Bab 6 (Sweet Cruelty)

637 105 37
                                    

Setelah pulang dari pasar gelap, Hinata tidak mau berbicara apalagi menemui Naruto.

Ancaman mengurungnya di jeruji dan menawarkannya sebagai bunga yang dijual sangat tidak lucu.

Bukankah ketika mencintai seseorang, normalnya kau merawatnya seperti bunga yang hidup di dalam kaca?

Selama ini, ada banyak resep obat yang dia pelajari. Dari beberapa tumbuhan yang hanya bisa ditemukan di hutan, sebagian masih menjadi komposisi rahasia. Ternyata, ada yang lebih sulit ditebak dari ramuan-ramuan itu, yaitu pemikiran Naruto.

"Angkat bejananya dengan benar!"

Tujuh pria yang hanya mengenakan celana panjang berderet rapi mengangkat guci dari tanah liat yang berisi air di atas kepala masing-masing.

Hari masih sangat pagi. Tanah di bawah kaki mereka masih sedikit basah sebab semalam hujan mengguyur sampai dini hari.

Di bawah kemuning dedaunan yang rontok karena rantingnya mengering, lelaki berambut pirang tersebut mengangkat busur panahnya tinggi-tinggi: membidik—walau sebetulnya matanya telah ditutup menggunakan kain hitam agar tak bisa melihat di mana dan siapa targetnya.

Sama hal ketujuh pria tadi, Naruto juga bertelanjang dada. Kulitnya yang kecokelatan mengilap di bawah sinar matahari—tetesan keringatnya yang licin mengalir di atas lekukan otot perutnya, sangat menenawan, mengingat pria itu memiliki fisik yang mengesankan.

Seharusnya Naruto juga kedinginan, tetapi daimyo telah memulai pelajaran bagi para prajurit sejak pagi buta. Mereka disuruh tolak angkat seratus kali menggunakan satu tangan, dan mengitari kastel sebanyak dua puluh kali.

Ketika pikirannya penuh, daimyo sering kali melakukan hal-hal di luar nalar. Bahkan dia tidak peduli jika anak panah yang dia lesatkan dengan mata tertutup akan mengenai prajurit yang selama ini setia kepadanya.

Woshhh ...!

Satu anak panah bersahil memecah satu ember air di atas kepala prajurit berambut panjang—seketika tubuhnya menjadi basah.

"Bi-bidikan yang bagus, Tuanku."

Sebetulnya tubuh pria itu menggigil karena takut, tetapi, dia berusaha memuji pria yang 13 tahun lebih muda darinya tersebut agar suasana hatinya kembali membaik. 

.

"Ko-Komandan Neji telah kembali!"

"Benarkah?"

"Cepat beritahu dia agar segera menghentikan kegilaan Tuan Muda."

Gerbang utama Kastel Uzumaki terbuka. Pintu setinggi lima meter yang terbuat dari kayu oak ditarik oleh dua prajurit yang bersiaga di depan gerbang.

Seekor kuda hitam bertubuh besar melintas dengan kecepatan sedang. Di atasnya, pria berambut panjang terkuncir menunggangi kuda segera menuju tempat di mana kuda-kuda biasanya beristirahat.

"Selamat datang kembali, Komandan."

Seorang penjaga kandang mengambil alih tali kekang untuk mengikat kuda hitam Neji pada sebatang pohon guna memandikannya. Beberapa prajurit langsung menghampiri pria berkulit pucat itu, menyampaikan bahwa daimyo sedang menyiksa beberapa bushi dengan menjadikan mereka target panah.

"Ko-Komandan, selamat datang kembali!"

Melihat raut tegang di wajah prajuritnya, Neji langsung bisa menebak apa yang sedang terjadi.

"Di mana tuan muda?"

"Daimyo sedang berlatih memanah. Ta-tapi beliau menggunakan para prajurit sebagai sasarannya!"

YOUNG MASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang