"Tunggu ... siapa Anda? Anda yang membuat keributan di luar sana?"
"Kakak benar-benar tidak mengenaliku?"
Nada suara Naruto terdengar getir, matanya menyiratkan luka yang dalam.
Hinata memandangnya dengan ketakutan. Irisnya membulat penuh, sementara air mata mengalir di pipinya.
Ia menggeleng pelan, tubuhnya sedikit menggeliat mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Naruto yang terlalu kuat.
"Aku mencarimu ke manapun, ternyata kau ada di sini!" Suara pemuda itu menjadi lebih emosi.
"...!"
Naruto menghimpit kedua tangan Hinata di atas kepala—menahannya dengan satu cengkeraman yang tak mudah dilepas.
Wajahnya mendekat, iris biru tajamnya menelusuri setiap detail paras sang wanita dengan intensitas yang membuatnya membeku.
"Kakak tidak mengenaliku?!" tanyanya sekali lagi.
Hinata hanya bisa menggeleng pelan sembari menangis. Air mata yang jatuh di sepanjang garis pipinya menggambarkan ketakutannya.
"...?"
Naruto memiringkan kepala, memperhatikan setiap tetes yang mengalir.
Dengan gerakan lambat, satu tangannya yang bebas mengusap pipi Hinata—menyentuh aliran air matanya.
Jemarinya yang kasar menyapu pipi lembut itu, membawa air mata Hinata ke bibirnya.
Naruto menunduk sedikit, terang-terangan ia menjilat air mata yang ada di ujung jari.
Senyum di bibirnya sumbang, hidungnya mendekat, dan suaranya nyaris serak.
"Rasanya pahit, seperti kau yang melupakanku."
Hinata tersentak,
"Kalau begitu, aku akan membuatmu mengingatku lagi, Kak."
Tanpa peringatan, Naruto menunduk lebih dalam. Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, tarikan kuat menghentikannya.
"...!"
Naruto terlempar.
Tubuhnya terhempas ke belakang dengan kekuatan yang cukup untuk membuatnya membentur dinding dengan keras.
Dia meringis, pandangannya buram untuk sesaat. Dan ketika ia mendongak, iris merah menyala menyambutnya.
Itachi berdiri di sana, aura dinginnya memancarkan hasrat ingin membunuh. Mata kelamnya yang berkabut dipenuhi emosi. Di tangannya, sebuah pedang bersinar tajam, baru saja ia cabut dari sarungnya.
Hinata yang melihat kejadian itu segera bangkit dari tempat tidur. Tubuhnya masih gemetar saat ia dengan cepat merapikan kimononya yang kusut.
"..."
Naruto menatap Itachi. Meski, masih meringis menahan rasa sakit di punggungnya, ia mulai tertawa kecil; sebuah tawa yang sarat akan sarkasme.
Naruto menegakkan tubuhnya, senyumnya tercetak miring.
“Oh, lihat siapa yang datang ....”
Ia melangkah maju dengan lambat, tangannya meraih gagang pedang yang tergantung di pinggangnya.
Naruto mencabut katana itu, dan langsung mengacungkannya ke arah Itachi.
“Kau benar-benar rendahan, Uchiha. Pria sejati tidak mencuri yang bukan milik mereka, tapi, membuktikannya melalui kekuatan!” Naruto menyeringai lebar, “Hanya pengecut yang akan menculik wanita orang lain!”

KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanfictionSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...