20. She Remembers

121 27 50
                                    

ACE POV

"Aku... uhm, aku tak ingin kau meninggalkanku lagi. Kenapa kau tak bisa tinggal di sini bersamaku? Atau, bawa aku bersamamu saat kau pergi?"

Aku mengangkat pandanganku dari kaki Emilia untuk menatap matanya. Wanita itu tersenyum lembut, tapi aku juga melihat keputusasaan di wajahnya yang halus.

"Itu tidak mungkin, Emilia." Aku kembali menundukkan pandanganku ke pergelangan kakinya.

Meski tidak melihat, aku bisa merasakan senyum Emilia memudar, suasana berubah, dan aku bisa merasakan perasaannya jatuh.

"Aku tak akan kabur," Emilia berkata dengan suara penuh keputusasaan. "Aku janji. Aku ingin ada di sini bersamamu. Tidak mungkin aku akan mencoba melarikan diri darimu. Kau harus percaya itu."

Aku melepaskan pergelangan kakinya,  lebih kasar dari yang kuinginkan hingga tanpa sengaja membuat  tumitnya terbentur pintu kabinet di bawah wastafel.

"Bagaimana bisa kau merasa begitu, Emilia?" aku menyentak, mengernyitkan alis di dahiku. "Lihat! Lihat apa yang sudah kulakukan padamu. Bagaimana kau bisa mengatakan atau bahkan mempercayai hal itu? Kau harus berhenti, Em—ini semua membuat keadaan semakin sulit bagiku!" Kalimat terakhir itu tak seharusnya kukatakan, tapi begitu kusadari, kata-katanya sudah terlanjur keluar dari bibirku.

Emilia hanya menatapku dengan kebingungan dan rasa ingin tahu di matanya.

"Sulit untukmu? Kenapa?"

Aku membalikkan tubuhku darinya dan berjalan kembali ke lemari untuk meletakkan obat.

"Karena, Emilia," aku membalas sambil masih memunggunginya. "Yang kau harapkan adalah sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Tak ada yang bisa terjadi di antara kita, selain apa yang sudah terjadi."

Aku tak bisa menatapnya.

"Karena Skeeter," ia menjawab.

"Ya. Karena Skeeter." Aku benci kenyataan itu. Aku benci diriku karena kenyataan itu.

Ini adalah hukuman terakhir.

"Tapi... aku jatuh cinta padamu, Ace," katanya pelan dari belakang, dan hatiku remuk di dalam dada dengan kekuatan menghancurkan.

"Jangan bicara seperti itu!" Aku berbalik menatapnya. "Kau tak jatuh cinta padaku, Emilia! Kau tidak tahu apa yang kau katakan!"

Air mata berkilau di sudut matanya, dan yang ingin kulakukan hanyalah merengkuhnya dan tak pernah melepaskannya, tapi aku tak bisa, dan aku tak akan melakukannya.

Mata cokelatnya yang besar menatapku dengan begitu banyak rasa sakit yang hampir tidak bisa kutanggung. Bibirnya yang penuh bergetar di tepinya. Rambut pirangnya yang panjang terhampar seperti sutra di atas bahunya yang mungil dan telanjang, berhenti tepat di bawah dadanya yang terlihat melalui kain satin tipis dari gaun kuning yang ia kenakan. Aku bertanya-tanya apakah ia sengaja memakai gaun setipis itu untuk menggodaku, tapi pertanyaan itu hanya berkelebat sebentar di benakku.

Aku berusaha mengalihkan pandangan sebelum ia berkata, "Wanita itu mencengkeram hatimu begitu kuat hingga kau tak bisa bernapas. Ia adalah alasan hatimu gelap, Ace. Lihat apa yang telah ia lakukan padamu. Lihat apa yang ia lakukan padamu setiap hari dalam hidupmu. Bagaimana bisa kau bertahan untuk mencintai wanita seperti itu?"

Tanganku mengepal erat di samping tubuhku. Aku masih menolak untuk melihat wanita itu.

"Jawab aku, Ace?" Suaranya mulai meninggi, penuh keputusasaan. "Lihat aku dan jawab!"

Aku mendongak. Pandanganku tertuju pada matanya.

"Bagaimana bisa kau mencintainya?" ia mengulang. "Skeeter itu jahat, Ace. Lihat apa yang ia lakukan padamu. Lihat yang ia lakukan padaku."

'Till I Die [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang