ー Journey 04.

43 26 22
                                    

︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶

"Jangan pernah merasa sungkan untuk berbagi keluh kesah. Karena hanya itu cara agar beban yang kamu tanggung tak menjadi terlalu berat."

──────────────────

04. 𝐇angat yang terasa 𝐚sing

Setelah pertemuan yang santai di taman belakang, Arion merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Meski awalnya ragu untuk bergaul dengan penghuni kosan lainnya, hari Minggu itu membuktikan bahwa dunia di luar kesendiriannya tidak seburuk yang ia bayangkan. Anak-anak kosan ternyata mudah diajak ngobrol, ramah, dan yang paling penting, mereka tidak memandangnya aneh atau berbeda.

Malam itu, Arion berbaring di kasurnya sambil memikirkan perasaan baru yang muncul. Kamar kosan yang sederhana ini semakin lama semakin terasa nyaman. Meskipun jauh dari kemewahan yang ada di rumahnya, di sini ia bisa merasakan kehadiran orang-orang di sekitarnya, sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan di rumah yang megah namun dingin.

Arion melirik ke arah Harvian yang masih sibuk dengan laptopnya, tampaknya sedang menonton film. Sementara Samudra sudah terlelap di kasurnya, dan Ilendra entah di mana—mungkin sedang nongkrong di kamar sebelah lagi. Suara-suara di kosan mulai mereda, tetapi ada kehangatan yang berbeda terasa di kamar ini. Tanpa disadari, Arion mulai merasa bahwa tempat ini adalah pilihan yang tepat baginya.

──────────────────

Keesokan paginya, suasana di kosan tetap seperti biasa. Suara derit pintu kamar terdengar ketika Samudra bangun lebih awal untuk jogging. Harvian masih terlelap, dengan laptop yang mati di sampingnya. Ilendra baru pulang dari kamar sebelah, mungkin menghabiskan malam di sana, tertawa-tawa pelan sebelum merebahkan diri di kasur.

Arion duduk di tepi ranjang, mengamati aktivitas pagi kosan. Pikirannya melayang ke pertemuan dengan Bimayu, Lenoel, Chandrana dan Arza kemarin. Mereka begitu santai, tanpa tekanan. Padahal, selama ini Arion sering kali merasa canggung di lingkungan sosial, terutama karena latar belakang keluarganya yang kaya raya. Banyak orang mendekatinya hanya karena statusnya, tapi di sini, di kosan Sayendra, tidak ada yang peduli soal itu. Mereka hanya melihatnya sebagai Arion, penghuni kamar yang lain, sama seperti mereka.

Tak lama, Samudra bangun sambil menguap lebar. “Pagi, Yon,” sapanya dengan suara serak.

Arion membalas dengan anggukan. “Pagi. Mau sarapan nggak?”

Samudra menggaruk kepalanya yang acak-acakan. “Boleh juga. Warung Bu Mira lagi, ya? Tiba-tiba jadi pingin nasi gurih di sana.”

Mereka berdua keluar kamar, meninggalkan Ilendra yang masih sibuk di kamar mandi, dan Harvian yang masih tertidur pulas. Di lorong kosan, mereka berpapasan dengan Lenoel yang tampak segar setelah berkeliling. “Eh, mau sarapan?” tanya Lenoel.

Samudra mengangguk, "Iya, ikut?"

“Boleh, yuk,” jawab Lenoel antusias.

──────────────────

Warung Bu Mira sudah menjadi tempat langganan anak-anak kos Sayendra. Letaknya tak jauh dari kosan, hanya sekitar 200 meter di ujung jalan. Warung kecil ini menyediakan makanan rumahan yang sederhana namun lezat, dan harganya pun ramah di kantong anak kos. Arion yang awalnya lebih sering makan sendirian kini mulai terbiasa dengan kebersamaan. Lenoel dan Samudra yang tiba-tiba saja ia temui di koridor kosan tadi, menemani Arion sarapan di pagi itu. Mereka membicarakan hal-hal ringan seperti film, musik, hingga pengalaman mereka selama tinggal di kosan.

“Gue rasa lo bakal betah lama di sini, Yon,” ucap Lenoel sambil menyendok nasi uduk ke mulutnya.

Arion tersenyum tipis. “Semoga aja. Di sini suasananya beda.”

“Ya iyalah, nggak kaya di rumah lo, kan?” celetuk Samudra sambil tertawa kecil. “Di sini lo bisa jadi diri lo sendiri.”

Arion terdiam sesaat. Kata-kata Samudra itu berputar di kepalanya. Di rumah, ia selalu merasa terjebak dalam peran yang tidak ia inginkan, sebagai anak dari keluarga kaya raya yang selalu dituntut untuk sempurna dan mandiri. Tapi di kosan ini, ia bisa melepaskan semua itu. Tidak ada tuntutan, tidak ada harapan yang membebani. Hanya dirinya, Arion, yang bebas menjadi siapa pun yang ia mau.

──────────────────

Hari-hari berikutnya di kosan Sayendra berjalan dengan lebih ringan bagi Arion. Ia mulai lebih sering bergaul dengan penghuni kos lainnya, terutama dengan anak-anak kamar sebelah. Sering kali, setelah selesai dengan aktivitas harian, mereka semua akan berkumpul di taman belakang kosan, berbincang hingga larut malam, terkadang ditemani gitar sederhana yang dimainkan oleh Harvian, atau candaan tak henti dari Chandrana dan Arza.

Suatu malam, saat mereka berkumpul di taman seperti biasa, Arza tiba-tiba mengangkat topik yang membuat Arion sedikit terkejut.

“Eh, Yon, selama ini lo belum banyak cerita tentang rumah lo, deh. Kenapa lo milih buat ninggalin rumah?”

Arion terdiam sejenak, merasakan tatapan teman-temannya yang menunggu jawabannya. Selama ini, ia memang tidak pernah terbuka soal kehidupan di rumahnya. Bukan karena ia tidak ingin, tapi karena ia merasa itu terlalu menyakitkan untuk dibicarakan. Tapi kali ini, entah mengapa, Arion merasa ia bisa mempercayai mereka.

“Rumah gue... gimana ya bilangnya... besar, tapi kosong,” jawab Arion akhirnya, dengan suara pelan.

Arza dan yang lain tampak mendengarkan dengan serius, tidak ada yang memotong atau menyela.

“Orang tua gue sibuk terus. Gue sering sendirian di rumah. Dulu, rumah itu terasa hangat, tapi makin lama gue di sana, makin dingin rasanya. Makanya gue mutusin buat pindah ke kosan ini,” lanjut Arion.

Harvian yang duduk di sebelah Arion menepuk bahunya pelan. “Wajar, Yon. Kadang kita perlu cari tempat yang bisa bikin kita nyaman, dan nggak selalu itu di rumah.”

Arion menatap Harvian, tersenyum tipis. “Iya. Mungkin di sini gue bakal nemu tempat yang lebih hangat dari rumah gue.”

Bimayu mengangguk, "Tentu. Kalau ada apapun yang mau lo ceritain, dan lo nggak tau harus bercerita ke siapa, ingat kalau kami ada, ya?"

"Nggak perlu sungkan sama kami semua, kami udah anggap lo sebagai bagian dari Sayendra's juga semenjak lo pindah ke sini." sambung Chandrana dengan senyum kecilnya.

"Hidup memang begini, Yon. Mau bagaimana pun, suka atau nggak, kita bakal selalu dipaksa untuk ngikut sama semua alur yang udah tuhan siapkan." ujar Lenoel sembari mengerjakan laporan kuliahnya.

Arion tersenyum simpul, dan kemudian mengangguk. Arza yang berada di sebelahnya lantas merangkul remaja itu secara tiba-tiba sembari terkekeh pelan.

Malam itu, Arion merasa beban yang selama ini ia simpan dalam hatinya sedikit terangkat. Ia tidak menyangka bahwa berbagi cerita dengan teman-temannya di kosan bisa membuatnya merasa lebih lega. Di tengah kesederhanaan kosan Sayendra, Arion menemukan sesuatu yang tak pernah ia dapatkan di rumahnya: rasa kebersamaan dan kehangatan. Kosan ini mungkin tidak mewah, tapi di sini, ia merasa lebih hidup.

──────────────────

Kehidupan di Kosan Sayendra terus berjalan. Setiap hari adalah perjalanan baru bagi Arion, yang perlahan-lahan membuka dirinya pada dunia di sekitarnya. Bang Bima, Bang Noel, Bang Chandrana, Arza, Harvian, Samudra dan Ilendra mulai menjadi lebih dari sekadar teman sekamar. Mereka adalah keluarga kecil yang memberikan kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya.

Dan untuk pertama kalinya, Arion merasa ia tidak lagi sendirian.

─────────☆─────────

Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang