Ch.03

712 34 0
                                    

"A-apa, Tuan? Ba-bagaimana?" gugup dan gagap Arwen setelah mendengar perintah mafia sadis tersebut. "Bu-buka baju?"

Tawa Aragon terdengar dingin. Akan tetapi, sorot matanya lebih dingin lagi, meski memancarkan birahi yang tinggi.

"Kamu pikir aku memintamu datang ke sini untuk mengobrol, hah?"

Detik berikutnya, ia menggebrak meja dengan kencang. "Aku bilang, buka bajumu! Apa kamu tuli?"

Arwen menggeleng, reflek menutupi dadanya dengan kedua tangan seakan ia sudah benar-benar telanjang. Dari tatapan buas tak berbelas kasih lelaki bajingan di hadapannya, ia secara tidak langsung sudah merasa ditelanjangi.

"Apa yang kamu pikirkan saat datang kemari? Bahwa aku akan menjadikanmu kekasih? Apa kamu sebodoh itu, Little Girl?" kekeh Aragon, terus menatap lekat, tajam, mengerikan.

Pistol di balik pinggang diraih, lalu diarahkan kepada Arwen. Kokangnya ia tarik hingga terdengar bunyi klik. "Pernah merasakan tubuhmu ditembus peluru?"

"Sepertinya tidak, bukan?" seringai Aragon berdesis. "Rasa sakitnya, panas, perih ketika darah mengalir. Kamu akan memohon padaku untuk menyeleamatkan nyawamu!"

Arwen menitikkan air mata, raut wajah dibayangi ketakutan. Apa yang ia duga, akan segera menjadi nyata. Dirinya datang untuk disiksa dan dihajar habis-habisan. Bahkan, mungkin akan dibunuh tanpa ampun!

Aragon kembali bersuara yang menakutkan, "Turuti apa perintahku, atau kutembak bagian tubuhmu, satu per satu!"

"Kumulai dari menembak tempurung lutut di kakimu yang mulus dan indah itu! Lanjut dengan menembak tanganmu yang lentik!"

Ia terkekeh bengis, "Terakhir, akan kumasukkan senjataku dalam lubang di antara kedua kakimu! Jika desahanmu membuatku senang dan bergairah, aku mungkin akan menyelamatkan nyawamu!"

"S-s-saya ... saya mo-mohon, T-Tuan! Jangan ... ja-jangan sakiti saya! To-tolonglah ... tolong ... t-tolong kasihani s-saya!"

"Naik ke mejaku, dan baru kamu bisa memohon belas kasihan!" dengkus Aragon memandang, sorotnya begitu buas, jauh lebih buas daripada seekor singa terluka di hutan belantara.

Pilihan apa yang dimiliki Arwen Constantine? Ya, tidak ada! Dia tidak punya pilihan! Keluarga sudah membuangnya, dan kini dia terdampar di pulau kekejaman bersama sang Lucifer itu sendiri.

"Kali ini, akan kuberi kemudahan. Naik saja ke atas meja, lalu lebarkan kakimu. Tidak perlu melepas seluruh pakaian!" seringai Aragon dengan muka angkuh.

"Dalam hitungan ketiga dan kamu masih belum naik ke atas meja. Aku akan mulai menembak kakimu!" ancam mafia brengsek itu sekali lagi.

Menarik napas walau susah, berusaha untuk berjalan, Arwen nampak tertatih saat kakinya diayun menuju meja yang dimaksud. Sebagai gadis polos yang tidak banyak bergaul di luaran sana, ia sama sekali tidak tahu apa niatan Aragon kepadanya.

Masih terus menangis, terisak pilu, bayangan ibunya kembali melintas. Ia sungguh merindukan dekap hangat sang bunda. Apalagi, kini ia menjadi tawanan seorang psycho seperti Aragon!

Sampai di tepi meja, langkahnya terhenti. Bibir gemetar hebat, sementara air liur terasa sulit untuk ditelan. Menoleh ke arah Aragon yang kini tak ubah seperti majikannya, tak ada keringanan ia dapati.

"Satu ...!" Bahkan, pemuda tampan yang tampak tidak memiliki jiwa tersebut mulai berhitung sambil menyeringai penuh ancaman.

Jika sampai hitungan ketiga masih belum naik ke atas meja, akan ada suara peluru terdengar dan darah berceceran!

Arwen cepat melepas sandal wedges yang ia pakai. Mini skirt alias rok mini berbahan jeans yang ia pakai sedikit ditarik ke atas agar paha bisa leluasa bergerak saat menaiki meja.

Begitu kedua kaki sudah ada di atas meja, ia duduk bersimpuh di sana sambil mengusap air mata. Dilecehkan seperti ini tak pernah ada dalam mimpi terburuknya sekali pun!

Aragon menatap dengan kian bersemangat. Binar matanya menunjukkan bahwa apa yang sekarang terlihat, ia sukai!

Bangkit dari kursinya, tubuh gagah memakai pakaian serba hitam berjalan dengan langkah tegap maskulin. "Siapa bilang kamu boleh duduk bersimpuh begitu, hah?" desisnya menghentak.

Melihat pistol yang masih ada di tangan sang pemuda, Arwen bertanya dengan ketakutan. "La-lalu, duduk bagaimana, T-Tuan?"

"Rendahkan punggungmu ke belakang! Lalu, buka kakimu lebar-lebar!"

"A-apa? T-tapi ... tapi ...." Gadis itu kebingungan karena kalau dia merebahkan punggung sementara kaki dibuka lebar-lebar, maka aset berharganya akan jelas terlihat.

BERSAMBUNG

The Mafia Dark LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang