• Bab 26 - Mulai menerima

31 3 0
                                    

"Sialan banget nggak tuh polisi, bisa–bisa nya nggak percaya sama kita," kata Galang kesal. Walaupun sempat tidak dipercaya, akhirnya Galang, Shakti dan Dewa diperbolehkan pulang dari kantor polisi.

"Tapi sekarang udah bebas kan, masih emosi aja lo, mending sekarang kita beli es. Gue lagi butuh yang seger–seger. Setelah kuping gue panas dikasih pertanyaan–pertanyaan disana," kata Dewa.

"Ayo, Shak. Lo diem aja dari tadi, kenapa. Masih nggak nyangka ya, Revan ternyata kaya gitu orang nya." Dewa menebak.

"Emang semua itu penuh dengan tipu muslihat, yang keliatan baik nyatanya nggak selalu baik," kata Galang menambahi.

Mereka berhenti pada penjual Ketoprak keliling, kebetulan lapar. Dan memilih untuk makan disana. Galang si paling antusias kalau soal makanan.

Kemarin saat Revan tertangkap, tentu semua orang yang berhubungan dengan Revan akan dipertanyakan, takut–takut mereka juga masuk ke dalam anggota geng motor yang dicari. Sialnya, Shakti, Galang dan Dewa juga terlibat. Karena teman–teman sekelas mereka yang mengatakan bahwa hanya ketiga laki–laki itulah yang paling dekat dengan Revan. Padahal kata dekat itu bukan selalu tau semua tentang kehidupan Revan ataupun berhubungan dengan Revan. Mau tak mau, mereka bertiga ikut diajak kekantor polisi untuk dimintai keterangan.

"Lo harus berterima kasih, Shak. Sama Jelly, karena mau nolongin dia, lo jadi bisa jalan lagi," kata Galang. Mereka sudah duduk dikursi yang tersedia. Menunggu pesanan yang sedang disiapkan.

"Berarti Jelly dewi keberuntungan lo, Shak." Dewa menambahi. Membuat Galang tertawa.

"Nggak jelas, nggak usah ngomong," kata Shakti.

"Kebiasaan, tapi siapa yang sengaja dorong Jelly. Eh iya, lo udah keruang cctv buat cek?" Tanya Galang pada Shakti.

"Udah, muka nya enggak keliatan, pakai jaket." Shakti mengingat kembali perawakan orang itu. Memakai celana seragam sekolah dan atasannya berbalut jaket hitam sampai atas kepala. Shakti tidak bisa melihat jelas, yang Shakti tahu, orang itu pasti bagian dari anak–anak disekolahnya. Karena tidak mungkin sembarang orang diperbolehkan masuk kedalam sekolah.

"Yang pasti, dia anak sekolah ini, nggak mungkin orang luar," kata Shakti lagi.

"Ini udah keterlaluan, sih. Apa ini ada hubungannya sama kejadian misterius dikelas kematian itu. Diliat–liat kehidupan Jelly aman–aman aja kan sebelumnya," kata Galang

"Kemungkinan. Tapi tau nggak sih, Jelly itu anak indigo," kata Dewa. Sedikit berbisik.

"Maksud lo? Bisa liat jurig? Demit? Poci? Kunti?" Tanya Galang.

Dewa mengangguk. Ini informasi yang bagus untuk Shakti. Temannya itu harus berterima kasih kepadanya nanti.

"Lo tau dari mana?" Tanya Shakti.

"Gue kan chattingan sama Cemara. Cemara sahabatnya Jelly. Jelly lagi diincer sama sosok setan gitu deh, jadi kelas mereka itu katanya di santet. Mangkanya banyak yang meninggal, tanpa tau penyebab akibatnya. Misterius, karena itu ulahnya si setan," jelas Dewa. Tentunya Dewa tau ini semua dari Cemara. Perempuan itu menceritakan semuanya kepada Dewa. Semata–mata karena percaya cowok itu tidak akan membocorkan nya kepada siapa pun.

"Ngawur lo, tapi kalau emang beneran serem banget sih. Bisa–bisa nya jaman sekarang masih pakai ilmu gituan, nggak habis pikir," kata Galang merinding.

"Bukan serem lagi, gue kasian sama Jelly. Nyawa dia lagi diincar."

***

"Shakti dimana, Ma?" Tanya Tasya. Ia belum melihat keberadaan laki–laki itu sejak siang. Shakti juga tidak masuk sekolah hari ini. Dan sekarang ketika ingin makan malam pun, cowok itu tidak ada juga.

"Lagi mama suruh ambil laundryan. Kenapa, Sya?" Tanya Renjana. Tengah menyiapkan lauk ke meja makan. Sedangkan Syam turun dari tangga, habis mandi.

Tasya menggeleng. Gadis itu lalu ikut duduk. Memperhatikan lauk yang akan ia santap malam ini. Ada ayam goreng, berbagai seafood sambal saus padang, sayur sop dan lain sebagainya. Eh tapi tunggu, ada satu masakan yang membuat Tasya sedikit tertarik. Yaitu semangkuk Gulai daging sapi.

"Mama belajar lagi masak Gulai," kata Tasya. Raut muka nya berbinar. Walaupun Tasya menyukainya, Renjana itu tidak bisa memasak gulai. Seringkali dulu mereka membelinya.

"Bukan Mama yang masak, tapi Papa," kata Renjana. Melirik Syam yang sudah duduk dengan tenang. Laki–laki paruh baya itu tersenyum tipis.

Tasya langsung terdiam, tak bisa bohong ia rindu masakan itu. Walaupun bisa dikatakan sekarang mereka orang berada. Tapi Tasya belum berani untuk meminta–minta. Ia menelan semua keinginannya mentah–mentah.

"Kamu suka, Tasya?" Tanya Syam. Bagaimana pun caranya, Syam berusaha untuk mengambil hati Tasya. Syam bahkan sudah menganggap Tasya seperti anak kandungnya sendiri. Tapi Tasya sendiri yang sepertinya masih sedikit berjarak.

Tasya perlahan mengangguk. Ia tersenyum lebar. Syam ternyata memperhatikannya, ia senang akan hal itu. Mungkin memang ia harus menerima, karena jika terus–terusan mengingat kembali ke masa lalu, maka dia akan tetap terpuruk. Fyi, Ayah kandung Tasya pergi bersama wanita lain. Meninggalkan Tasya dan Renjana berdua. Itu yang membuat Tasya agak susah untuk mempercayai laki–laki lagi.

"Makasi, Pa. Tasya minta maaf kalau sikap Tasya selama ini nggak buat Papa nyaman. Tapi——Tasya bakal berusaha," kata Tasya. Tidak dapat menahan air mata nya. Gadis itu terisak.

Syam mengerti, sangat mengerti. Memang tidak mudah untuk menerima semua nya. Syam akan selalu memberi Tasya waktu.

Syam bangun, duduk mendekat dikursi samping Tasya. Ia usap kepala Tasya dengan sayang, perasaan ini benar–benar tulus. Syam ingin Tasya tahu itu, kalau ia akan benar–benar menjaga, menyayangi, dan mencintai Tasya dan Renjana seumur hidupnya.

Renjana tak kuasa menahan air mata, ia ikut terisak. Ternayata selama ini, ia kadang lupa jika Tasya telah mengalami trauma yang mendalam. Ia dulu sibuk bekerja untuk menghidupi dirinya dengan Tasya, sampai–sampai lupa akan bagaimana perasaan Tasya yang sebenarnya.

Renjana ikut memeluk Tasya. Meminta maaf untuk semuanya, untuk waktu yang sempat terbuang, untuk dia yang tidak peka akan perasaan putrinya sendiri, dan untuk semua luka yang Tasya alami. Mereka bertiga berbagi perasaan, saling mengungkapkan rasa yang terpendam. Hidup akan terus berlanjut, lupakanlah masa lalu mu, dan teruslah melangkah kedepan. Kebahagiaan didepan itu sesungguhnya sedang menantimu.

Diujung pintu sana, Shakti berdiam diri. Melihat semua nya. Bibirnya berkedut, seulas senyum tipis ia tampilkan, walaupun samar.

Hello, Jelly! [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang