Setelah mendengarkan ucapan Syaqila. Aprizal pun segera menggantikan popok Askar, sebab tak mau mendengar Askar yang selalu menangis.
Kini Aprizal melakukan nya, meski kadang masih lupa — akhirnya Aprizal berhasil mengganti popok Askar.
Selepas mengganti popok Askar. Kini Aprizal melihat Askar yang sudah bangun, sambil memandangi dirinya.
Askar nan rasa penasaran, memberi senyuman — menampakkan dua gigi mungil pada Aprizal. Aprizal membalas senyum Askar, sambil mencium pipi anaknya.
"Anak ayah, makin lucu aja. Semoga kamu cepat besar yah, Nak. Biar, bisa main sama kakak-kakak mu," ucap Aprizal.
Askar pun tersenyum, seraya memegang telapak tangan Aprizal. Aprizal sangat gemas, melihat betapa mungilnya tangan Askar.
Selesai memperhatikan Askar. Aprizal tidur di antara, Askar dan Syaqila. Kemudian Aprizal berbaring pada Syaqila, sambil merengek.
"Bu, gantian yah. Ayah capek, ayah nggak sanggup ngurus anak. Dibanding Adit, Aziz dan Askar. Cuman Affan dan Aris, yang bikin ayah pusing," ucap Aprizal.
"Nggak, mau yah. Ibu juga capek, ayah nggak ngerasain aja. Aku ngasuh mereka selama setahun. Aku kalau mau mandi, biasanya nitip sama Mbak Narti," balas Syaqila dengan menolak.
"Ya Allah, Sayang. Mas kira selama di dinas luar, santai-santai aja. Mas, juga capek sayang seharian bekerja. Bahkan, mas nggak bisa istirahat. Giliran mau istirahat, malamnya kamu malah nelpon, jadi waktu tidur mas berkurang."
Syaqila pun membuka matanya. Kemudian melihat Aprizal yang sedang menangis, memandang ekspresi Aprizal, membuat Syaqila mau empati.
"Ya sudah, kalau ayah beneran capek. Ibu bakalan gantian, tapi untuk saat ini, ibu nggak akan kasih jatah. Mas, sudah ngerasain kan, bagaimana ngurusin banyak anak. Jadi, main jatahnya dikurangi dulu. Kalau anak kita sudah sekolah semua, baru kita lakukan lagi."
"Iya, Bu. Ayah sudah sering di ancam Adit, untuk tidak buat adik lagi. Huh, capek juga bu. Baiklah, Bu."
Usai mengobrol. Syaqila bangun dari tidurnya. Kemudian Aprizal tidur paling pojokan, sambil menemani Askar.
Selanjutnya Syaqila pergi ke luar. Lalu melihat Affan, Aris dan Aziz yang sedang membaca buku. Kini Syaqila kebingungan, melihat Affan dan Aris yang selalu membuat masalah, malah ikutan baca dengan Aziz.
"Affan, Aris, Aziz. Lagi baca apa nak?" tanya Syaqila.
"Oh ibu, sudah bangun yah. Ini kami lagi baca buku pelajaran milik Kak Adit," balas Aziz.
"Iya, Bu. Ternyata buku pelajaran kakak seru. Malah banyak banget gambarnya," tambah Affan.
"Ibu, aku sama Affan kapan pergi ke sekolah? Kami nggak sabar untuk bersekolah," tanya Aris.
"Nanti, bulan depan yah nak. Affan dan Aris sekolahnya bareng. Kebetulan hari ini, Mbak Ambar lagi ujian," balas Syaqila.
"Tapi, Mbak Ambar sekolah dasar, Bu. Aku maunya TK dulu," tanggap Aris.
"Iya, Nak. Semua sekolah bakalan naik kelas. Aris yang sabar, yah."
Aris mengangguk. Kemudian Aziz bertanya, "Bu, Aziz bakalan sekolah juga nggak?"
"Iya, Nak. Nanti Aziz masuk nol kecil. Semoga Affan dan Aris masuk nol besar," balas Syaqila.
"Tapi, aku nggak mau masuk TK, Bu. Aziz, mau masuk sekolah dasar langsung, biar bisa pergi bareng sama Kak Adit."
Syaqila menghela napas, "Aziz yah sabar, Nak. Umur Aziz masih kurang kalau mau masuk SD. Jadi, Aziz TK dulu setahun. Nanti, misal Aziz sudah pandai baca dan hitung, baru masuk sekolah dasar barengan Kak Affan dan Aris."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Destiny [TAMAT]
Romance[Cerita ini mengandung adegan dewasa dan terkhusus kan untuk berumur 18+] [Slow Update, tergantung mood] Mengisahkan seorang abdi negara berumur 21 tahun yang jatuh suka pada seorang wanita. Wanita tersebut masih berumur 17 tahun. Namun, kisah cinta...