Naruto baru saja memulai makan malamnya, saat suara yang memohon untuk masuk, terdengar dari balik shoji yang tertutup rapat.
Malam itu, dua pengawal yang ditugaskan menjaga Hinata kembali ke kediaman Naruto dengan wajah pucat. Mereka menunduk dalam-dalam, tubuh mereka menggigil, dan tangan yang gemetar mengepal di samping tubuh. Saat keduanya dipersilakan masuk, pandangan dua prajurit itu sejenak bertemu dengan mata tajam Naruto yang duduk di depan meja, sedang menyantap semangkuk sup panas.
Melihat ekspresi takut di wajah keduanya, kening Naruto berkerut, penasaran.
"Ada apa? Kenapa kalian terlihat seperti itu? Bagaimana keadaan di barak penampungan?" tanyanya, suaranya lebih rendah dari biasa.
Salah satu prajurit dengan susah payah menelan ludah, suaranya tercekat di tenggorokan, "A-ampuni kami, Tuan, tapi ... Nona ... Nona Hinata menghilang. Kami telah mencarinya hingga hutan perbatasan, namun sampai detik terakhir, kami belum juga menemukan keberadaannya. Nona Hinata ... dia berhasil kabur!"
Hening sejenak. Pandangan Naruto mengeras. Tanpa kata, tangannya bergerak dengan cepat dan melemparkan mangkuk sup di tangannya.
Mangkuk itu terbang melintasi meja, menabrak wajah salah satu pengawal dan tumpah memenuhi wajahnya dengan sup panas.
"Dasar bodoh! Kalian tahu seberapa pentingnya dia, dan kalian membiarkannya hilang begitu saja?!"
Kedua prajurit langsung bersujud, kening mereka menyentuh lantai.
Rasa perih dari pecahan mangkuk yang menancap di mata tidak lagi dirasa. Hanya suara pelan yang keluar dari bibirnya yang merintih, "A-ampuni kami, Tuanku! Kami lalai. Tolong beri kami kesempatan lagi! Kami akan mencari sekuat tenaga hingga menemukan Nona Hinata."
Pengawal yang tidak terluka juga merasakan ketakutan yang sama. Ia memohon dengan suara serak, "Ampuni kami, Daimyo! Kami tak bermaksud lalai ... kami hanya ... memohon belas kasihan Anda!"
Naruto berdiri perlahan, wajahnya penuh amarah yang mengancam. Kedua tangannya mengepal kuat, rahangnya menegang seolah menahan gejolak yang membakar dadanya.
"Belas kasihan?" katanya dingin, suaranya rendah, namun bisa membuat semua orang di ruangan itu merinding. "Kalian bahkan tak bisa menjaga satu orang wanita. Lalu sekarang berani-beraninya kalian minta belas kasihan dariku? Yah, tentu, AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN. DI MANA PEDANGKU? NEJI!"
Naruto mengalihkan pandangannya pada lelaki Hyuga yang juga berada di ruangan itu. Seketika, ruang makan dipenuhi suasana yang mencekam. Neji, yang namanya baru saja dipanggil merasakan bahwa hawa ini sama sekali tidak baik. Dia tahu jika Naruto sudah terlampau murka.
"Kau tidak mendengarku?!"
Melihat situasi yang semakin tegang, Neji segera maju selangkah dan menunduk dalam-dalam.
Bagaimanapun, mereka salah. Tapi, tidak dibenarkan juga jika daimyo langsung menghabisi mereka sebagai penghakiman.
Neji membungkuk di depan Naruto, "Tuan Muda, maafkan kelancangan saya. Tapi, saya mohon, berikan mereka kesempatan untuk menebus kesalahan mereka. Ini adalah kesalahan yang tak termaafkan, tetapi hukuman itu bisa sementara ditangguhkan."
Naruto menatap tajam ke arah Neji, "Kau ... mencoba membela mereka?" desisnya, suaranya penuh dengan peringatan. "Ini sudah melampaui batas kelalaian. Mereka telah mengecewakanku, dan aku tak bisa mentoleransi kegagalan yang begitu bodoh."
Neji menunduk lebih dalam, "Daimyo, sesuai yang kita bicarakan sebelumnya. Kita membutuhkan banyak pasukan untuk persiapan perang. Selama ini, Owari lebih banyak menyediakan samurai-samurainya untuk shogun dan kaisar. Kedua petinggi itu akan lebih berpihak kepada mereka. Satu prajurit menjadi sangat penting."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanfictionSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...