Suara langkah kaki dari luar pintu membangunkan Naruto dari lamunan.
Salah satu prajurit mendekat, membungkuk dengan hormat di ambang pintu.
"Naruto-sama, Nona Hinata telah kembali."
Mendengarnya, tanpa menunggu penjelasan lebih lanjut, Naruto bergegas keluar dari ruangan.
Tubuhnya masih sedikit tak stabil karena minum sake terlalu banyak. Tapi, ketergesaan yang memuncak dalam dirinya tak tertahankan.
Langkahnya semakin cepat menuju pelataran depan, dan di sana, di bawah sinar senja, Hinata berdiri dengan Neji berada di sampingnya.
"Ka-Kakak ...."
Naruto berhenti di depan mereka. Terdiam sejenak, melihat Hinata seolah memastikan bahwa ini merupakan kenyataan.
Dia tidak sedang berkhayal karena mabuk. Perempuan ini benar-benar ada di depannya, dan itu bukanlah halusinasi.
Tubuhnya sedikit gemetar, tapi daimyo lekas menutupi emosi itu dengan menahan napas.
Akhirnya, dia mengangguk, berusaha menampilkan sikap tegar di balik wajahnya yang memerah.
"Kau berhasil, Neji."
Neji menundukkan kepala dengan hormat, "Seperti yang Anda minta, Tuanku."
"Bebaskan dua prajurit itu!" Perintahnya kemudian kepada prajurit di sekeliling.
Para penjaga langsung bergerak menjalankan titahnya.
Neji kemudian undur diri, namun sebelum pergi, ia sempat menatap Naruto sejenak, mengucapkan rasa terima kasihnya dengan dingin namun sopan.
Saat Neji benar-benar pergi, Naruto mendekat pada Hinata, wajahnya yang masih memerah tampak lebih lembut dari biasanya.
"Kakak baik-baik saja?" tanyanya pelan, sambil mengamati gadis itu. Ada perhatian di matanya yang samar, seakan Naruto benar-benar menunjukkan kepeduliannya. Tangannya terangkat pelan, hendak menyentuh pipinya dengan lembut.
"...!"
Namun, sebelum tangannya sampai, Hinata memalingkan wajah.
"...?"
Bahunya yang sedikit bergetar tentu tidak luput dari pandangan Naruto.
Melihat sikap itu, senyum di bibir sang daimyo sedikit memudar. Kelihatan sekali dia menahan diri dengan menghela napas perlahan, membiarkan tangannya turun pelan-pelan.
"Kakak tersesat di hutan? Di sana sangat berbahaya, banyak sekali hewan buas."
Hinata masih terdiam. Tak banyak ekspresi di wajahnya. Namun, dari bagaimana genggaman tangannya mengencang, tentu gadis itu sangat tidak menyukai situasi ini.
Tak sadarkah Naruto jika di tempat ini juga berbahaya? Hewan buas itu ada balik iris biru cerah yang sekarang memandangnya dengan khawatir. Dan Hinata tahu, keputusannya kembali sama hal menyiapkan lehernya untuk digigit.
"Maafkan saya karena membuat Tuan Muda khawatir, tetapi saya baik-baik saja."
"Lain kali jangan bepergian terlalu jauh. Atau, kau bisa mengajakku jika ingin jalan-jalan."
Hinata menggigit bibirnya,
"Kakak, sekarang Kakak adalah milikku. Tentu aku akan menjaga Kakak dengan baik. Jadi, jangan berbuat seperti itu lagi." Ada otoritas penuh di balik kalimatnya yang lembut.
Hinata mengangguk lemah, akhirnya menatap sekilas ke arah Naruto.
Senyum tipis tersungging di wajah sang daimyo, dia ingin Hinata tahu bahwa segala tindakannya berada di bawah kuasanya. Dan sejauh apa pun ia berlari, dia tidak akan bisa pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUNG MASTER
FanficSetelah perang terjadi, konflik yang lebih besar melebar di seluruh wilayah. Para Daimyo saling melakukan ekspansi, dan Kaisar tidak lagi memiliki kekuatan mutlak. 10 tahun berlalu, Hinata dipanggil kembali ke Kastel Uzumaki untuk mengobati sang tua...