Ch 39

2.9K 109 18
                                    

Ruang kerja Aragon diketuk dari luar saat ia menunggu Baron mengirim rekaman CCTV. “Masuk!” serunya lantang.

Ternyata, bukan tangan kanannya yang masuk melainkan orang yang juga dulu pernah menjadi orang kepercayaan nomor satu. Dua mata mereka saling berhadapan, beradu pandang dengan sorot tajam.

“Akhirnya, aku bisa menemukanmu di sini.” Leona tersenyum dengan desis yang dingin.

“Ada apa?” engah Aragon melengos, kembali memnadangi lembaran data perusahaan di atas meja. Sebagai bentuk malasnya menanggapi kehadiran sang saudara angkat.

Padahal, sejak tadi juga lembaran data itu tak bisa ia cermati karena pikiran terus bergelayut pada Little Girl yang entah masih hidup atau sudah mati di penjara bawah tanah.

“Just checking on you,” jawab Leona tersenyum santai, lalu duduk di kursi yang berseberangan. Ia melirik pada lembaran data perusahaan, bisa menebak kalau pikiran Aragon tidak sedang di sana. “Bagaimana keadaanmu?”

“Fine,” jawab Tuan Besar Vincenzo singkat.

“Bagaimana dengan hatimu?” kekeh wanita bengis menyindir.

“The fuck?” Aragon melempar lembaran kertas ke atas meja, menyandarkan punggung gagah, dan mendengkus kasar.

Tawa Leona terdengar, “Sudah kukatakan sejak dulu, bukan? Saat kamu lengah, dia akan mencelakaimu. That fucking little bitch!”

Aragon diam, malas berdebat karena posisi saat ini memang ia tak bisa membela apa-apa. Posisi saat ini Arwen adalah orang yang meracunnya, semua tahu itu, saksinya terlalu banyak.

“Kenapa kamu belum membunuhnya hingga saat ini, hmm?” desis Leona, menatap sangat tajam dengan sorot penasaran dan juga sindiran merendahkan. “Terlalu menyayanginya? Kamu menyayangi orang yang mau membuatmu mati?”

Aragon menyeringai, “Kalau aku jadi kamu, aku akan menutup mulut sebelum dilempar lagi ke lemari kaca!”

Tidak takut, Leona justru tertawa, “Hahaha! Aku tidak marah kepadamu! Aku tahu kamu dibutakan oleh cinta! Dan memang, lelaki menjadi tolol saat mereka jatuh cinta.”

“Kamu tidak bisa melihat bagaimana Arwen Bitch merayu, membuaimu di ranjang, memberi perhatian, meninabobokkan kamu seperti anak kecil! Dia hanya ingin membalas dendam atas semua perlakuan dan penyiksaanmu kepadanya selama ini!”

Terkekeh sinis, Aragon melanjutkan diskusi mereka dengan dingin. “Kalau dia ingin membunuhku, dia bisa menembak kepalaku saat aku tidur dengannya. Kenapa baru sekarang dia meracuniku, hah?”

“Ada yang janggal di sini dan aku akan mencari tahu yang sebenarnya! Dan saat aku menemukan siapa yang telah menaruh racun dalam sarapan pagiku, percayalah, orang itu akan menyesal dia pernah menginjakkan kaki di rumah ini!” tandasnya menatap tajam pada sang adik tiri.

Leona menarik napas panjang, lalu tersenyum malas. “Bukankah Baron sudah memeriksa CCTV dan tak terlihat siapa pun ada di dapur selain kekasih gilamu itu? Oh, Aragon! Kenapa terus menipu diri sendiri!”

“Kamu masih berharap bukan Arwen yang meracunimu, padahal jelas-jelas dia yang melakukannya. Dia memiliki beribu alasan yang sempurna untuk membunuhmu! Dan kamu masih saja menutup mata!”

Sang wanita menyeringai, “Anak buah sudah mulai bertanya, kenapa Tuan Aragon tidak langsung membunuh Arwen? Kenapa Tuan Aragon yang terkenal sebagai jelmaan Satan himself masih membiarkan pelacur kecil itu hidup?”

“Mereka mulai mempertanyakan kekejamanmu, kekuatanmu, dan juga kekuasaanmu. Mereka berbisik bahwa MissV Arwen telah membuatmu lemah, bagai plastik terkena api, langsung hilang tak berbekas!”

Suara meja digebrak kencang mendadak terdengar. Aragon memukul benda kayu datar tersebut dengan telapak tangan. Wajah merah padam, napas berembus cepat karena marah. “Cukup!” teriaknya sangat kencang.

Berdesis bak ular derik, ia menatap murka pada Leona. “Jangan katakan apa-apa lagi kepadaku! Jangan kamu berani menghinaku sekali lagi atau aku bersumpah akan kuledakkan kepalamu, Leona!”

“Ledakkan saja kepalaku! Kamu tahu semua yang aku ucapkan adalah benar! Aku mengatakan ini semua karena aku menyayangimu! Sudah banyak yang siap mengambil posisimu sebagai ketua Klan Vincenzo! Jika kamu terlihat lemah, mereka akan ramai-ramai berusaha menggulingkanmu!” balas Leona tak kalah menatap dengan tajam.

Wanita itu terkekeh, “It’s okay to fall in love, hanya saja gunakan otakmu, Aragon! Hadapi kenyataan bahwa Arwen telah meracunimu dan bunuh dia detik ini juga.”

“Atau … jika kamu tidak tega, bagaimana kalau aku yang meledakkan kepala pelacur murahan itu? Seperti biasa, aku akan memotong kesepuluh jarinya, membiarkan dia menangis kesakitan, dan baru terakhir aku tembak otaknya hingga terburai!”

Mata Aragon mendelik mendengar usulan Leona. Gemuruh tornado di dadanya semakin kencang. Ia menggeleng, “Jangan sentuh dia lagi! Sudah cukup kamu menyiksanya! Dia sudah luka parah!”

“Satu minggu lagi luka itu tak diobati maka akan infeksi dan dia akan mati dengan sendirinya akibat luka yang terus membusuk!” desis sang mafia kejam.

Satu peringatan ia buat sangat tegas. “Tidak ada yang boleh menyentuh dan menyiksanya lagi kecuali aku, mengerti? Kalau memang dia harus mati, kalau memang terbukti dialah pelakunya, maka aku sendiri yang akan menggorok lehernya hingga lepas dari badan!”

“Jadi, aku tidak mau kamu mendatangi lagi penjara bawah tanah dan menyiksanya, Leona! Apa kamu paham? Karena kalau aku tahu kamu melanggar, aku juga akan melemparmu lagi seperti kemarin, dan kali ini mungkin saja aku akan membunuhmu! Karena aku sudah lelah dengan pembangkanganmu!”

Dua mafia saling tatap dengan bara api kemarahan di pelupuk satu sama lain. Tidak ditemukan jalan tengah. Leona ingin membunuh Arwen, tetapi Aragon melarangnya. Bahkan, tidak mengijinkan wanita itu mendekati Little Girl lagi.

Aragon tahu kalau Leona dibiarkan mendekati Arwen sekali lagi, maka gadis itu akan mati. Leona akan beralasan dia kebablasan dan sejenisnya dalam menyiksa. Satu hal yang pasti, jika mafia wanita yang bengis itu bisa menyentuh Nona Constantine, maka kematian adalah hal yang tak terelakkan.

Leona melempar senyum sinis, “Silakan, cari bukti sesukamu! Semoga ucapanmu benar, bahwa minggu depan dia sudah mati karena infeksi di seluruh tubuh!”

“Dan semoga saja ketakutanku tidak akan terjadi! Semoga saja mereka tidak beramai-ramai ingin menggulingkanmu dari kursi pemimpin! Kamu tahu, bukan? Tak ada yang mau dipimpin oleh mafia yang lemah!”

Selesai mengatakan ini, Leona bangkit dari kursi, menyeringai ketus, lalu pergi melenggang. Tak lagi menoleh ke belakang, langsung membuka pintu dan berpapasan dengan Baron di depan ruangan.

“Nona Mariachi,” tunduk Baron memberi hormat.

Leona melirik tangan Baron yang memegang kertas dan flashdisc. “Apa yang kamu bawa itu?”

BERSAMBUNG
BACA SELENGKAPNYA DI NIH BUAT JAJAN ATAU KARYAKARSA

The Mafia Dark LustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang