Arwen tak tahu apa yang terjadi. Ia memasak seperti biasanya. Tak ada yang berubah, resep yang sama, cara yang sama, tetapi kenapa ….
“Kkkhhh …! Kkkhhh …!” Aragon memegangi leher yang terasa terbakar. Busa terus keluar dari muluntya. Mata lelaki itu memerah seraya memandangi Arwen dengan sorot amarah.
Ketika Baron dan beberapa bodyguard lain menerang memasuki kamar, pengawal paling dipercaya tersebut langsung tahu kalau majikannya terkena racun. Betapa panik dunia Klan Vincenzo saat ini!
Memerintah agar kedua anak buah lain segera membawa Aragon yang kondisinya semakin parah, lengan Baron terhunus ke arah Arwen dengan sebuah pistol yang telah terkokang.
Menangislah gadis itu, tak percaya dirinya kembali terjebak dalam masalah segila ini. Gila, memang, karena kemudian Baron berkata ….
“Kenapa Nona tega meracun Tuan Aragon! Beliau sudah mulai bersikap baik dan menyayangi Nona Arwen!”
Tersengal, hati Arwen bagai ditampar ratusan tangan kekar hingga sulit untuk berdegup. “Aku tidak meracunnya! Aku tidak tahu dia kenapa!”
“Beliau jelas keracunan, Nona! Dan adalah makanan Anda yang beliau makan! Kami semua memercayai Nona Arwen adalah orang yang baik!” bentak Baron makin mendengkus kencang.
Moreen memasuki ruangan, sontak menjerit melihat adiknya menodongkan senjata pada Arwen yang sudah mengangkat tangan pasrah. “Baron! Apa kamu gila! Turunkan senjatamu!”
“Dia meracuni Tuan Aragon! Kita tidak tahu apakah Tuan Aragon berhasil diselamatkan atau tidak! Hukuman bagi pengkhianat adalah kematian!” jelas Baron sama berteriaknya kepada sang kakak.
Mata Moreen mendelik, memandangi Arwen dan Baron bergantian. Ia berucap kencang, “Nona Arwen tidak mungkin meracuni Tuan Aragon! Mereka saling menyayangi!”
Baron menggeleng, “Aku juga mengira begitu! Ternyata …? Ternyata pagi ini Nona Arwen meracuninya!”
Arwen menangis sejadi-jadinya. Benar-benar tak paham kenapa bisa begini? Apa yang telah terjadi? Apakah dia akan menemui ajalnya sebentar lagi?
“Ya, Tuhan … demi Tuhan, aku tidak meracuni Aragon! Aku membuatkannya makan pagi seperti biasa! Aku membuatnya seorang diri, aku tidak meracuninya!” tangis Arwen dengan tubuh gemetar tidak karuan.
Meracuni seorang mafia paling bengis di Italia, apa hukumannya jika bukan siksaan hingga mati? Betapa mengerikan semua itu dalam bayangannya.
Arwen menurunkan lutut hingga menyentuh karpet. Dengan bibir gemetar dan isak yang meledak, ia meminta sesuatu, “Bunuh saja aku sekarang, Baron … aku mohon, bunuh aku sekarang ….”
“What?” Baron makin terpengarah tak paham.
“Nona! Jangan begini!” pinta Moreen dan ikut bersimpuh. Pelayan itu menangis, memeluk majikannya yang ia yakini tak bersalah. “Pasti ada penjelasan tersendiri dari kejadian ini. Nona jangan ingin mati!”
Namun, Arwen menggeleng, “Aku tidak mau disiksa lagi! Aku sudah cukup merasakan semua siksaan yang menyakitkan. Aku tidak kuat lagi melaluinya. Aku lebih baik mati saja,” erang sang gadis pasrah.
Baron menggeleng kebingungan. Berpikir, kalau memang Arwen yang meracuni, kenapa justru wanita itu ingin mati saja? Kalau memang Arwen yang meracuni, bukankah seharusnya gadis itu sudah memikirkan rencana kabur?
An escape plan ….
Yang mana sama sekali tidak terlihat sang wanita ingin kabur dari Vincenzo Mansion pada detik ini. Sebaliknya, Arwen justru minta dibunuh saja? Apa-apan?
Nona Constantine memandang pada Baron, memelas, “Kalau Aragon berhasil diselamatkan, dia akan menyiksaku lebih gila daripada sebelumnya. Dia tidak akan peduli aku bersalah atau tidak.”
“Dia akan membuatku kesakitan setengah mati, Baron! Aku mohon, aku tahu kamu percaya aku tak bersalah. Aku tak pernah punya keberanian untuk melakukan itu! Kabur saja tak berani apalagi meracuni Tuanmu!” tangis Arwen tersedu.
Napasnya memburu penuh ketakutan, “Tapi, Aragon tak akan peduli. Dia akan mencambukku hingga aku mati kehabisan darah. Dia akan mengobok-obok kewanitaanku hingga aku mati kelelahan dan kesakitan!”
“Aku tak sanggup melalui itu semua! Either you let me go, or just kill me right now!” jerit Arwen menggelegar, terlalu frustasi dengan nasibnya.
Ia memberi pilihan pada Baron. Melepaskannya, atau membunuhnya detik itu juga. Apa pun yang terjadi, dia tidak ingin disiksa lagi seperti kemarin.
Namun, Baron tentu tak dapat melakukannya. Baik melepaskan atau membunuh bukanlah haknya untuk memutuskan.
Maka, seiring anak buah lain berdatangan, perintah komandan bodyguard itu adalah, “Bawa Nona Arwen ke penjara bawah tanah!”
Moreen menjerit, “Jangaan! Jangan bawa dia ke sana, Baron! Nona Arwen tidak bersalah!” Lengan sang pelayan memeluk sangat erat, tak rela jika wanita sepolos dan sebaik Arwen harus menjadi korban lagi atas kesalahan yang tak pernah dilakukan.
Akan tetapi, Baron tak dapat meloloskan permintaan sang kakak. Tiga orang anak buah bergerak cepat memisahkan Arwen dan Moreen hingga tak lagi berpelukan. Dengan kasar mereka menyeret tubuh Nona Constantine keluar dari kamar.
“Moreeen! Moreeen! Tolong akuuu!” jerit Arwen meronta sehebat yang bisa ia lakukan. Kaki menjejak ke sana kemari, berusaha menendang bodyguard yang menyeretnya.
BERSAMBUNG
BACA SELENGKAPNYA DI NIH BUAT JAJAN
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mafia Dark Lust
Romance"Naik ke atas meja dan buka kakimu dengan lebar!" Aragon Vincenzo memerintah seorang gadis yang nampak ketakutan. Adalah Arwen Constantine yang sekarang gemetaran menghadapi mafia paling bengis di seluruh dataran Italia. Ia terpaksa dijadikan budak...