Pipi Hinata merona. Arus listrik yang mendebarkan menyebar melalui kakinya.
Nada bicara Naruto menjadi lebih lembut. Sangat lembut, sampai-sampai membuat kepalanya pusing.
"Aku sudah tidak lagi memiliki burung kolibri. Itu berubah menjadi seekor ayam jantan yang kuat—"
Pletak!
"Akkh!"
Hinata memukul kening Naruto.
"Kakak?!"
Tangan Hinata meremas di samping pinggang, sementara matanya menatap pemuda itu yang memegangi keningnya.
"Maaf, saya harus melakukannya karena Tuan Muda terus menggoda saya."
"Huh? Ini sakit, kau tidak lihat keningku memerah?"
"Tidak ada perubahan warna di kening Anda, Tuan Muda."
Bibir Naruto cemberut. Ekor matanya diam-diam mengamati tangan Hinata yang mulai menyentuh perbannya.
"Aku melakukannya karena Kak Hinata sangat kaku. Kakak seperti berusaha menghindari kontak fisik denganku. Setelah waktu yang sangat lama, ini cukup menyakitkan, karena ternyata hanya aku yang merindukanmu."
Kesimpulan Naruto jelas salah. Boleh jadi dia belum memahami bagaimana konsep etiket antara atasan dan bawahan.
Setiap orang memiliki garis takdir yang disebut kasta. Itu adalah jurang pemisah di mana kehidupan yang indah selalu berada di atas, dan ketidakberuntungan ada di bawahnya.
Seorang pelayan, abdi, atau apapun itu tidak boleh asal menyentuh, melangkahi hal-hal yang diatur oleh etiket.
Jika membicarakan rindu, tanpa aturan tersebut, Hinata bisa jadi akan langsung berlari setelah turun dari kereta dan memeluknya.
"Saya akan membuka perban ini untuk memeriksanya."
Hinata menggulungnya, meletakkan kain tersebut di atas tatami.
Luka Naruto ialah sayatan sepanjang 15 senti, yang secara vertikal melintang dari bawah tulang selangka hingga dadanya.
Lukanya telah menutup dengan baik, dan bukan termasuk luka yang dalam.
"Dulu Kakak juga sering membantuku dalam urusan seperti ini."
Hinata tersenyum mengingat saat itu Naruto selalu menangis.
"Anda berlinang air mata lalu minta ditemani tidur."
"Ta-tapi itu memang sakit. Sangat perih sampai tanganku terbuka dan mengepal dengan sendirinya."
"Hahah, apa sekarang juga sakit?"
Naruto melihat senyum di bibir Hinata mengembang dan matanya bersinar. Gadis itu sudah lebih santai.
"Tidak, tangan Kak Hinata sangat lembut, aku berpikir agar Kakak tidak menghentikannya."
Dia menggosokkan tangan kecil Hinata ke pipinya. Seperti pemburu yang mendorong seekor kelinci ke dalam perangkap, tatapan Naruto begitu teduh hingga tanpa sadar tangan yang semula berada di pipi sekarang sudah berpindah ke depan bibir.
"Kakak, sudah memiliki kekasih?"
Hinata terkejut, "...?"
Terlepas dari detak jantungnya yang berdegup lebih cepat melihat Naruto tiba-tiba mencium telapak tangannya, pertanyaan itu sangat mendadak dan jujur ingin ia hindari.
"Mengapa Anda menanyakannya?"
"Aku ingin tahu. Apakah Kakak juga tetap sendirian setelah sekian waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanficSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...