dulu, hubungan Chandrana dan papinya tak pernah baik semenjak maminya meninggalkan keduanya.

Dengan berat hati, Chandrana akhirnya mengangkat telepon itu.

"Halo, Papi," sapanya pelan, mencoba menjaga nada suaranya agar tetap netral. Ia tahu ada sesuatu yang akan dibicarakan ayahnya, sesuatu yang membuatnya merasa tak nyaman.

"Halo, Chandrana," jawab suara tegas ayahnya di seberang. "Ayah mau bicara serius soal masa depan kamu."

Chandrana terdiam, mencoba menebak apa yang akan keluar dari mulut ayahnya kali ini. Ia tahu bahwa ayahnya sangat ambisius mengenai pendidikan dan kariernya, tapi Chandrana tak menyangka percakapan ini akan berubah menjadi sesuatu yang mengejutkan.

"Ayah sudah daftarin kamu untuk beasiswa ke luar negeri," kata ayahnya dengan nada yang tak membuka ruang untuk diskusi sedikitpun. "Kamu diterima, Chandrana. Ini kesempatan besar buat kamu."

Jantung Chandrana seakan berhenti berdetak. Kata-kata ayahnya menghantamnya seperti palu. Didaftarkan? Beasiswa luar negeri? Tak ada sedikitpun pembicaraan atau persetujuan darinya mengenai hal ini. Tak pernah ada obrolan bahwa ia ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri, apalagi dengan cara seperti ini—keputusan besar yang diambil tanpa persetujuannya.

"Papi serius?" Chandrana akhirnya bisa bersuara, nadanya terdengar tercekik. "Kenapa Papi nggak ngomong dulu sama Rana? Ini keputusan besar!"

Papinya terdengar tetap tenang di seberang, seolah tak terpengaruh oleh protesnya. "Papi sudah memikirkan ini baik-baik, dan Papi yakin ini yang terbaik buat kamu. Kamu punya potensi besar, dan kesempatan seperti ini nggak datang dua kali."

Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang