Di bawah langit yang muram, di dalam ruangan keluarga Uchiha yang remang, malam itu hujan turun deras disertai kilat yang sesekali menerangi malam.
Seorang bocah laki-laki terlihat berdiri di balik pintu geser, tubuhnya kecil, namun penuh amarah terpendam.
Orochimaru kala itu baru berusia sepuluh tahun, menyaksikan sosok ibunya, Izumi, yang berdiri di tengah ruangan, menentang keputusan kepala keluarga, yang tak lain adalah kakeknya, Raizen.
"Daimyo hanya berasal dari keturunan garis utama, dari putra pilihan! Mengapa kau masih mempertanyakan itu, Izumi?" suara Raizen terdengar bergema di tengah riuhnya petir. Dia berdiri angkuh, matanya tajam bagai elang yang tak mengenal belas kasihan.
Izumi, sebetulnya hanya ingin menanyakan hak Orochimaru sebagai anak lelaki tertua dalam keluarga.
Memang, dalam sejarah klan Uchiha selalu mengambil penerus berdasar garis keturunan laki-laki; dengan kata lain, setelah adiknya—Fugaku—tahta itu akan jatuh pada putranya, Itachi, yang kini berusia delapan tahun.
Dalam diam, Izumi menunduk dalam-dalam, menahan amarah dan rasa malu yang terus menyala di hatinya.
"Ayahanda, putraku juga keturunan Uchiha. Mengapa Ayah selalu menutup mata pada kemampuannya?"
Raizen adalah sosok yang kaku, penganut prinsip konservatif yang mempertahankan nilai-nilai lama dari Uchiha pendahulu. Dia tidak membenci Orochimaru, tidak pula menyayanginya. Dia hanya marah karena Izumi membangkang. Apa yang ditetapkan oleh takdir, adalah garis lurus yang tidak boleh dibengkokkan.
"Izumi," suara Raizen terdengar dingin dan tajam, "tugas Orochimaru bukan menjadi pemimpin. Dia dilahirkan untuk melindungi keluarga ini—melindungi pewaris yang sah. Hanya itu nilainya."
"Tapi, Ayah, Orochimaru juga memiliki darah Uchiha yang sama. Putraku juga pantas mendapatkan tempat!"
"Izumi!"
Perempuan berambut hitam itu tergemap, "...!"
"Tidak akan pernah ada dua matahari di keluarga ini. Putramu hanyalah bayangan yang ditakdirkan untuk setia dan patuh pada cahaya. Jika kau menginginkan lebih, bawa anakmu keluar dari rumah ini!"
Kata-kata itu menusuk hati Orochimaru kecil. Di balik pintu, amarah yang menggelegak hampir membuatnya tak mampu menahan diri untuk tidak masuk ke ruangan. Namun kaki kecilnya gemetar, belum sanggup menentang sang kakek.
Izumi menatap Raizen tajam, sepertinya wanita itu benar-benar muak pada tradisi keluarganya yang patriarki.
"Ayah ... hanya melihat darah, bukan kemampuan. Orichimaru adalah anak yang kuat, dia punya potensi besar, lebih besar dari keturunan adikku!"
Raizen tersenyum sinis. Lalu tanpa peringatan mengayunkan tangannya, menampar wajah Izumi keras hingga dia terhuyung ke belakang.
Tamparan itu begitu keras sampai-sampai darah menetes dari sudut bibirnya. Namun, Izumi tetap berdiri, walau wajahnya kini terluka dan matanya basah oleh air mata yang ditahannya.
"Kau berani menentangku, Izumi?" Raizen berkata, matanya memancarkan amarah dan penghinaan. "Kau lupa tempatmu! Putramu hanyalah bayangan, dan selamanya akan tetap begitu. Hanya ada satu Uchiha yang menjadi terang, dan itu bukan anakmu."
Di balik pintu, Orochimaru menggigit bibirnya hingga berdarah, menahan diri dari berteriak. Hatinya hancur, melihat ibunya sendiri terluka dan diperlakukan seperti itu.
Ia merasakan kebencian membakar hatinya, jantungnya berdegup dengan kencang. Orochimaru menggenggam erat kain pakaiannya, menahan diri agar tidak menerjang kakeknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanfictionSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...