Suasana tegang menguar di antara para daimyo yang duduk di kursinya masing-masing. Tak ada lampu gantung atau dekorasi berlebihan di sana—hanya lilin-lilin yang menyorot redup, memantulkan bayangan samar di dinding dan memberi kesan misterius pada pertemuan ini.
Naruto, yang sudah duduk dengan tenang, memperhatikan sekeliling.
Fokusnya tertuju pada pria berambut panjang mengenakan hakama putih yang duduk dengan anggun—Orichimaru.
Naruto hanya menyeringai tipis. Di mana pria bernama Uchiha Itachi itu sehingga hanya mengirimkan bayangannya?
Baginya, menggunakan pemeran pengganti seperti ini adalah ciri khas pengecut yang berlindung di balik bayang-bayang.
Itachi pasti ketakutan, sehingga tak berani menampakkan batang hidungnya di depannya.
"..."
Saat itu, pintu geser di belakang ruangan terbuka, memperlihatkan Hashirama, sang shogun, yang masuk dengan langkah tenang namun penuh kewibawaan.
Senyum khasnya terlihat hangat, memberi kesan ramah namun seolah menyembunyikan sesuatu di baliknya.
Hashirama menyambut penghormatan dari para daimyo dengan sedikit anggukan.
"Terima kasih sudah merespons undanganku dengan baik," ucapnya seolah berusaha mengurai suasana formal yang kaku. "Semoga malam ini kita dapat mencapai pemahaman bersama demi rakyat yang kita pimpin, hahahah ...."
Naruto hanya memberi anggukan singkat, acuh tak acuh, bahkan matanya tampak sesekali memejam—seolah tak peduli.
Setelah sapaan singkat itu, Hashirama memulai diskusi tentang tujuan pertemuan; rekonsiliasi dan pemekaran wilayah.
Dengan bijak, dia membahas dampak peperangan terhadap rakyat, menekankan pentingnya stabilitas dan kesejahteraan di tengah ambisi para daimyo yang terus ingin memperluas kekuasaan mereka.
"Semakin besar wilayah yang kita kendalikan, semakin besar pula tanggung jawab kita untuk memastikan kedamaian di dalamnya." Ujarnya, nada tak menyetujui ekspansi yang dilakukan melalui perang terasa sangat janggal.
Dari sudut ruangan, Jigen, daimyo dari Buzen, menanggapi dengan nada sinis yang tajam.
"Dengan segala hormat, Shogun ... perdamaian bukanlah hal yang bisa diraih dengan duduk dan berdiam diri. Ada kalanya perang dibutuhkan untuk membentuk wilayah baru, memberi rakyat pemimpin yang lebih kuat dan masa depan yang lebih menjanjikan." Katanya sembari menyilangkan tangan, matanya menatap Hashirama dengan penuh keyakinan.
Hashirama membalas tatapan Jigen dengan pandangan tenang, tetapi sebelum ia sempat menjawab, 'daimyo pengganti' dari Owari—sosok dengan mata setajam elang yang tak menyiratkan ekspresi apa pun—menyela dengan suara yang halus.
"Tentu saja, Owari sangat mendukung perdamaian," katanya dengan senyum tipis yang samar. "Kami percaya bahwa satu-satunya cara mencapai kedamaian sejati adalah di bawah kepemimpinan yang kuat dan bijaksana ... dan hanya Owari yang dapat membawa kedamaian itu."
Naruto tak bisa menahan tawa kecilnya, membuat semua kepala menoleh ke arahnya.
Ia menyilangkan tangan di dada dan tersenyum mengejek, "Kedamaian dari Owari?" ucapnya, nadanya cukup sinis. "Menarik sekali. Dari klan yang dikenal senang melancarkan serangan rahasia ... sekarang berbicara soal kedamaian? Sungguh ... ironis." Naruto menatap tajam ke arah Orochimaru.
"Menyembunyikan daimyo asli di balik bayang-bayang, berbicara soal perdamaian. Kedamaian semacam itu sepertinya hanya alasan bagi mereka yang takut menghadapi ancaman secara langsung."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanfictionSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...