Bab 49 [ CERITA MALAM INI ]

502 51 7
                                    

Gelak tawa memenuhi bagian depan rumah berlantai dua itu. Pekarangan yang cukup luas dijadikan tempat kumpul sekedar menghabiskan waktu bersama dan kunjungan mereka untuk Kalula sebagai perayaan sembuhnya perempuan itu dari luka yang lalu.

"Lo baik, Kalula?" Prita memajukan bibir menahan ekspresi sedih. Kedua tangannya terbuka seolah meminta Kalula untuk memeluknya.

Tawa kecil Aruna terdengar.

"Gak ada yang baik setelah dilukai berkali-kali, Prita. Jika pun ada, itu Kalula. Yang terbiasa bilang gak papa," ujar Aruna tercekat. Menatap lekat wajah penuh senyum Kalula, seolah tidak adanya pertikaian yang terjadi antara mereka.

Semenjak kedekatan Kalula dan Anggara yang salah Aruna artikan. Membentuk rasa cemburu ketika melihat bagaimana Anggara memperhatikan bagian-bagian kecil tentang Kalula, menyebabkan hubungan pertemanan itu merenggang dan mulai hari ini ingin Aruna perbaiki.

"Maaf, Kalula."

"Yah. Gak ada alasan aku buat nolak kamu buat jadi orang yang lebih baik," jawab Kalula cepat, turut menarik tubuh kaku Aruna bergabung dalam pelukannya.

"Hati lo kek gimana sih, La? Rasanya kalau gue di posisi lo...buat maafin orang-orang yang pernah bikin tubuh dan mental lelah gak akan pernah cukup dengan kata itu." Prita menggeleng miris semakin mempererat pelukan pada tubuh yang kian mengurus.

"Selagi mau berubah gak ada masalahnya. Setiap orang mempunyai kesempatan kedua,  kadang kala kita cukup memaafkan dan menerima semuanya dengan ikhlas. Mungkin, aku memang gak pernah niat kasih balasan, tapi Tuhan ada, dia tau mana yang terbaik dan seperti apa membalasnya," jelas Kalula memejamkan mata cukup lama. Menghindari banyaknya pasang mata yang sejak tadi turut mendengarkan mereka.

Bahkan kebisingan dari petikan gitar Cakra semakin memelan. Disusul nyanyian cempreng Benji yang tiba-tiba hilang.

"Tuhan menciptakan kamu begitu baik, Kalula." Suara Anka mendapat sorakan heboh dari dua laki-laki cerewet di sisi Maven.

Benji dan Cakra.

Canda tawa akan selalu muncul jika kedua sosok itu ada. Ucapan ceplas-ceplos dan raut wajah penuh mengejek mereka semakin membuat suasana haru tadi beralih menghangat. Apalagi saat Benji merangkul bahu Anka dengan tatapan menyelidik. Seolah mengintrogasi kata Anka yang barusan terucap, berhasil membuat pipi Kalula bersemu merah.

"Sejak kapan mulut congor lo ini ngomong lembut begitu? Sama gue aja gak pernah, nyet!" Benji merenggut kesal membuat bibirnya turun.

"Ya kali sama lo Anka ngomong lembut, najis." Cakra menyahut dengan lidah memelet.

Membuat beberapa orang yang tersisa mengeluarkan kekehan geli.

"Belum lihat Anka romantis, Ben?" Niskala bertanya namun mata masih fokus pada kegiatannya yang memolesi jagung dengan saos barbeque.

Sontak suara lantang kembaran Kalula itu mengecoh perhatian. Tidak terkecuali Anka, memasang telinga walaupun pandangannya turun.

"Tadi siang main-main hujan belakang rumah. Suara buayanya gue rekam tuh, mau lihat lo pada?"

Anka menutup telinga saat suara Benji menusuk pendengarannya begitu kencang. Semakin mengguncang tubuh Anka kembali ingin memastikan jika ucapan Niskala adalah kebenaran.

"Udah hampir satu tahun, Ka. Satu tahun. Yang gue lihat selama ini lo itu tipe cowok gay, gak pernah nunjukin ketertarikan sama cewek." Benji berbicara menggebu-gebu menahan napas yang memburu.

Anka melotot. "Bapak lo."

Tawa mereka terdengar begitu lepas. Kalula ikut cekikan menatap ekspresi kaget dari kedua teman Anka.

TRAGEDI 23.59Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang