ACE POV
♠
Cinta adalah hal yang paling penting. Setidaknya, itulah yang dikatakan semua orang. Aku, sementara itu, belajar bahwa cinta itu kejam dan berbahaya. Lebih jahat daripada pembunuh sepertiku.
Aku percaya akan hal itu setelah wanita itu mempermainkanku. Skeeter. Sang iblis dengan wujud mahkluk paling cantik yang ada di dunia ini.
Wanita itu sudah menganggapku sebagai orang bodoh. Setelah apa yang kami lalui selama dua tahun, wanita itu akhirnya memberontak. Selingkuh dengan seorang pecundang yang ditemuinya di bar sebelum pergi meninggalkanku.
Selama setahun terakhir aku menghabiskan waktuku mencarinya. Tidak mudah karena kuakui Skeeter memiliki keahlian untuk menghilang. Seorang hacker yang handal, Skeeter berhasil menghapus jejaknya semudah sapuan angin di atas pasir. Tapi aku juga memiliki caraku sendiri. Pekerjaanku sebagai Private Investigator, aku selalu memiliki koneksi.
Kini aku sudah sangat dekat, wanita itu sepertinya mulai panik.
Hah!
Ia layak untuk panik. Karena malam ini aku akan menemukannya. Dan malam ini, aku akan membunuhnya.
Aku membungkuk untuk mengamati tubuh wanita itu, mengingat tahi lalat cokelat kecil di perut bagian bawah, dekat dengan tulang pinggulnya. Aku ingat bentuk paha ramping wanita itu, bagaimana rasa celah wanita itu membungkus penisku saat aku berhubungan seks dengannya sementara Skeeter menonton.
Itu selalu menjadi hal kami, sesuatu yang membuat kami bergairah. Seks gelap, hal tabu dan terlarang. Hal yang dianggap orang lain sebagai keanehan.
Wanita bertahi lalat ini adalah yang kedua yang kutemukan dalam dua hari.
Keduanya adalah wanita yang pernah dibawa Skeeter padaku. Keduanya terkutuk untuk menerima nasib brutal ini sejak saat saklar kecemburuan Skeeter menyala.
Wanita itu sepertinya ingin memberiku hukuman atas apa yang terjadi. Aku sudah mengetahui rahasia wanita itu dan tidak lagi, aku akan jatuh pada kebohongannya.
Wanita-wanita ini mati sebagai pesan.
Datang dan cari aku, mereka berkata.
Aku tidak bersembunyi darimu, my love. Aku hanya menikmati permainan.
Skeeter memang selalu menikmati permainan. Dan jujur, aku juga. Hanya sekarang aku tahu bahwa aku harus mengakhirinya. Dan kali ini, aku harus menang.
Aku melepaskan tubuh itu agar jatuh ke atas karpet yang basah. Saat aku berdiri kembali, lampu mobil berkedip di seberang jalan dan bersinar menyilaukan jendela ruang tamu yang besar, menerangi tirai putih tipis yang menghiasinya. Suara mesin mengaum. Skeeter.
Datang dan temui aku.
Dengan pistol di tangan, aku berjalan keluar dari pintu depan dan ke udara yang dingin.
Aku mengangkat pistol ke atas dan kuarahkan ke mobil. Seekor anjing menggonggong keras di halaman belakang rumah. Binatang itu dengan keras menabrak pagar kawat rantai yang mengurungnya. Gigi-gigi menggeram. Haus darah. Seperti semua hewan, ia tahu iblis ketika melihatnya.
"Apa yang kau lakukan, Skeeter ?" aku bertanya degan suara rendah yang mengancam saat aku semakin mendekati mobil. Pistolku masih terarah padanya, jariku siap di pelatuk. "Mengapa kau membunuh mereka?"
Skeeter tersenyum dari kursi pengemudi. Jari-jari panjang dan ramping itu terletak di atas roda kemudi, kuku berwarna merah dan rapi. Rambutnya yang hitam mengkilap, dipotong pendek sampai bagian bawah tulang pipi selalu tertata dengan sempurna, tidak ada helai yang tidak pada tempatnya, bahkan di saat-saat seperti ini.
Gema sirene yang meraung mendekat terdengar di telinga dan aku menoleh. Ketika itulah aku mendengar suara ketukan.
Duk. Duk. Duk.
Berasal dari bagasi. Mataku bergerak bolak-balik antara Skeeter, bagasi mobil menuju ujung jalan di mana suara sirine terdengar. Aku tidak bisa memutuskan mana yang lebih mendesak.
"Apa yang akan kau lakukan, Ace?" Skeeter mengejek, senyumannya terlihat kejam dan penuh kemenangan. "Apakah kau akan menembakku?"
Wanita itu tahu ia menang. Bahkan dengan pistol mengarah ke kepala cantiknya, wanita itu masih memilikiku.
Aku menarik napas dalam-dalam dan melihat ke belakang, mengharapkan mobil polisi datang kapan saja.
Sirene semakin dekat, tapi lampu-lampu yang berkedip-kedip belum terlihat. Aku tahu aku masih punya sedikit waktu. Mungkin beberapa menit. Mungkin detik.
Aku kembali menatap Skeeter yang ada di dalam mobil dan menghembuskan napas. Napasku yang panas terlihat jelas di udara musim dingin. Bak sebuah kepulan asap sebelum menghilang ke udara.
"Mengapa kau melakukan semua ini, Skeeter?" aku akhirnya bertanya.
"Aku akan jawab," Skeeter melanjutkan, suaranya berubah menjadi lebih serius dan tidak lagi mengejek. "Tapi kau harus berjanji bahwa kau akan mendengarkanku. Apa kamu paham?"
Aku merasakan gigiku bergemeretak dan lubang hidungku melebar. Seluruh tulangku terasa erat bak bongkahan es sementara tanganku berdenyut oleh remasan erat peganganku ke pistol.
Kami saling menatap dengan dingin dan tajam sebelum wanita itu berkata, "Temui aku di rumah lama kita."
Sebelum aku sempat membalas, wanita itu menekan pedal gas dan melaju kencang.
Dengan enggan, aku menjatuhkan pistol ke sisi tubuh dan menghela napas panjang penuh kekalahan dan kemarahan.
Skeeter tahu bahwa aku tidak bisa membunuhnya sebelum mendapatkan jawaban. Seperti kebutuhan obsesif kompulsif, aku tahu bahwa aku tidak akan bisa tidur nyenyak dengan pertanyaan yang belum terjawab.
Seorang perfeksionis, beberapa mengatakan. Aku selalu memastikan untuk tahu segalanya sebelum menuntaskan sesuatu. Bagi seseorang sepertiku, itu hal yang sangat penting. Obsesi ini membuatku menjadi P.I. yang cukup terkenal di Boston, sekaligus menyembunyikan identitasku sebagai pembunuh berantai dari kepolisian.
The Predator Killer. Itulah nama panggilan yang media dan polisi berikan untukku. Cukup sesuai kurasa, mengingat yang kubunuh selama ini hanyalah predator penyakitan yang layak mendapatkannya. Pemerkosa, gangster, pedofil. Dan aku melakukannya bukan untuk alasan moral atau pembalasan dendam. Aku melakukannya hanya karena aku menikmati melakukannya. Lagipula, satu predator mati tidak akan ada orang yang mencari.
Aku tahu aku selalu memiliki kegelapan dalam diriku. Dan tidak ada yang tahu akan hal ini selain Skeeter. Wanita itulah yang membuka kebebasanku. Dengan kemampuan hacker-nya, Skeeter memberiku memberiku daftar nama dan identitas semua predator yang berkeliaran di darkweb. Sasaran pelampiasan atas ketidaksempurnaan terbesarku sebagai anggota umat manusia.
Skeeter membantuku, dan karena itu, aku tahu aku tidak bisa membunuhnya. Setidaknya tidak sekarang.
Dengan hanya beberapa detik tersisa, aku menyelipkan pistol ke belakang celana dan berjalan cepat menyusuri trotoar. Aku menyelinap ke bayang-bayang pepohonan di sepanjang jalan, menuju mobil yang terparkir empat blok jauhnya. Aku meninggalkan rumah dengan wanita mati di dalamnya serta polisi yang datang dari arah berlawanan.
Skeeter ingin bicara. Setelah hampir setahun wanita itu menghilang, akhirnya wanita itu muncul dengan penjelasan.
Aku penasaran apa yang akan dikatakan wanita itu.
Apakah aku akan mendengar lebih banyak kebohongan? Apakah ini hanya cara Skeeter untuk membuatku berhenti mengejarnya dan membiarkannya hidup? Entahlah. Aku tidak yakin, tapi Skeeter bukanlah wanita yang penakut. Skeeter, dengan segala hal yang kucintai tentangnya, wanita itu sama sadisnya denganku. Memohon untuk diampuni, bahkan dengan cara yang paling kotor sekalipun, sangat tidak sesuai dengan karakternya.
Jadi pasti ada sesuatu yang lebih dari itu.
***
***
![](https://img.wattpad.com/cover/379277019-288-k20668.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
'Till I Die [TAMAT]
Mystery / ThrillerThriller|| Dewasa|| Sadis BLURB: Ace Maddox adalah seorang pembunuh. Itu adalah kenyataan. Dingin dan haus darah, ia tidak pernah mengira akan kemungkinan cinta, atau berpikir bahwa ada seorang wanita di luar sana yang bisa memahami atau menerima di...