Aragon pusing tujuh keliling dan ingin menghabisi diri sendiri karena kejantanannya tidak mampu bangkit meski sudah dijilat, dikulum, dan disentuh berbagai macam cara oleh ketiga wanita penghibur langganannya di kota Roma.
“Keluar! Keluar kalian dari sini! Fuck! Fucking shit! Service kalian sungguh memuakkan!” makinya membentak teramat kencang. Ia menyalahkan ketidakmampuannya untuk er3ksi kepada para wanita penghibur.
“Minggir! Jangan sentuh aku lagi, fucking bitch! Get off me!” hardik Aragon kian kasar dan mendorong para pelacur hingga dua dari tiga wanita terjungkir jatuh.
“Aduuuh!” teriak keduanya sembari memegangi bokong telanjang mereka. Sakit akibat membentur karpet.
“Barooon!” teriak Aragon teramat kencang sembari terengah.
Pintu segera terbuka, masuklah pengawal setia. “Ada apa, Tuan!”
“Bawa wanita-wanita ini pergi dari kamarku! Suruh mereka pergi dan bayar seperti biasa! Aku tidak mau lagi dilayani oleh mereka! Bunuh saja kalau perlu!”
Jerit ketakutan sontak terdengar dari para wanita penghibur. “Ampuni kami, Tuan Aragon! Jangan bunuh kami! Maafkan kami!” pinta mereka memelas.
Dengan tubuh masih telanjang bulat, ketiganya menyembah Aragon, berharap kepala mereka tidak diledakkan oleh sang mafia. Alih-alih mendapat tips ribuan dollar seperti biasa, mereka justru menangis ketakutan.
“Apa mereka berbuat sesuatu pada Anda , Tuan?” Baron mengeluarkan pistol, mengokangnya, lalu meletakkan moncong benda mematikan tersebut di belakang kepala salah satu pelacur.
Jerit tangis ketakutan semakin terdengar. Raungan memohon ampun, memelas agar nyawa mereka diampuni. Ketiga wanita itu tak tahu apa yang salah! Service mereka selama ini tidak pernah tidak memuaskan!
Aragon terengah, makin pusing mendengar jerit tangis, “Sudah! Cepat bawa mereka pergi dari kamarku! Dan, Baron …,” henti sang mafia tampak ragu.
“Ya, Tuan?” sahut Baron menunggu perintah.
“Berikan ponselmu dan telponkan Moreen,” desis Aragon terlihat menyembunyikan sesuatu.
“Eh? Telepon Moreen?” bingung pengawal tersebut.
“Are you fucking deaf!” bentak Aragon menggebrak ranjang, membuat Baron terkejut dan cepat menyerahkan ponsel pada bosnya. “Call Moreen, fucking stupid!” maki sang mafia sekali lagi.
Baron menahan napas, sedikit ketakutan. Siapa yang tidak takut jika Aragon sudah marah apalagi berbicara dengan nada tinggi seperti ini!
“I-ini … ini Mo-Moreen, T-Tuan …,” gugup Baron memberikan kembali ponselnya.
“KELUAR SEMUA DARI KAMARKU!”
Satu teriakan dan tiga pelacur serta Baron cepat berlari berhamburan. Tidak lupa bodyguard tersebut menutup pintu teramat rapat.
Aragon terengah, lalu menatap layar ponsel, “Moreen!”
“Ya, Tuan?” jawab Moreen di ujung sambungan. Wajahnya di layar terlihat tegang karena tahu bosnya sedang tidak dalam mood baik-baik saja.
“Berikan ponselnya pada Arwen. Aku mau bicara dengannya!” desis Aragon memandang tajam.
BERSAMBUNG
BACA SELENGKAPNYA DI NIH BUAT JAJAN
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mafia Dark Lust
Romance"Naik ke atas meja dan buka kakimu dengan lebar!" Aragon Vincenzo memerintah seorang gadis yang nampak ketakutan. Adalah Arwen Constantine yang sekarang gemetaran menghadapi mafia paling bengis di seluruh dataran Italia. Ia terpaksa dijadikan budak...