︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶
──────────────────
31. 𝐊embali berpisah.
Dua minggu setelah kepergian Chandrana, Kosan Sayendra kembali menghadapi perpisahan lainnya. Kali ini, giliran Samudra dan Ilendra yang harus pamit. Keduanya memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing, yang kebetulan berada searah. Seperti biasanya, momen perpisahan selalu diwarnai dengan berbagai perasaan yang saling bercampur—antara sedih, haru, dan sedikit cemas akan pertemuan selanjutnya.
Sejak pagi, Arion dan Bimayu terlihat sibuk membantu Samudra dan Ilendra mengemas barang-barang mereka. Tawa dan canda kecil mengisi suasana, namun sesekali ada jeda keheningan yang mengingatkan mereka bahwa momen kebersamaan ini akan segera berakhir. Mereka semua sadar, perpisahan ini bukanlah hal yang mudah, terlebih karena mereka telah membangun hubungan yang begitu erat selama tinggal bersama di Kosan Sayendra.
Di ruang tengah, Samudra duduk sambil memandangi seisi ruangan. Ia menyadari bahwa tempat ini menyimpan begitu banyak kenangan yang akan selalu membekas di hatinya. Bukan hanya kenangan sehari-hari yang biasa, tapi juga momen-momen penting yang membentuk dirinya, membantu ia tumbuh dan belajar banyak hal. Ia teringat pada canda tawa, diskusi-diskusi hingga larut malam, bahkan momen-momen kecil seperti sekadar duduk bersama di beranda saat senja.
“Gue bakal kangen banget sama tempat ini,” ucap Samudra, suaranya terdengar sedikit serak.
Ilendra, yang duduk di sebelahnya, menepuk pundak Samudra dengan ringan. “Gue juga, Sam. Kayaknya tiap sudut kosan ini punya cerita masing-masing yang susah buat dilupain.”
Arion yang mendengar percakapan itu ikut bergabung dan tersenyum tipis. “Kosan ini memang bukan sekadar tempat tinggal, tapi lebih kayak… rumah kedua, ya.”
Bimayu mengangguk, merasakan hal yang sama. “Bener, gue rasa kita semua bakal merasa hal yang sama. Sayendra udah jadi bagian hidup kita, tempat kita berbagi, belajar, dan tumbuh bareng.”
Setelah semua barang selesai dikemas, mereka memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu bersama. Mereka membuat secangkir teh hangat dan duduk di ruang tengah, masing-masing mengenang momen-momen yang sudah mereka lalui bersama. Suasana di antara mereka terasa damai, meskipun terselip perasaan kehilangan yang tak dapat dihindari.
“Gue rasa, kalau ada satu hal yang paling gue syukuri selama di sini, itu adalah kalian,” kata Samudra sambil menatap satu persatu wajah teman-temannya. “Gue nggak pernah ngebayangin bisa ketemu orang-orang yang sekompak ini, yang bisa jadi teman sekaligus keluarga.”
Ilendra mengangguk setuju. “Betul banget. Kalian semua udah seperti saudara buat gue. Rasanya berat ninggalin kosan ini, ninggalin kalian semua.”
Arion menatap Samudra dan Ilendra dengan pandangan penuh haru. “Gue juga bersyukur bisa kenal sama kalian semua. Di sini gue belajar banyak, bukan cuma soal hidup mandiri, tapi juga soal bagaimana kita saling dukung, saling jaga.”
Bimayu, yang selama ini sering dianggap sebagai sosok kakak tertua, ikut angkat bicara. “Gue seneng kita semua bisa ada di sini. Kita mungkin bakal pisah, tapi gue yakin, setiap kenangan yang udah kita buat bakal terus ada di hati kita masing-masing.”
Suasana kembali hening sejenak, lalu Samudra berbicara lagi dengan suara pelan, “Gue nggak tahu kapan kita bisa ketemu lagi dalam formasi lengkap kayak gini. Tapi, gue harap suatu hari nanti kita bisa ngumpul lagi di sini, di tempat ini.”
Mereka semua mengangguk, merasakan hal yang sama. Harapan untuk bisa berkumpul kembali di Kosan Sayendra suatu hari nanti menjadi sebuah janji yang terucap dalam diam. Mereka tahu bahwa hidup akan membawa mereka ke berbagai arah, namun ikatan yang mereka miliki akan tetap menjadi sesuatu yang berharga dan tak tergantikan.
Beberapa saat kemudian, Ilendra melirik jam tangannya dan menyadari bahwa waktu perpisahan sudah semakin dekat. Ia menoleh pada Samudra dan mengangguk sebagai isyarat bahwa sudah saatnya mereka pergi. Samudra menarik napas panjang, mencoba menenangkan perasaannya sebelum benar-benar melangkah keluar.
Di depan kosan, mereka semua saling memberi pelukan perpisahan. Arion menepuk punggung Samudra dan Ilendra dengan lembut. “Jaga diri kalian baik-baik, ya. Jangan lupa kabarin kalau ada apa-apa.”
Samudra tersenyum tipis, meskipun matanya tak bisa menyembunyikan rasa haru. “Pasti, Yon. Gue nggak akan lupa buat selalu kabarin kalian.”
Ilendra mengangguk setuju. “Kalian juga, jangan terlalu tenggelam sama rutinitas. Kadang-kadang, ingat buat istirahat dan ingat kalau kita masih punya tempat untuk saling cerita.”
Bimayu yang terakhir memeluk mereka berdua, memberikan pelukan yang erat dan penuh kehangatan. “Gue cuma mau bilang satu hal, lo semua adalah orang-orang hebat. Apapun yang kalian lakuin di luar sana, gue yakin lo semua bakal sukses.”
Mendengar itu, Samudra dan Ilendra merasa terharu. Mereka tak pernah menyangka bahwa hidup di Kosan Sayendra akan memberi mereka lebih dari sekadar teman sekamar, tapi juga orang-orang yang mengerti mereka, orang-orang yang selalu mendukung dan memberi semangat di saat-saat sulit.
Akhirnya, dengan langkah yang berat, Samudra dan Ilendra berjalan menuju mobil mereka yang telah menunggu di depan. Mereka melambaikan tangan terakhir kali kepada Arion dan Bimayu, sebelum akhirnya melangkah pergi.
Arion, Bimayu, Arza dan Harvian hanya bisa berdiri di sana, memandangi mobil yang perlahan melaju dan menghilang di balik tikungan. Setelah mobil itu benar-benar menghilang dari pandangan, Arion menarik napas panjang dan menghela napas, merasa kosong di dalam hatinya. Ia tahu bahwa perpisahan ini adalah bagian dari hidup, namun tetap saja, ada perasaan kehilangan yang tak bisa ia hindari.
“Kosan kita semakin sepi ya,” ucap Arion pelan, suaranya terdengar serak.
Arza mengangguk, menepuk pundak Arion dengan lembut. “Iya, tapi kita masih punya kenangan mereka di sini. Selama kita masih ingat, mereka akan selalu ada di antara kita.”
Mereka berempat kembali masuk ke dalam kosan, suasana terasa berbeda tanpa kehadiran Samudra dan Ilendra. Namun, keempatnya sadar bahwa mereka harus terus melanjutkan hidup, membawa kenangan dan semangat dari semua teman-teman mereka yang telah pergi.
Di ruang tengah, Harvian duduk dan membuka buku catatan yang berisi pesan-pesan perpisahan dari Lenoel, Chandrana, Samudra, dan Ilendra. Ia membaca beberapa kalimat, dan seolah-olah bisa mendengar suara mereka yang memberikan semangat dari jauh.
“Gue rasa, nggak ada yang benar-benar pergi dari hidup kita,” kata Harvian sambil menutup buku itu. “Selama kita masih mengingat mereka, mereka akan selalu ada di sini.”
Arion mengangguk setuju. Ia menyadari bahwa ikatan persahabatan yang telah mereka bangun di Kosan Sayendra tidak akan pernah pudar meski mereka harus menjalani jalan hidup yang berbeda. Mereka telah belajar banyak dari kebersamaan ini, tentang arti persahabatan, kebersamaan, dan dukungan tanpa syarat.
Hari itu, Arion, Bimayu, Arza dan Harvian berjanji untuk tetap menjaga semua ingatan mereka selama di Kosan Sayendra. Mereka berempat mungkin adalah yang terakhir tinggal di kosan ini, namun mereka tahu bahwa kenangan akan selalu ada, menjadi saksi bisu dari perjalanan hidup yang penuh warna.
Dalam hati mereka, Arion dan Bimayu menyimpan harapan agar suatu hari nanti mereka semua bisa berkumpul kembali, membawa cerita baru, dan mengenang kembali masa-masa indah yang telah mereka lalui di Kosan Sayendra. Di bawah langit senja, mereka berdua duduk di beranda, memandang cakrawala yang berwarna oranye keemasan, seolah memberi harapan bahwa setiap perpisahan adalah awal dari perjalanan baru yang lebih indah.
─────────☆─────────
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]
Teen Fiction"𝘎𝘶𝘦 𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢, 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘦 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳." Arion tid...