︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶
Terkadang, permasalahan di dalam keluarga adalah salah satunya alasan klasik yang selalu dimiliki oleh banyak orang.
──────────────────
10. 𝐂handrana dan 𝐤opi di 𝐩agi hari
Pagi hari di Kosan Sayendra terasa tenang seperti biasanya. Arion sudah bangun lebih awal dari yang lain dan memutuskan untuk turun ke dapur, mencari sesuatu untuk mengisi perutnya yang kosong. Setelah malam sebelumnya berbicara panjang lebar dengan Bimayu, pikirannya masih dipenuhi dengan perasaan campur aduk. Ia merasa sedikit lebih lega, tapi masih banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya.
Di dapur, aroma kopi dan roti panggang menyambutnya. Sepertinya ada orang lain yang sudah bangun lebih awal. Saat Arion masuk, ia melihat Chandrana, salah satu penghuni kosan lainnya, duduk di meja dapur dengan secangkir kopi di tangannya. Chandrana, yang sering dipanggil 'Bang Chandra' oleh teman-temannya, terkenal dengan kepribadiannya yang kalem dan tenang, seperti laut di pagi hari.
Chandrana menoleh dan tersenyum ketika melihat Arion masuk. "Pagi, Yon," sapanya dengan suara lembut, namun cukup jelas. "Bangun pagi juga?"
Arion tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, nggak bisa tidur lagi. Gue bikin apa ya buat sarapan?"
"Roti panggang ada di sini. Mau?" Chandra menawarkan sambil mengangkat piring yang berisi beberapa potong roti panggang.
Arion mengangguk sambil mengambil salah satu potong roti dari piring. "Makasih, Bang," jawabnya sambil duduk di sebelah Chandrana. Dapur kosan ini memang sederhana, tapi cukup nyaman. Meja kayu tua di tengah ruangan sudah menjadi saksi banyak percakapan antara penghuni kosan, dari topik ringan hingga yang lebih dalam.
Selama beberapa menit, mereka makan dalam diam. Arion merasa tidak nyaman dengan keheningan, tetapi di saat yang sama, ia tidak tahu bagaimana memulai percakapan. Namun, seperti biasa, Chandrana selalu bisa membaca suasana.
"Lo kayak lagi banyak pikiran," kata Chandrana, memecah keheningan. Ia menatap Arion dengan tenang, tatapan yang seolah berkata bahwa ia terbuka untuk mendengarkan apa pun yang ingin dibicarakan.
Arion menarik napas panjang dan menghela pelan. "Iya, gue lagi banyak mikirin soal keluarga gue, sih. Tadi malam gue ngobrol sama Bang Bim, dan kita ngomongin soal keluarga. Gue jadi makin mikir, gue sebenernya kenapa sih merasa jauh dari mereka."
Chandrana mengangguk pelan, seperti mengerti tanpa perlu penjelasan lebih lanjut. "Bimayu cerita soal keluarganya juga?"
"Iya," Arion mengangguk. "Dia bilang dia tinggal di kosan ini karena butuh ruang dari keluarganya. Gue juga ngerasa kayak gitu, tapi situasinya beda. Kalau Bimayu ngerasa keluarganya punya ekspektasi tinggi buat dia, gue lebih ngerasa kayak keluarga gue udah nggak peduli lagi sama gue. Dulu kita deket banget, tapi sekarang kayak... semuanya berubah."
Chandrana menyesap kopinya perlahan sebelum menjawab. "Perubahan dalam hubungan keluarga memang sering terjadi. Gue nggak tahu pasti masalah lo, Yon, tapi gue bisa bilang kalau setiap keluarga pasti punya dinamikanya masing-masing. Kadang, itu bikin kita ngerasa jauh."
Arion menatap Chandrana, berharap mendengar lebih banyak. "Kalau lo sendiri gimana, Bang? Lo kayaknya jarang banget cerita soal keluarga lo."
Chandrana tersenyum tipis, tapi ada sedikit bayangan kesedihan di matanya. "Keluarga gue... rumit, Yon. Gue bukan orang yang suka banyak cerita soal mereka karena, ya, hubungan kita nggak begitu baik. Gue pindah ke kosan ini karena gue juga butuh ruang. Gue udah lama nggak pulang."
Arion terkejut mendengar itu. Selama ini, ia mengira Chandrana adalah salah satu dari mereka yang punya hubungan baik dengan keluarganya. "Lo nggak pernah pulang? Kenapa?"
Chandrana menatap keluar jendela, seolah mengumpulkan pikirannya sebelum menjawab. "Keluarga gue... mereka nggak pernah ngerti apa yang gue inginkan. Mereka selalu berusaha ngarahin hidup gue sesuai dengan apa yang mereka pikir terbaik, tapi tanpa pernah nanya apa yang sebenernya gue mau. Lama-lama, gue ngerasa kayak gue hidup buat mereka, bukan buat diri gue sendiri."
Arion terdiam, mendengarkan dengan seksama. Ia mulai menyadari bahwa apa yang ia rasakan mungkin tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami Chandrana dan Bimayu. "Gue juga kadang ngerasa kayak gitu. Mungkin nggak sampai harus ngikutin hidup mereka, tapi gue ngerasa kayak kehadiran gue nggak lagi penting buat mereka."
Chandrana tersenyum kecil, tetapi senyuman itu penuh dengan pemahaman. "Mungkin masalah lo sama keluarga lo lebih ke jarak emosional daripada ekspektasi, tapi rasanya sama, kan? Lo ngerasa sendiri, meskipun mereka masih ada di sekitar lo."
"Iya," Arion mengangguk. "Itu yang gue rasain."
Chandrana meletakkan cangkir kopinya di atas meja dan menatap Arion dengan serius. "Lo tahu, Yon, kadang jarak itu bukan sesuatu yang bisa langsung diatasi. Mungkin ada hal-hal yang terjadi di balik layar yang lo nggak tau. Gue belajar dari pengalaman gue, kalau kadang orang tua juga punya beban yang mereka sendiri nggak bisa bagi ke anak-anaknya. Dan itu bikin kita ngerasa mereka jauh, padahal mungkin mereka juga lagi berjuang dengan cara mereka sendiri."
Arion merenungkan kata-kata itu. Ia memang sering kali merasa marah atau kecewa dengan orang tuanya, tapi jarang sekali ia mencoba melihat dari sudut pandang mereka. Mungkin ada hal-hal yang tidak ia ketahui, dan ia terlalu fokus pada perasaannya sendiri untuk melihat gambaran yang lebih besar.
"Tapi, gimana caranya kita bisa deket lagi sama mereka kalau mereka terus-terusan sibuk atau nggak ada buat kita?" tanya Arion, nadanya sedikit ragu. "Gue udah coba buat deketin mereka, tapi hasilnya nihil."
Chandrana menarik napas panjang sebelum menjawab. "Mungkin nggak selalu soal deketin mereka secara fisik. Kadang, lo harus mulai dari lo sendiri. Lo harus terima dulu perasaan lo, kasih waktu buat diri lo buat ngerti bahwa meskipun sekarang lo ngerasa jauh, itu bukan berarti selamanya kayak gitu."
"Kedengerannya mudah, tapi susah, Bang," jawab Arion, merasa sedikit skeptis. "Gue nggak tau apakah gue bisa bener-bener nerima keadaan ini."
Chandrana mengangguk, mengerti. "Gue juga nggak bilang itu mudah, Yon. Gue sendiri masih dalam proses nerima semua ini. Tapi yang pasti, lo nggak sendirian. Gue, Bang Bimayu, dan teman-teman yang lain di kosan ini—kita semua punya perjalanan masing-masing. Dan selama kita bisa saling mendukung, mungkin semuanya nggak akan terasa seberat itu."
Kata-kata Chandrana menenangkan hati Arion. Meski situasinya masih jauh dari sempurna, ia merasa bahwa setidaknya ia tidak perlu menghadapi semuanya sendirian. Teman-teman di kosan ini, meskipun bukan keluarga darah, sudah mulai menjadi bagian penting dalam hidupnya.
"Thanks, Bang," ujar Arion pelan, tapi tulus. "Gue nggak nyangka kita semua punya cerita yang mirip-mirip, ya."
Chandrana tersenyum dan menepuk bahu Arion dengan lembut. "Kita semua punya cerita, Yon. Dan mungkin di sini, di kosan ini, kita bisa menemukan cara buat menghadapi semuanya bersama-sama."
Arion menatap Chandrana dengan penuh rasa terima kasih. Meski pagi itu dimulai dengan perasaan gelisah, kini ia merasa sedikit lebih ringan. Kosan Sayendra mungkin bukan rumah dalam arti yang sebenarnya, tapi di sini, ia merasa ia telah menemukan sebuah tempat di mana ia bisa merasa diterima dan didengar.
Mereka berdua kemudian melanjutkan sarapan dalam diam, tapi suasana di antara mereka terasa jauh lebih hangat. Mungkin, bagi Arion, ini adalah awal dari perjalanan baru—perjalanan untuk memahami dirinya sendiri, keluarganya, dan tempatnya di dunia.
──────────────────
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]
Teen Fiction"𝘎𝘶𝘦 𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘯𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢, 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘣𝘢𝘩 𝘤𝘢𝘳𝘢 𝘱𝘢𝘯𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘨𝘶𝘦 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘴𝘦𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘫𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘥𝘪𝘳." Arion tid...