11. End Of The World

121 26 26
                                    

EMILIA POV

🤍

Teriakan pria itu memenuhi telingaku dengan teror, seperti tangan-tangan yang terjulur dalam kobaran api untuk meminta pertolongan, panasnya terlalu menyengat untuk bisa kudekati.

Yang bisa kulakukan hanyalah menutup telingaku dengan telapak tangan dan berharap bisa membuat diriku tuli.

Tidak. Aku tidak ingin mendengar. Aku tak ingin melihat. Aku mencoba memejamkan mataku, tapi ada sesuatu dalam diriku yang memaksakan mataku membuka dan menonton, seolah-olah ada bagian dari diriku yang tak bisa ku kontrol

Aku duduk di lantai, tubuhku meringkuk dengan punggung menempel di dinding. Sudut favoritku. Sudut paling jauh dari layar televisi besar yang dilindungi oleh lembaran Plexiglass tebal. Televisi itu menampilkan siaran langsung dari sisi lain ruang bawah tanah, bagian yang telah ditutup dengan tembok bata dan sebuah pintu kayu tipis yang begitu tipis, aku sebenarnya tak perlu volume televisi untuk mendengar suara-suara yang datang dari ruangan sebelah.

"Stop... stop... .aku tak sanggup lagi... please, hentikan," pria itu berkata dari kursi menyeramkan yang sering menghantui mimpiku. Kursi itu mirip dengan kursi yang ditemukan di rumah sakit jiwa, dengan tali kulit untuk menahan kaki, tangan, dan kepala siapapun yang ada di atasnya. Dengan sandaran yang bisa diturunkan ke belakang hingga menjadi rata seperti kasur.

"Aku tidak tahu apa masalahmu denganku," pria itu menjerit lagi. "Tapi kau sudah melakukan kesalahan besar, Ace!"

Darah memercik dari bibir bengkaknya yang pecah-pecah. Ace memukulinya hingga babak belur sebelum mulai mencabuti giginya.

Kenapa Ace memukuli pria itu? Ace belum pernah melakukan hal itu sebelumnya.

Aku ketakutan.

Apakah aku sudah membuatnya marah?

Aku menelan sisa ludah di mulutku dan akhirnya berhasil menutup mataku. Air mata dengan cepat menetes di antara kelopak dan mengalir turun di pipiku yang kering. Tanganku memeluk erat lutut yang tertekuk ke dada. Tubuhku menggigil dengan keras, aku merasa akan hancur berkeping-keping. Aku mulai mengayunkan tubuhku maju dan mundur untuk menenangkan diriku sendiri. Sambil menangis, aku kemudian mulai bernyanyi.

Aku tidak tahu lagu ini, tetapi alunan lagunya terdengar sangat familiar, seakan aku pernah mendengarnya di suatu waktu, suatu tempat.

Aku tahu kata-katanya dan aku tidak yakin bagaimana aku mengetahuinya, tapi aku bernyanyi. Dengan tangan masih menekan telinga untuk menghalau teriakan pria itu, aku bernyanyi lebih keras.

***

***

ACE POV

"Why does the sun go on shining?

Why does the sea rush to shore?

Don't they know it's the end of the world?

'Cause you don't love me any more

Why do the birds go on singing?

Why do the stars glow above?

Don't they know it's the end of the world?

It ended when I lost your love."

Aku berhenti tiba-tiba.

Tang berdarah ada dalam genggaman tanganku, tepat di atas kepala Spencer Archibald II, kepala mafia yang gemar bocah laki-laki melebihi kesukaannya memukuli istrinya.

'Till I Die [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang