Sesuai kesepakatan, esoknya Hinata pergi ke barak pengungsian. Kabut tipis melayang di sekitar rombongan mereka saat tiba di tempat ini. Udara malam yang dingin, ditambah suasana yang sunyi, seolah-olah barak ini terlindung di balik tirai yang lembut dan samar.
"Aku dan Shizune akan mengangkat peti ini. Kalian bisa membawa yang lebih besar."
"Baik!"
Hinata menggulung lengannya—bersiap mengangkat perbekalan obat-obatan di dalam peti ke dalam. Selain itu, mereka juga membawa berbagai bahan makanan yang akan dimasak besok untuk anak-anak. Rombongan Hinata terdiri dari lima orang; ia dan Shizune yang naik kereta, kusir, serta dua samurai utusan Naruto yang menunggangi kuda masing-masing. Keduanya bertugas mengawasi sekaligus menjaga Hinata baik dari jauh maupun jarak dekat.
.
Paginya, cahaya matahari mengintip lembut di antara pepohonan, menyinari barak pengungsian yang terbuat dari kayu dan atap jerami.
Aroma tanah basah dari hujan semalam, masih tercium samar. Hinata berjalan bersama Shizune menyusuri halaman, melihat beberapa petugas pembantu telah berkumpul di titik yang ditentukan. Hinata sengaja mengumpulkan mereka untuk memberi arahan terkait langkah-langkah apa saja yang perlu diambil.
"Hal pertama, kita perlu memeriksa sumber air di sekitar sini, memastikan tidak ada kontaminasi." Ujar Hinata dengan wajah serius. "Selain itu, pemantauan perkembangan kondisi pasien setelah meminum ramuan juga penting. Jika ada darah yang keluar, kita harus mengambilnya sebagai sampel untuk diperiksa lebih lanjut."
Petugas pembantu turut mengangguk—memahami. Masing-masing lantas bergegas menyiapkan peralatan, sementara Hinata tampak memasuki salah satu barak.
Di sana, pasien-pasien berbaring di atas tikar anyaman yang sederhana. Atensi Hinata langsung tertuju pada seorang ibu hamil yang tampak kelelahan. Hinata menghampirinya dengan penuh empati, memeriksa denyut nadi janinnya, dan berbicara dengan nada yang lembut.
Setelah melakukan beberapa pemeriksaan terhadap pasien lain, Hinata dan Shizune keluar dari barak.
Di halaman, anak kecil terlihat bermain dengan riang. Tawanya lepas, meskipun situasi di sekitar mereka penuh ketidakpastian.
Pemandangan itu membuat hati Hinata merasa tersentuh, ia jadi berpikir bagaimana kalau ia memberi mereka sedikit hadiah kecil.
"Shizune," bisik Hinata penuh semangat.
"Ya, Nona?"
"Bagaimana kalau kita membuat gyoza untuk anak-anak ini?"
Shizune tersenyum, mereka membawa sedikit daging yang bisa diolah sebagai gyoza. Itu ide yang menarik mengingat makanan di pengungsian didominasi oleh sayur dan ikan kering.
Hinata dan Shizune lalu bekerja sama di dapur umum barak. Dengan penuh semangat, tangan mereka cekatan mengolah adonan gyoza dan mengisi lipatannya dengan daging serta sayuran.
Aroma yang harum mengundang anak-anak yang semula berada di lapangan, saling mengintip di balik jendela dapur dengan mata berbinar.
Para sore hari, setelah semua gyoza-nya matang, dengan penuh kasih Hinata membagikan gyoza-gyoza itu.
Melihat kegembiraan di mata mereka, Hinata merasakan hangat di hatinya—seolah, menemukan kembali kepingan kebahagiaan yang telah lama hilang.
Setelahnya, Hinata bahkan bergabung dengan anak-anak itu, berlari kecil sambil tertawa. Anak-anak juga sangat gembira, dan suara tawa mereka memenuhi halaman barak.
.
.
Malam pun tiba. Langit cukup cerah dihiasi gemintang yang berkelip samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
Hayran KurguSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...