19. My Punishment

89 27 47
                                    

ACE POV

Setelah menyelesaikan urusanku dengan ayah Marry dan polisi, aku akhirnya kembali ke rumah.

Aku belum tidur hampir dua puluh empat jam, tetapi aku sepenuhnya terjaga ketika mobilku masuk ke dalam halaman rumah. Jam di tanganku menunjukkan pukul 10:00 pagi.

Honda Civic tua berwarna hijau milik Greta terparkir di jalan masuk. Aku melajukan mobil di samping mobil Greta dan mematikan mesin.

Entah mengapa aku merasa sangat gugup. Sebuah perasaan yang begitu asing hingga aku tidak tahu harus berbuat apa dengan diriku sendiri. Aku merasa hendak bertemu dengan kekasih yang sudah lama tidak kutemui atau semacamnya.

Membawa tas jinjing di satu tangan, aku berjalan menyusuri jalan setapak bata merah dan berjalan menuju pintu depan rumahku yang terkunci.

Biasanya, Greta akan buru-buru membukakan pintu begitu mendengar suara mobilku, tapi kali ini aku sadar bahwa wanita itu sepertinya tidak tahu bahwa aku kembali lebih awal.

Dengan terburu-buru aku meraih kunciku dari saku dan membuka pintu. Rumahku beraroma telur, biskuit, dan sosis ketika aku melangkah masuk. Tanpa suara, aku menutup pintu sebelum mengamati sekeliling.

Rumahku terlihat bersih seperti biasa, tidak ada sedikit pun debu yang terlihat atau bahkan bukti seseorang baru saja memasak sarapan selain aroma yang mengendap di udara.

Aku meletakkan tasku dengan hati-hati di lantai ruang tamu dan melepaskan sepatuku. Aku sengaja tidak ingin memberi tahu tentang keberadaanku pada yang lain.

Aku berjalan tanpa suara ke dapur, melangkahi tempat di lantai yang berdecit ketika terinjak dan melangkah menuju meja makan.

iPad ku berada tepat di tempat yang sama dengan terakhir kali kutinggalkan sebelum aku pergi. Dalam posisi horizontal yang sama seolah-olah Greta memastikan meletakkannya persis seperti sebelumnya dan berharap aku tidak menyadarinya. Aku meraih perangkat itu dan membuka kunci layar dengan menggerakkan jariku melintasi aplikasi. Begitu aku menemukan siaran langsung CCTV dari ruang bawah tanah, aku mengamati.

Emilia dan Greta terlihat sedang duduk di tempat tidur, bercakap-cakap.

Menaikkan volume, aku mendengarkan percakapan mereka selama beberapa menit. Tidak ada yang penting. Greta sedang memberi tahu Emilia tentang putrinya dan perjalanan mereka ke Bali tahun lalu.

Emilia tersenyum begitu lebar ketika mendengar tentang pantai dan makanan yang dicoba oleh Greta di sana. Wanita itu terlihat begitu polos, begitu tidak berdosa, dan itu membuatku merasa tercekik hingga sulit untuk bernapas.

Aku menekan rasa sakit dan rasa bersalah sebelum aku merasakan desakan kepedihanku di balik mata. Kenyataan bahwa aku sudah menahan wanita itu begitu lama membuatku merasa sungguh menyesal.

Aku sudah menghalanginya untuk menjalani hidup dan melihat dunia seperti yang aku yakin pasti diimpikannya.

Kecerahan di mata cokelat itu terlihat jelas ketika Greta berbicara tentang indahnya Bali. Indahnya pantainya yang berpasir putih, ramahnya orang-orang yang dijumpainya. Wanita itu pasti membayangkan dirinya berada di sana.Di bawah sinar matahari dan bermain dengan ombaknya yang hangat. Namun alih-alih merasa sedih tentang keadaannya, aku bisa melihat wanita itu hanya tersenyum dan menikmati cerita Greta.

Fuck. Aku adalah bajingan brengsek.

Dengan telapak tangan aku menekan meja dan menundukkan kepalaku. Kupejamkan mataku yang panas rapat-rapat. Bahuku terasa kaku ketika aku menghembuskan napasku yang panjang dan menyedihkan keluar.

'Till I Die [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang