"To-tolong lepaskan saya ...."
"Kamu tidak bisa keluar dengan baju yang basah."
Meski pahit, itu adalah kebenaran. Seorang wanita sekali pun memiliki wajah yang polos, jika memakai baju yang cabul dan mempertontonkan bagian tubuhnya akan dianggap sebagai pelacur.
"Di sini juga tidak buruk, Kak."
Hinata menggerakkan lengannya—berharap Naruto tidak mendekapnya seperti ini.
Lagipula, mereka bukan anak-anak. Hal begini tidaklah pantas dilakukan oleh sepasang orang dewasa yang tidak memiliki ikatan apa pun.
"Sa-saya akan berteriak."
"Dan membiarkan prajurit melihat tubuhmu? Kakak yakin? Jika ya, dengan senang hati aku akan membantu."
Sambil berkata demikian, seringai di bibir Naruto mengembang. Satu-satunya hal yang ditawarkannya adalah mandi bersama. Bukan keluar salah satu, atau punggungnya terus digosok satu arah.
Bagi Hinata ini adalah situasi yang buruk. Bagaimana mungkin tuan muda bisa memperlakukannya seperti ini? Anak kecil yang cengeng itu sekarang berani mengancamnya?
"Kakak, jika hanya aku yang telanjang, bukankah itu bentuk ketidaksopanan yang besar?"
Terkesiap!
Meski tubuhnya basah, bulu di tengkuknya berdiri. Naruto menarik ikatan gaun Hinata dengan mudah, sehingga selembar kain yang hanya dililit oleh obi langsung jatuh, dan bagian kerahnya menuruni bahunya.
"To-tolong hentikan, Tuan Muda!" Hinata dengan cepat berbalik, menutupi dadanya menggunakan satu lengan.
Sikap buru-burunya membuatnya tidak sadar bila mengambil keputusan yang salah. Dengan posisi yang saling berhadapan, tentu Naruto bisa lebih leluasa menikmati keindahan tubuh di depannya.
Alhasil pria itu kembali menyeringai.
Ini pemandangan yang bagus.
"A-apa yang sebenarnya ingin Anda lakukan?"
Naruto tidak menjawab, hanya bergerak ke mana arah Hinata mundur.
Setelah menyeret pinggulnya dua kali, punggungnya membentur tepian bak mandi yang menyadarkannya jika telah sampai ujung.
Hinata terdesak. Tidak ada pilihan lain, kecuali tanpa tahu malu berlari keluar dan membiarkan orang-orang berpikir dia adalah orang gila.
"Sa-saya mohon—"
Permohonan Hinata sebatas disambut mata yang berbinar-binar. Iris biru tersebur menyala seperti mata hewan buas saat menemukan mangsa yang menggiurkan.
Mungkin, dalam penglihatan Naruto, Hinata adalah seekor ikan mas yang berenang di kolam yang jernih. Mata yang menatap buruannya dengan lapar—Hinata tahu tidak ada kemungkinan lain selain pria itu akan menariknya keluar, meletakkannnya di atas talenan, lalu melahapnya dengan rakus.
"Jika Anda melakukan ini, itu sama hal melukai harga diri Anda."
"Hmm?"
Mata Hinata memejam. Napas Naruto yang hangat berembus di atas cuping telinganya yang memerah.
"Tidak ada harga diri yang terluka hanya karena membantu orang mandi. Bukankah membalas kebaikan orang lain juga termasuk merawat harga diri?"
Entah sejak kapan Naruto mengambil spons tersebut. Tangannya yang besar meremasnya dan menghasilkan busa yang sangat banyak.
Mata Hinata bergerak waspada. Dia seperti bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Ahh—!"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanfictionSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...