ACE POV
♠
~Flashback~
"Mengapa kau tidak langsung memberitahuku siapa aku sebenarnya menurutmu?" Emilia menangis dari kursi interogasiku, tubuh mungilnya menggigil dalam balutan celana dan bra putih yang dikenakannya.
Aku, sementara itu, berdiri di belakangnya, sibuk menyusun peralatanku dengan tenang.
"Please! Please!" wanita itu menjerit putus asa. "Katakan saja siapa aku menurutmu! Aku benar-benar tidak tahu apa yang kau inginkan dariku!"
"Bukan itu yang kuinginkan, my love," aku membalas sambil melangkah mendekati kursi dengan belati di tangan.
Matanya menjadi lebih lebar ketika ia melihat sekilas pisau perak yang menggantung menjuntai dari jemari ku.
"Kau yang akan memberitahuku, siapa dirimu sebenarnya. Aku ingin mendengarmu mengatakannya, love. Akulah yang memegang kendali permainan sekarang."
Aku melangkah ke sisinya dan menatap wajahnya yang kusut dan berlinang air mata. "Dan aku bisa melakukan ini selama lamanya," aku melanjutkan. "Sampai kau ingat. Sampai kau memberitahuku namamu."
"Emilia! Namaku Emilia Fairchild!" ia berteriak begitu keras hingga suaranya sesaat menjadi serak. Ia meronta-ronta melawan sabuk kulit yang menahannya ke kursi di pergelangan kaki, pergelangan tangan, badan dan dahinya.
Aku memposisikan pisau di jari-jari saya dan mulai memotongnya kulit pahanya.
***
Aku menoleh ke arah Rohan. Pemuda itu tidak berkata apa-apa dan hanya menungguku melanjutkan.
"Ingatan Emilia tentang namanya mengejutkan bukan hanya diriku tapi juga dirinya sendiri. Sebelumnya, ia sama sekali tidak ingat apa-apa. Tapi sekarang, ia mengingat namanya—meskipun itu bukan nama yang aku inginkan— tapi ia ingat sesuatu. Ketika itulah aku akhirnya mendapatkan ide untuk menarik Skeeter keluar dan membawanya kembali kepadaku. Dengan rasa takut. Dengan rasa sakit. Dan akhirnya dengan...," aku berhenti dan menelan rasa bersalah atas kesalahanku.
"Akhirnya dengan apa?" Rohan bertanya dengan suara pelan.
Dengan seks, aku ingin menjawab, tapi tidak bisa. Aku tidak bisa mengakui bahwa aku sudah memanfaatkan ketertarikan Emilia padaku.
Aku merasa bersalah dan malu karena telah mencemari seorang gadis yang begitu rapuh dan tidak berdosa. Seorang wanita seperti Emilia tidak kayak mendapatkan monster sepertiku. Wanita itu begitu baik, begitu penuh kasih, begitu murni. Setiap aku berada di dalam dirinya, aku bisa merasakan kebencianku pada diriku sendiri.
Masih menghadap ke depan, aku menggeleng dan menarik napas, "Itu tidak penting."
Dengan enggan, Rohan menerima penolakanku untuk memberitahunya. Pandangan Rohan meluncur kembali ke depan dan melihat keluarga kecil yang tadi kulihat berjalan di trotoar kini melangkah masuk ke dalam area taman.
Rohan dan aku sama-sama memperhatikan keberadaan mereka. Saat mereka memperhatikan kami, ketiganya memilih untuk berjalan ke arah yang berlawanan dari kami.
"Apa yang salah dengannya?" Rohan bertanya, menatap mataku.
"Aku tidak tahu apa yang salah dengannya," aku berkata dengan rasa putus asa.
"Apakah ia memiliki semacam kepribadian ganda? Seperti yang ada di film Split atau Fight Club?" Rohan mendesak, suaranya setengah berbisik.
"Entahlah."
Rohan menghela napas dan menggeleng. "Shit, man, semua ini benar-benar kacau."
Aku menundukkan kepala, menyangga di telapak tangan yang terangkat. Setelah sejenak, aku mengangkat kepala lagi dan memukul telapak tanganku ke paha.
KAMU SEDANG MEMBACA
'Till I Die [TAMAT]
Mystery / ThrillerThriller|| Dewasa|| Sadis BLURB: Ace Maddox adalah seorang pembunuh. Itu adalah kenyataan. Dingin dan haus darah, ia tidak pernah mengira akan kemungkinan cinta, atau berpikir bahwa ada seorang wanita di luar sana yang bisa memahami atau menerima di...