Bab 35

627 76 36
                                    

Di dalam hutan atmosfer terasa mencekam. Udara dingin menusuk kulit, dan suara dedaunan yang bergesekan diterpa angin menjadi satu-satunya suara yang menemani pendengaran.

Naruto tergeletak di tanah yang lembap, percikan darah mengotori pakaian dan tangannya yang masih memegang pedang dengan erat. Napasnya terengah-engah, dadanya naik-turun seperti pria yang berusaha mencengkeram hidupnya yang perlahan memudar.

Sial, berapa prajurit yang baru dia bunuh?

Mata birunya terangkat ke atas, menatap langit malam yang dihiasi bulan sabit pucat.

Sekujur tubuhnya terasa sakit, tapi itu tak sebanding dengan pedih yang mencengkeram dadanya. Luka fisik bisa disembuhkan, tapi luka dari pengkhianatan itu ... dari seseorang yang ia percayai lebih dari siapa pun ... Neji? Bagaimana mungkin?

Naruto menghentakkan tangannya ke tanah. Bayangan Neji terus membayang di pikirannya. Dunia memang tidak memberi apa yang kita inginkan kecuali kau memilihnya sendiri. Dan Naruto, tidak menyangka membesarkan seekor anjing yang berani menggigit tuannya.

"KEPARAT!"

Bulan di atas seolah menatapnya dengan dingin, memecundanginya. Napas Naruto semakin berat, penglihatannya mulai kabur. Dunia di sekitarnya memudar menjadi bayangan hitam yang menyelimuti.

"Aku tidak akan memaafkanmu, Neji ...." gumamnya pelan, sebelum akhirnya matanya tertutup, dan ia jatuh pingsan di tengah hutan, sendirian.

Angin malam bertiup lembut menggoyang rambut Naruto, membawa aroma darah segar ke sisi yang lain.

Jika saat itu ia ditemukan, maka, riwayatnya dipastikan telah tamat.

.

.

.

Tiga bulan kemudian,

Musim semi kali ini terasa berbeda di Owari. Kabar besar beredar, menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut. Di kedai-kedai, pasar-pasar, hingga persimpangan jalan, semua orang membicarakan hal yang sama—pernikahan daimyo mereka, Itachi Uchiha.

"Siapa gadis yang berhasil menaklukkan hati Itachi-sama?" bisik seorang perempuan tua di pasar, matanya berbinar penuh rasa ingin tahu.

"Kudengar, dia seorang yatim piatu dari tempat yang jauh," jawab seorang pedagang kain, suaranya merendah seolah menyampaikan sebuah rahasia besar.

"Sungguh? Woaah, dia pasti reinkarnasi seorang dewi. Dia sangat beruntung."

"Ya, kudengar dia memang sangat cantik."

Namun, keriuhan di luar tidak sebanding dengan keheningan yang menyelimuti kastel. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup, khidmat, hanya dihadiri keluarga inti dan pejabat tinggi Owari. Tidak ada kemewahan yang mencolok, hanya ritual sederhana namun sakral di kuil kecil yang tersembunyi di dalam kastel.

.

Di kamarnya, Hinata duduk diam menghadap sebuah cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya yang begitu anggun dalam balutan kimono putih pernikahan.

Gaun ini dikenal sebagai shiromuku, terbuat dari kain sutra yang halus, dan menggambarkan kemurnian yang elegan. Rambutnya disanggul rapi, tertutupi tudung putih 'wataboshi' yang biasa dikenakan untuk menjaga wajah pengantin wanita dari pandangan orang lain.

Di sudut ruangan, seorang pelayan wanita yang sudah berumur berdiri dengan sopan. Dialah kepala rumah tangga kastel, yang ditugaskan menemani Hinata hingga ke altar.

"Nona Hinata," panggil pelayan itu lembut, "Sudah saatnya."

Hinata pun mengangguk pelan, ia lantas berdiri dan melangkah saat tangan wanita paruh baya itu melingkar di lengannya. 

YOUNG MASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang