Aragon terus memukuli bokong Arwen dan diakhiri dengan menempelkan benda tabung bergetar hebat di antara lipatan legit sang gadis. Akan tetapi, tepat di saat ia hendak menusuk liang hangat dengan benda bernama spekulum, mendadak gadis itu sama sekali tak bergerak dan … ambruk!
“The fuck?” Mafia laknat itu bingung sendiri kenapa wanita yang seharusnya menjadi pelampiasan hasrat buas justru diam bak batang pohon yang jatuh tertiup angin.
“Heh, bangun, you bitch!” makinya kesal. “Aku bilang, bangun!” Aragon semakin berteriak menggelegar. Bentakannya sungguh kencang. Akan tetapi, Arwen tetap diam.
“Oh, kamu mau bermain denganku? Oke!”
Cambuk kembali diambil. Kali ini, ia melayangkan tangan tinggi ke atas, lalu menghantamkan jurai latex itu kepada bokong Arwen dengan kekerasan yang lebih dari sebelumnya.
Sekali lagi, tak ada gerakan apa pun. Jeritan kecil saja tidak ada.
“Fucking shit! Apa dia mati?” engah Aragon mendelik.
Melempar cambuknya ke sembarang arah, ia berlari menuju pintu keluar. “Baron! Panggilkan dokterku yang biasanya!”
Setelah berteriak, ia kembali berlari ke ranjang. Lengan kekar mengguncang, “Arwen! Bangun! Bangun!”
Tetap tak ada respon apa pun. “Shit! Kenapa dia harus mati? Padahal aku belum merasakan lorong hangatnya! Apa iya aku harus bercinta dengan mayat? Aku tidak segila itu!” kesalnya menggerutu.
Aragon membalik tubuh Arwen. Tangan sigap melepas ball gag dari mulut sang wanita. Liur sontak tumpah ruah begitu bola merah itu lepas dari bibir yang basah akibat tangis menggila.
Telunjuk diletakkan di depan hidung Arwen, masih terasa ada udara mengembus dari sana.
“Shiiit, dia tidak mati,” engah Aragon ada sedikit rasa lega.
Menggenggam pergelangan tangan sang gadis, memeriksa nadi, masih terasa ada denyut di sana. Kembali napasnya dilepas lega.
Duduk di pinggi ranjang, memperhatikan wajah cantik tahanannya yang sudah tidak karuan. Make up luntur beserta eye liner hingga membuat sekitar mata menjadi kehitaman.
Bekas tamparannya yang kencang nampak merah jelas, mengecap di pipi sebelah kiri. Bibir gadis itu bahkan nampak sedikit lecet berdarah.
Aragon melihat cincin emas putih di jarinya dengan mata berbentuk bundar, berwarna biru dari berlian langka. "Hmm, bibirmu kena cincin ini, ya, makanya luka?” gumamnya seorang diri.
Mengusap-usap kepala yang tidak ditumbuhi rambut panjang, baru kali ini ia merasa bingung dan berpikir keras harus berpikir apa.
“Hell, fucking hell … baru dia satu-satunya wanita yang kuajak bercinta seperti ini dan pingsan. Belum juga spekulum itu masuk dan membuatku bisa melihat seperti apa dalam lorongnya, dia sudah pingsan duluan! Sialan!” dengkus mafia terkejam di kota Milan.
Lengan kekarnya kemudian memamerkan otot gagah saat akhirnya memutuskan untuk menggendong tubuh mungil yang sudah nyaris telanjang itu di depan dadanya. Langkah kaki Aragon menuju kamarnya sendiri.
Arwen diletakkan di atas ranjangnya yang teramat besar, lalu ia duduk di kursi yang memandang langsung ke arah peraduan. Otak terus berpikir kenapa Arwen bisa pingsan seperti ini?
‘Aku sering bercinta dengan gaya seperti ini. Biasanya wanita-wanita itu menyukainya. Mereka berteriak! Bahkan, saat aku masuki macam-macam, mereka justru melenguh, mendesah, kenapa yang ini justru pingsan?’
Ia berdiri, mengambil sebotol Chivas dari dalam lemari minuman keras. Rencana bercinta malam ini gagal total. Sekarang, ia hanya menunggu kehadiran dokter yang sebentar lagi sudah datang.
BERSAMBUNG
BACA SELENGKAPNYA DI NIH BUAT JAJAN
KAMU SEDANG MEMBACA
The Mafia Dark Lust
Romance"Naik ke atas meja dan buka kakimu dengan lebar!" Aragon Vincenzo memerintah seorang gadis yang nampak ketakutan. Adalah Arwen Constantine yang sekarang gemetaran menghadapi mafia paling bengis di seluruh dataran Italia. Ia terpaksa dijadikan budak...