ー Journey 13.

31 17 14
                                    

︶⊹︶︶୨ 🏠 ୧︶︶⊹︶

“Gue belajar, bahwa kebahagiaan gue nggak bisa selalu diukur dari seberapa puas keluarga gue dengan pilihan-pilihan gue. Kadang, lo harus ambil jalan lo sendiri, bahkan kalau itu bikin lo semakin jauh dari mereka.”

──────────────────

13. 𝐒arapan dan 𝐤eributannya

Pagi hari berikutnya dimulai dengan riuhnya suasana pagi di Kosan Sayendra. Seperti biasa, kedelapan remaja yang tinggal di sana memiliki rutinitas yang tak selalu berjalan mulus. Namun, hari ini terasa lebih kacau dari biasanya. Keceriaan dan keriwehan mulai dari dapur hingga ruang tengah terdengar nyaring, membuat suasana kosan hidup dan berantakan secara bersamaan.

Ilendra adalah yang pertama terbangun pagi itu, dengan niat untuk menyiapkan sarapan. Namun, begitu ia membuka kulkas, ia menyadari bahwa stok makanan mulai menipis.

"Harvian! Samudra! Kita kehabisan telur, nih!" seru Ilendra sambil menutup pintu kulkas dengan ekspresi cemas.

Harvian, yang masih setengah mengantuk, berjalan keluar dari kamarnya, mengusap-usap mata sambil bergumam, "Kenapa harus gue yang beli, sih? Lo aja yang bangun duluan."

Samudra, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, mendengar percakapan mereka dan langsung menyela, "Udah, gue aja deh yang pergi. Lo sama Harvian malah bakal berdebat sepanjang jalan kalau belanja bareng."

Belum sempat Samudra mengambil dompetnya, Arza keluar dari kamarnya dengan kaus kebesaran dan celana pendek, menyipitkan mata ke arah mereka. "Gue ikut! Gue udah lama nggak keluar pagi-pagi."

"Boleh-boleh, biar gue nggak sendirian," jawab Samudra sambil tersenyum, merasa lebih baik ada teman.

Kebisingan di dapur terus berlanjut ketika Bimayu masuk, menyusul dengan langkah santai. "Eh, siapa mau masak hari ini? Jangan sampai gue kelaparan, ya."

Ilendra mendesah pelan. "Gue tadi mau masak, tapi persediaan kita nyaris habis. Jadi, kita nunggu yang lain belanja dulu."

Tak lama kemudian, Arion turun dari lantai atas. Ia baru saja mandi, tetapi terlihat segar dan siap beraktivitas. "Apa nih, ada kerusuhan pagi-pagi?" tanyanya dengan senyum kecil, menikmati kegaduhan di antara teman-temannya.

"Rame-rame aja kayak biasanya. Kita nggak punya bahan makanan, jadi mau belanja dulu," jawab Bimayu, mengambil kursi dan duduk di meja makan.

Sementara itu, Lenoel dan Chandrana juga muncul, keduanya masih terlihat mengantuk. Lenoel, dengan gaya khasnya yang pendiam, hanya mengangguk singkat saat melewati mereka menuju dapur. Chandrana, di sisi lain, langsung bercanda dan melemparkan komentar random ke arah Ilendra dan Harvian.

"Ini pasti kalian tadi berebut siapa yang harus masak, kan?" katanya sambil terkekeh.

Harvian mendengus. "Kalau masak, gue nggak masalah. Yang penting, belanjanya nggak gue."

Lenoel, yang biasanya lebih suka diam di tengah keramaian, hanya menyiapkan secangkir kopi, tanpa memedulikan kekacauan kecil di sekelilingnya. Namun, ia tetap memperhatikan percakapan teman-temannya, menyimpan senyumnya sendiri.

Saat Samudra dan Arza bersiap untuk berangkat, Ilendra tiba-tiba teringat sesuatu. "Eh, Sam, gue titip mie instan, ya!"

Arza menoleh, memberikan tatapan curiga. "Bukannya lo lagi diet, Len? Kenapa masih mau mie?"

Ilendra hanya tertawa kecil. "Diet kan nggak harus terus-terusan. Sesekali ngemil nggak apa-apa lah!"

Arza hanya menggelengkan kepala sambil tertawa, lalu mereka berdua keluar dari kosan. Saat pintu tertutup, suasana di dalam kosan sedikit mereda. Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama.

Bimayu yang duduk di meja makan tiba-tiba mengeluh, "Aduh, perut gue udah mulai berisik nih. Kalau mereka lama-lama belanja, gue bisa pingsan, nih."

Arion tertawa kecil, duduk di sebelah Bimayu. "Santai aja, Bang. Kalau mereka nggak balik dalam waktu sejam, kita pesen makanan online aja."

"Setuju!" seru Harvian dari dapur. "Ngapain susah-susah nunggu mereka balik kalau bisa tinggal pesen?"

Chandrana ikut menyela, "Tapi kalau kita pesen sekarang, nanti bahan-bahan yang dibeli keburu mubazir dong."

Percakapan mereka terus berlanjut, semakin ramai dengan ide-ide bercanda dan keluhan kecil soal sarapan yang tertunda. Arion hanya bisa tersenyum mendengar kegaduhan itu. Baginya, inilah momen yang paling ia nikmati—kebersamaan yang hangat dan penuh tawa, meskipun dengan segala kekacauan kecil yang menyertainya.

Waktu terus berjalan, dan Samudra serta Arza akhirnya kembali dengan kantong belanjaan penuh. "Woy! Kami balik! Telur aman!" teriak Samudra saat membuka pintu depan.

Arza berjalan masuk dengan sedikit lesu. "Belanja di pasar pagi-pagi itu capek juga, ya. Gue kira bakal sepi, tapi rame banget."

Harvian segera membantu mereka membawa kantong-kantong belanjaan ke dapur. "Oke, sekarang siapa yang mau masak?"

Bimayu langsung angkat tangan. "Gue nggak jago masak, jadi gue bantu-bantu aja, ya."

Chandrana melangkah ke depan dengan percaya diri. "Gue aja yang masak, tenang. Yang lain tinggal santai."

Ilendra, yang sempat sibuk dengan handphonenya, menatap penuh harap. "Yang penting gue dapat bagian mie instannya, ya."

Suasana semakin riuh ketika mereka semua berkerumun di dapur, beberapa membantu menyiapkan bahan, sementara yang lain hanya bercanda dan mengganggu yang sedang serius bekerja. Di sudut dapur, Lenoel tetap tenang, memandangi mereka semua dengan senyuman tipis, menikmati kebisingan yang ternyata memberikan kenyamanan tersendiri.

"Lo nggak ikutan masak, Bang?" tanya Arion sambil mengangkat alis ke arah temannya yang satu itu.

Lenoel hanya menggelengkan kepala. "Gue lebih suka nonton dari jauh. Lagi pula, dapur penuh sesak kalau gue ikut-ikutan."

Arion tertawa, menyadari bahwa Lenoel memang lebih suka mengamati daripada terlibat langsung dalam kekacauan. "Lo suka nonton orang berantem buat dapet giliran masak, ya?"

Lenoel hanya tersenyum tipis, tak memberikan jawaban verbal, tetapi jelas menikmati momen itu. Meskipun terlihat tidak terlalu ikut campur dalam percakapan, keberadaannya tetap menjadi bagian dari dinamika yang ada di Kosan Sayendra.

Ketika sarapan akhirnya selesai dimasak, mereka semua duduk bersama di ruang makan. Makanan yang tersaji sederhana—nasi, telur, dan sayuran—tapi terasa istimewa karena dimasak bersama-sama. Tawa dan canda terus mengisi ruangan, membuat momen itu terasa lebih berarti.

"Ini sarapan paling rame yang pernah gue rasain," kata Samudra sambil menyendok nasi ke piringnya.

Arza tertawa. "Dan mungkin yang paling riweuh juga."

Arion hanya tersenyum, merasa beruntung memiliki teman-teman seperti mereka. Di tengah segala keriuhan dan kekacauan yang ada, ia mulai merasa bahwa Kosan Sayendra benar-benar menjadi tempat yang memberikan kehangatan—lebih dari sekadar tempat tinggal sementara, tapi juga rumah dengan keluarga yang baru.

Meskipun perasaan tentang keluarganya masih menggantung di pikirannya, Arion menyadari bahwa keberadaan teman-teman ini membantunya melalui hari-hari yang sulit. Dalam keributan dan keceriaan mereka, ia menemukan ketenangan yang ia butuhkan—sesuatu yang, untuk sementara waktu, bisa menggantikan kekosongan yang ia rasakan di dalam hatinya.

Hari itu, di tengah keriuhan dan kebersamaan, Arion merasa lebih ringan. Kosan Sayendra, dengan segala keunikan penghuninya, telah menjadi tempat di mana ia bisa merasa diterima apa adanya.

─────────☆─────────

Simpul dibalik Sayendra's || StrayKids [ END ✅ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang