Bab 53 [ HADIAH KECIL UNTUK PARA TERSAYANG ]

285 40 12
                                    

"Jadi, ini namanya sesal yang tidak berujung?"

"Kenapa diambil? Saya masih belum merawatnya dengan baik." Racauan Juna memenuhi rongga dada Niskala yang menjadi penopang lemahnya kepala paruh baya itu.

Duduk bersebelahan di atas ranjang Kalula dengan mata tertuju pada lukisan rusak yang berjajar rapi.

Bibir Niskala terkatup, namun air mata terus jatuh.

"Kenapa dengan harus kepergian Tuhan mengajarkan saya...Niskala? Untuk mengikhlaskan Kalula yang sekalipun tidak pernah dianggap ada," lirih Juna menutup wajah dipenuhi air mata. Tubuhnya masih terlihat begitu lemah ketika berusaha memeluk lukisan Kalula.

Juna, menjadi objek indah pertama anak perempuannya.

"Apa gunanya marah pada diri? Sesal pun gak akan berarti, tangis Ayah pun gak akan buat Kalula kembali. Dia telah pergi, meninggalkan aku, dengan jiwa yang nyaris mati." Niskala berucap mempertahankan ego untuk tidak terlihat gila saat ini.

Memilih bangkit dan keluar, membiarkan Juna dalam kubangan penyesalan.

Sudah dua hari semenjak tubuh penuh luka itu dikubur. Tapi, tangisnya masih belum usai, bayangan wajah ceria Kalula mengambil alih kepala.

Niskala melangkah lebih jauh ke belakang rumah. Memposisikan tubuh duduk pada rerumputan hijau yang tumbuh dengan suburnya. Tempat Kalula dan Anka menghabiskan waktu bersama dan Niskala menjadi penonton setia kebahagiaan mereka.

Tatapan Niskala turun menatap sebuah buku tipis dalam genggaman. Masih belum berani membuka tiap lembaran yang pasti akan menyakiti. Benda bersampul cokelat terang itu diperuntukkan pada Niskala, ia temui di atas meja belajar Kalula, sebagai hadiah yang tidak bisa Kalula berikan langsung padanya.

"Aku kesakitan, Kalula." Jemari perlahan membuka dan berhenti di halaman pertama.

Untuk Niskala, dari Kalula yang selalu menantikan kedatangannya.

Mendongak.

Berdentum di dalam sana membaca seuntai kalimat penuh makna.

"Yah, Niskala kembali datang dan Kalula pergi meninggalkan. Itu lucu." Terkekeh Niskala dibuat oleh kata yang barusan terucap.

Larut dalam bait kata yang membawanya pada ujung kesedihan. Memuncak sesak meminta keluar, namun Niskala tidak tahu bagaimana cara terbaik agar tumpukan itu hilang.

Membalikkan halaman. Menatap nanar permukaan kertas bagian tengah yang diisi tinta hitam.

Hey, manusia yang bersedih. Jangan terlalu menghakimi diri dan enggan untuk beranjak dari luka yang menggerogoti. Kamu itu butuh ruang. Jangan gila karena pikiran dan perasaan yang tidak pernah mampu mencapai keinginan.

Tersenyum.

Baru halaman kedua Niskala sudah memejamkan mata.

Terkadang sebagai sosok yang tidak pernah mendapat tempat untuk terlihat, kita beranggapan bahwa takdir tidak adil. Nyatanya, hal itu adalah cara terbaik bagi Tuhan untuk menjaga. Agar kita tidak semakin sakit oleh realita kehidupan.

Alis Niskala berkerut memahami kata yang tertera. Memilih berhenti untuk mencerna.

Halaman keempat seakan merenggut kewarasan Niskala.

Niskala semoga bahagia tanpa Kalula.

"Sial, kamu bercanda?"

Tetap hidup walaupun kematian tidak pernah bosan menyertai langkah. Kamu butuh bahagia yang sedari kecil hidup dengan luka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TRAGEDI 23.59Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang