︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶
"Hidup bukan tentang memenuhi ekspektasi orang lain, tapi tentang menemukan apa yang benar-benar buat lo bahagia."
──────────────────
11. 𝐏agi dengan segala isinya
Setelah percakapan mereka berdua semakin tenang, Arion dan Chandrana masih duduk di dapur sambil menikmati roti panggang. Keduanya kembali tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Namun, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat dari arah pintu dapur. Arion menoleh dan melihat sosok Lenoel, penghuni kosan yang paling pendiam, sedang berjalan masuk.
Lenoel, dengan ciri khasnya yang selalu tampil tenang dan tidak banyak bicara, mendekati mereka dengan ekspresi datar. “Pagi,” sapanya singkat sambil membuka lemari dan mencari sesuatu untuk sarapan.
"Pagi, Bang," jawab Chandrana sambil tersenyum kecil. "Udah bangun juga, ya?"
Lenoel mengangguk tanpa berkata banyak. Setelah menemukan sekotak sereal dan susu, dia duduk di ujung meja yang sama dengan Arion dan Rana. Arion sedikit terkejut melihat Lenoel bergabung, karena biasanya Lenoel lebih suka menyendiri.
"Ngobrolin apa kalian?" tanya Lenoel tanpa basa-basi sambil mulai menuang sereal ke dalam mangkuk. Suaranya terdengar rendah, tapi tetap jelas.
Chandrana menatap Arion sejenak, seolah meminta izin apakah percakapan mereka tadi boleh dilanjutkan. Arion hanya mengangguk tipis, merasa tidak keberatan jika Lenoel ikut terlibat. Lagi pula, sejak tinggal di kosan ini, Arion penasaran ingin tahu lebih banyak tentang Lenoel.
“Kami lagi ngomongin soal keluarga,” jawab Chandrana sambil menatap Lenoel. “Lebih tepatnya tentang gimana rasanya punya jarak sama keluarga sendiri, entah karena ekspektasi atau karena perasaan jauh.”
Lenoel, yang biasanya tidak terlalu tertarik pada percakapan orang lain, kali ini justru menatap mereka dengan lebih serius. “Keluarga, ya?” gumamnya pelan. Ia memutar sendok di dalam mangkuk serealnya, tapi tidak segera makan.
Arion menatap Lenoel, ingin tahu apakah Lenoel juga memiliki cerita tentang keluarganya. Selama ini, Lenoel jarang sekali bicara soal kehidupan pribadinya, apalagi soal keluarga. Semua orang di kosan tahu bahwa Lenoel adalah tipe yang suka menyimpan perasaannya untuk dirinya sendiri, namun kali ini, Arion merasakan ada sesuatu yang berbeda.
"Lo gimana, Bang?" tanya Arion, mencoba membuka percakapan lebih lanjut. "Lo jarang banget cerita tentang keluarga lo. Lo juga pindah ke sini buat jauh dari mereka, atau ada alasan lain?"
Lenoel terdiam sejenak, seolah sedang mempertimbangkan apakah ia ingin berbagi atau tidak. Setelah beberapa saat, ia akhirnya menghela napas panjang dan mulai bicara. “Gue pindah ke kosan ini bukan cuma buat kuliah atau kerja. Gue butuh ruang, kayak kalian juga. Jarak antara gue dan keluarga gue udah ada dari dulu.”
Chandrana dan Arion saling bertukar pandang, merasa penasaran namun juga tidak ingin menekan Lenoel untuk bercerita lebih jauh jika ia tidak mau.
“Orang tua gue... mereka punya cara sendiri buat nunjukin perhatian,” lanjut Lenoel, suaranya terdengar lebih tenang daripada biasanya. “Tapi buat gue, cara itu selalu terasa dingin. Gue tumbuh besar di keluarga yang nggak banyak ngomong soal perasaan. Gue harus cari tahu sendiri gimana caranya nge-handle emosi gue, dan lama-lama gue capek sendiri.”
Arion dan Rana mendengarkan dengan seksama. Bagi mereka, mendengar Lenoel berbicara panjang lebar seperti ini adalah hal yang langka.
Lenoel melanjutkan, meskipun masih dengan nada pelan. “Waktu kecil, gue nggak pernah ngerti kenapa orang tua gue lebih sibuk dengan kerjaan atau hal-hal lain. Gue kira, mereka nggak peduli. Tapi semakin gue dewasa, gue sadar... mungkin itu cara mereka buat ngasih gue apa yang gue butuhin, bukan apa yang gue pengen.”
Kata-kata Lenoel membuat Arion dan Rana terdiam sejenak, merenungkan apa yang baru saja mereka dengar. Bagi Arion, kata-kata itu terasa familiar. Ia sering merasa sama; bahwa kehadiran orang tuanya yang jarang di rumah terasa seperti tanda ketidakpedulian. Tapi mungkin, seperti yang dikatakan Lenoel, itu hanya cara mereka menunjukkan perhatian dengan cara yang berbeda.
"Gue kira, kita semua ngerasain hal yang mirip-mirip," kata Arion akhirnya, suaranya lebih lembut. "Mungkin masalah gue nggak seberat lo, No, tapi perasaan jauh itu selalu bikin kita bingung harus gimana."
Chandrana mengangguk setuju. "Setiap keluarga pasti punya cara berbeda buat ngejaga hubungan. Tapi masalahnya, nggak semua cara itu cocok sama kita sebagai anak. Itu yang bikin kita sering merasa ada jarak."
Lenoel mengangkat bahunya, seolah setuju tapi juga sudah terbiasa dengan situasinya. "Gue udah nggak nyari lagi gimana caranya deket sama mereka. Gue lebih fokus buat cari cara biar gue bisa nerima apa yang ada."
Arion merenung, merasa ada kesamaan antara apa yang dikatakan Lenoel dan percakapan sebelumnya dengan Chandrana dan Bimayu. Setiap orang di kosan ini tampaknya punya kisahnya sendiri soal keluarga, dan semuanya punya hubungan yang rumit dengan orang tua mereka. Tapi yang membuatnya merasa lebih lega adalah kenyataan bahwa ia tidak sendirian dalam perasaan ini. Mereka semua saling memahami satu sama lain, meski jarang diungkapkan.
“Lo benar, Bang,” kata Arion akhirnya. “Mungkin sekarang gue juga harus mulai belajar buat nggak terlalu banyak berharap dan lebih fokus ke diri gue sendiri. Nggak gampang, tapi gue rasa itu yang terbaik.”
Chandrana tersenyum tipis. “Kadang, kebahagiaan itu bukan soal deket atau jauhnya kita dari keluarga. Tapi gimana kita bisa nerima situasi yang ada, sambil tetap jaga diri kita sendiri. Di sini, kita semua punya satu sama lain, dan itu udah cukup buat ngerasa nggak sendirian.”
Lenoel tidak langsung menjawab, tapi ada senyum samar yang tersirat di wajahnya, sesuatu yang jarang terlihat dari dirinya. “Ya, mungkin itu bener,” katanya pelan.
Suasana di dapur pagi itu terasa lebih hangat, meskipun percakapan mereka menyentuh topik-topik yang cukup dalam. Di balik dinginnya hubungan dengan keluarga, mereka semua menemukan kehangatan di tempat yang tidak terduga—di antara teman-teman kosan yang mungkin awalnya hanya orang asing, tapi kini mulai menjadi seperti keluarga kecil yang baru.
Seiring waktu, obrolan mereka pun bergeser ke topik lain yang lebih ringan, seperti rencana untuk hari itu atau menu makan siang. Tapi bagi Arion, percakapan pagi itu meninggalkan bekas yang mendalam. Ia mulai menyadari bahwa meskipun keluarganya mungkin tidak lagi sehangat dulu, ia masih bisa menemukan tempat untuk merasa diterima dan dipahami di sini, di Kosan Sayendra.
Dan mungkin, itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini.
──────────────────
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]
Teen Fiction"𝘎𝘶𝘦 𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢, 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘦 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳." Arion tid...