Naruto baru kembali dari pertemuan panjang setelah tengah malam.
Dengan raut lelah di wajahnya, pemuda itu berjalan pelan menuju kamarnya sembari memijat tengkuk, dan sesekali mengembus napas pelan. Atmosfer terasa sangata hening. Ia bahkan tak mendengar bahagaimana dersik angin menggoyang dedaunan secara perlahan.
Sampaidi depan pintu, pemandangan di depannya sekilas membuatnya terusik.
"...?"
Rasa aneh menyusup ke dalam benaknya menyadari pintu kamarnya terbuka separuh.
Naruto berhenti, berdiri tegak sambil menatap pintu itu dengan saksama—mencoba mendengarkan suara-suara yang mungkin berasal dari dalam.
Di tengah keheningan itu, kerutan tercipta di dahinya, tangannya lalu terulur pelan, mendorong pintu hingga terbuka penuh.
Pikiran pertamanya adalah, Hinata masih berada di dalam—mungkin sedang tertidur sambil menunggunya kembali.
"Kakak?" panggilnya dengan suara yang sangat lembut. Naruto terlihat melonggarkan ikat hakama-nya dan berjalan mendekati ranjang.
Sebuah senyum tipis terbit di bibirnya, membayangkan bahwa malam ini ia akan kembali memeluk wanita itu sampai pagi.
Saat melintasi meja, matanya tanpa sengaja tertuju ke sana, di mana makanan-makanan itu masih utuh dan sama sekali belum tersentuh. Seketika, firasat buruk menyergapnya. Hinata tidak memakannya?
"Kakak?" ulangnya dengan nada yang lebih tegas.
Kamar itu benar-benar kosong, menyisakan keheningan bersama sisa aroma dari makanan yang dingin.
Saat ia berbalik, sesuatu yang tergeletak di dekat pintu menarik perhatiannya. Sebuah benda kecil mengkilat, terpantul cahaya dari luar. Naruto menunduk, pupilnya kontan membola mengenali anting tersebut adalah yang biasa Hinata pakai.
Perasaan cemasnya meningkat pesat. Jantungnya berdegup lebih cepat. Anting itu bukan dijatuhkan dengan sengaja, melainkan sebuah petunjuk bila sesuatu yang buruk mungkin telah terjadi.
"Kakak?!"
Dengan cepat, Naruto menyimpan anting itu di genggaman, dan bergegas menuju kamar Hinata. Ia berharap wanita itu benar-benar ada di sana sekarang.
.
"Prajurit! Di mana Hinata?"
Begitu ia membuka pintu kamar Hinata dan mendapati ruangan itu kosong, detak jantungnya dipacu ke titik tertinggi. Wajahnya menegang.
Para prajurit yang kebetulan sedang berpatroli di sekitar sana saling berpandangan sejenak, wajah mereka mencerminkan kebingungan.
"Ma-maaf, Daimyo," salah seorang prajurit berbicara pelan, "tapi ... kami tidak melihat Nona Hinata sejak kemarin malam."
Naruto mengepalkan tangan, merasakan gejolak emosi yang memuncak. Mungkinkah Hinata mencoba kabur lagi?
"Cari dia sekarang! Periksa seluruh penjuru kastel!" Perintah sang daimyo dengan nada yang tak bisa ditawar. Suaranya menggema di sepanjang koridor, dan para prajurit langsung bergerak cepat, menyebar ke segala arah.
Namun, waktu berlalu tanpa hasil. Kegaduhan mulai menyebar di penjuru kastel. Naruto berdiri diam di tengah kekacauan itu, kedua tangannya mengepal, memendam rasa marah yang semakin menekan dadanya.
Dengan langkah cepat, ia menuju ruangan Neji.
Tanpa menunggu pria itu menyambut, Naruto langsung berbicara dengan suara berat, "Neji, siapkan perjalananku ke Owari. Kita berangkat malam ini juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanfictionSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...