Bab 32

383 61 20
                                    

Di halaman latihan istana shogun yang luas, udara dingin berembus pelan. Di tengah arena, Hashirama berdiri tegap, memegang pedang kayu di tangannya dengan sikap santai namun penuh kewaspadaan. Matanya tajam, mengawasi Naruto yang berusaha menyerangnya dengan teknik jarak pendek.

Napas mereka berdua tampak beruap, membentuk kabut kecil di udara beku. Langit abu-abu yang suram menambah kesan sunyi, sementara derak salju terdengar setiap kali mereka melangkah di atas lapangan berlapis es.

Naruto menyerang, mencoba mengayunkan pedang kayu di tangannya dengan kekuatan penuh. Namun, serangannya terlalu mudah ditebak. Dengan satu gerakan ringan, Hashirama memutar tubuhnya, menghindari serangan itu dengan elegan, lalu, menahan pedang Naruto menggunakan ujung pedangnya sendiri. Dentingan kayu bergema, disertai langkah kaki Naruto yang goyah akibat dorongan balik.

"Lemah," ujar Hashirama datar—ada sedikit senyum mengejek di wajahnya. "Kau hanya menggunakan separuh tenaga. Apa kau ingin Itachi menertawakanmu dua kali?"

Naruto mengerutkan keningnya, menggenggam pedangnya lebih erat. "Aku serius! Jangan meremehkanku!" Serangannya berikutnya lebih cepat, mencoba menusuk ke arah perut Hashirama, namun sang shogun dengan mudah menepisnya, memutar pedangnya, dan hampir menjatuhkan senjata Naruto dari tangan.

"Serius, katamu?" Hashirama menyandarkan pedang kayunya di bahunya, langkahnya santai mendekati Naruto. "Seranganmu terlalu kaku, Daimyo. Tenagamu belum sepenuhnya keluar, dan kau terlalu terpaku pada niat menyerang. Pertarungan itu soal insting, bukan sekadar otot dan teknik. Kalau kau bertarung seperti ini melawan Itachi, kau akan mati dua kali, bahkan sebelum kau sempat menghunuskan pedangmu." Nada suara Hashirama kini lebih tajam, membuat Naruto menggertakkan giginya.

"..."

Naruto menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya. Ia melangkah mundur, menyesuaikan posisi kakinya. Matanya sekarang lebih fokus, memperhatikan setiap gerakan Hashirama. Dalam hati, ia tahu shogun di depannya ini bukanlah lawan biasa. Bukan hanya karena Hashirama adalah keturunan Senju—klan yang pernah menyamai kekuatan Owari dalam kejayaannya—tapi juga karena Hashirama dikenal sebagai petarung legendaris. Konon, selama hidupnya, tidak sekalipun rambutnya terpotong oleh pedang musuh. Ia tak terkalahkan di medan perang.

Hashirama tersenyum tipis melihat perubahan kecil dalam sikap Naruto, "Nah, begitu lebih baik. Fokus. Rasakan gerakan lawanmu, dan jangan biarkan emosimu menguasaimu."

Naruto mengangguk, matanya menatap tajam. Ia melangkah cepat ke depan, berpura-pura menyerang ke arah kiri. Namun dengan cekatan, ia mengubah arahnya ke kanan, mencoba mengecoh Hashirama. Kali ini, gerakannya lebih ringan, jauh tak terduga.

"Bagus. Tapi kau masih harus belajar lebih banyak." Dengan gerakan yang hampir mustahil untuk diikuti mata, Hashirama memutar pedangnya dan menekannya ke bahu Naruto, membuat pemuda itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke tanah.

"Argh!" Naruto meringis, menekan bahunya yang terasa sakit. Ia mendongak dengan napas terengah-engah, "Kau benar-benar tidak memberi ampun, ya?" gumamnya dengan kesal.

Hashirama tertawa kecil, lalu menjulurkan tangannya untuk membantu Naruto berdiri.

.

.

.

Langit di atas Kastel Owari tampak muram, diselimuti awan hitam pekat yang seolah ikut merasakan duka mendalam yang menyelimuti tanah di bawahnya.

Di belakang Itachi, Hinata melangkah pelan. Kakinya hampir tidak mengeluarkan suara di atas tanah berbatu yang beku. Pandangannya tertuju pada punggung kokoh pria itu—yang hari ini kentara cukup rapuh.

YOUNG MASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang