The Sweetest Revenge | [43. Dengar aku nggak?]

28.5K 4.4K 2.3K
                                    

Haiii

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Haiii. Halooo. 🌸

Temu lagi niwww. Moga nggak bosan-bosan baca scene Kaivan yang masih terus ngejar yaaa. Wkwk.

Oh iyaaa. Kalau cerita ini tamat, kita ngapain ya? :'") Karena Kaivan ini kan cerita penutup Series TSDP. Membayangkannya agak bikin sedih ya. :"""")

Jadi selama Kaivan masih biaa ditemuiii. Jangan pelit-pelit vote dan komen boleh yaaa. 🌸

Dan kasih apiii jugaaa. Yang banyaaak wkwkw. 🔥🔥🔥🔥

***







Kaivan memisahkan diri karena Kanina baru saja dipanggil oleh Kanesha untuk berfoto bersama semua sepupu perempuannya. Di sana, Kaivan duduk bersila di atas karpet, awalnya sendirian, sambil menghabiskan salad buah, yang merupakan mangkuk kedua, yang dibawakan oleh wanita yang ingin dipanggil 'Mama' saat pertama kali menelepon dan mengundangnya datang ke acara.

Mungkin sekitar sepuluh menit, saat Kaivan tengah mengotak-atik layar ponselnya untuk membalas pesan di grup kantor, seorang pria paruh baya hadir di sisinya. Om Hendra, ayah dari dua wanita yang kini tengah berfoto bersama Naureen di bagian depan ruangan.

"Kayi ...." Om Hendra masih mengingat nama kecil Kaivan uang Kanina kenalkan padanya hari itu.

"Halo, Om."

Mendengar sapaan Kaivan, pria itu mengernyit. "Kok, Om? Kenapa nggak Papa?" Dia tampak iri.

Kaivan melepaskan tawa kecil. "Halo, Pa ...." Walau agak canggung, tapi dia mencoba. "Papa apa kabar?"

"Baik .... Baik sekali." Pria itu tersenyum, tatapnya terarah pada kejauhan, pada Kanina yang kini duduk di atas sofa dengan Naureen di pangkuannya. Seorang fotografer mengarahkan gaya. "Apalagi saat melihat Kanina ... bisa kembali tersenyum di tengah acara keluarga." Bisa Kaivan rasakan senyum dalam suaranya. "Kamu tahu? Kehadirannya di sini saja sudah merupakan keajaiban, dan saat melihat dia mampu tersenyum apalagi tertawa ... itu adalah keindahan yang tidak bisa papa ungkapkan dengan kata-kata."

Saat berkata, suaranya terdengar berat. Ujung kalimatnya menghasilkan gerak menyusut sudut-sudut mata. Dan Kaivan mencondongkan tububnya untuk meraih tisu dari tengah ruangan.

"Terima kasih," gumam pria itu seraya menerima tisu pemberian Kaivan. Dia tertawa, seolah-olah tengah menertawakan tingkahnya sekarang. "Pasti terlihat seperti anak kecil ya Papa sekarang? Cengeng sekali."

Kaivan tersenyum. "Air mata adalah doa, Pa, yang sampai pada Tuhan saat kita sedang tidak bisa bicara."

Pria itu, mengangguk-angguk. Dan air matanya kini turun lebih banyak. "Benar ...," gumamnya. "Terima kasih banyak, Kayi. Terima kasih telah menemani langkah Kanina saat dia kembali kepada kami."

The Sweetest RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang