Gelak tawa mengisi setiap bagian sudut warung tepi jalanan itu. Wajah-wajah asing akhir ini selalu diperhatikan untuk dapat mengetahui siapa sosok yang cukup disegani pada perkumpulan ini.
"Anka, jangan cari masalah!" Mulut Maven bergerak memperingati. Seakan tahu maksud Anka kembali datang pada tempat yang dipenuhi asap rokok.
Cakra yang duduk di hadapan kedua temannya itu berdecak kecil. "Balik aja yok, dendam lo simpan dulu! Bisa mati digebukin kita."
Keluh Cakra tidak berarti apa-apa untuk Anka yang sudah berniat datang pada tempat kumuh ini. Tangannya memang sibuk pada ponsel, tapi lirik mata sesekali tetap tertuju ke arah sudut kiri. Posisi seseorang yang kemarin ia cari-cari.
Tawa kecil keluar begitu sayup didengar.
Maven dan Cakra pun serentak menghembuskan napas panjang.
"Rayden?" Pelan terucap dari bibir yang mulai mengulas senyuman tipis. Kepalan tangan terbentuk semakin jelas di atas meja kayu.
Pergerakan Anka hendak bangkit ditahan oleh Benji yang datang dengan nafas memburu. Menggeleng kecil, mencoba memperingati Anka untuk tidak mengambil langkah. Bagaimanapun mereka di sini adalah pendatang, penghuni yang lebih didominasi oleh anak-anak SMANTA akan membuat mereka kalah telak.
"Lo cuma bilang lihat wajahnya, kan?" Benji bergumam kecil menekan perasaan kalut.
Anka menatap sekilas temannya itu, kemudian mengangguk.
"Jangan ribut!" tegur Maven sekali lagi.
Suara di sisi tubuh seakan membuat telinga tuli, tidak satu pun kata dari mulut mereka Anka terima. Hanya seuntai kalimat dari Kalula yang terus terbayang dalam ingatan.
Namanya Rayden, penghancur hidup aku.
Terlihat lucu sekali dalam pandangan Anka, begitu cerianya laki-laki itu tertawa bersama teman-temannya, sedangkan Kalula terbaring lemah dengan tubuh yang terus melawan untuk tidak menyerah. Bernapas tenang, melangkah ke sana kemari, dan tertawa sepuas hati, tapi sedikitpun rasa bersalah tidak tergambar pada wajahnya.
"Manusia gak punya hati," ucap Anka menahan emosi. Menenggelamkan wajah pada lipatan tangan, berusaha menekan buncahan yang selalu ditahan, Anka hanya ingin melampiaskan.
Ketiga teman Anka saling tatap saat tidak lagi menangkap pergerakan tubuh jangkung itu. Mengartikan bahwa Anka sudah cukup tenang dan kedatangan mereka tidak akan membuat masalah. Namun, pemikiran tersebut pecah saat dalam satu kali gerakan meja yang menjadi pembatas dengan kumpulan Rayden terbalik.
Membuat suasana gaduh.
"Sial, punggung gue!"
Tepat sasaran.
Rayden berbalik dengan ekspresi keruh terarah pada Anka yang berdiri dengan kedua tangan mengepal. Mengambil ancang-ancang untuk menerjang tubuh dengan tinggi yang setara.
"Pembully!"
"Rayden, lo cowok banci."
Hening melanda keramaian pada warung itu. Menangkap raut tegang dari Rayden membuat Anka semakin berani melangkah maju. Tidak peduli, jika nanti tubuhnya diserang bersamaan. Sesak pada hati dan sakit pada kepalanya akan pengaduan Kalula yang terpenting saat ini. Bagaimana tangis perempuan itu menceritakan hari-harinya di sekolah.
Kejam tidak berperasaan.
Semua orang nyatanya mati. Akal dan nurani.
"Setelah buat Kalula sakit lo seenaknya ketawa tanpa beban? Hah, gak adil," ujar Anka menarik krah seragam Rayden kasar.
![](https://img.wattpad.com/cover/353015041-288-k933678.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TRAGEDI 23.59
Tienerfictie"Papa, anakmu dibinatangkan." ~~~ Dia, Kalula. Remaja cacat dengan kaki kiri yang pincang. Bagi Kalula, SMANTA adalah tempat yang paling menakutkan. Menjadi korban perundungan membuat hidupnya berantakan. Tubuh penuh luka. Hati yang gelisah. Akal y...