Sebuah gambar dalam format jpeg Oisin terima sesaat setelah ia menerima laporan dari Pak Ganang. Setelah pertemuan Oisin dengan Pak Ganang malam itu, keesokan malamnya Oisin kembali menemui Pak Ganang untuk memberikan nomor teleponnya. Oisin juga meminta pada laki-laki yang berumur 40 tahunan itu untuk memberikan gosip terbaru tentang Gading dan Chava.
Nah, setelah Oisin tunggu-tunggu, baru pagi ini ia mendapatkan laporan dari Pak Ganang. Laporan zonk! Pak Ganang bilang tidak ada gosip terbaru tentang kedua orang itu. Oisin pun sempat kesal. Tapi ia tetap meminta Pak Ganang untuk memberikannya gosip terbaru kalau nanti ada. Disertai dengan foto yang harus Pak Ganang ambil dengan hati-hati, jangan sampai ketahuan.
Meski hati Oisin sedang tidak baik-baik saja, meski kepalanya sudah mau meledak, namun sebisa mungkin ia harus tenang. Ia tidak mau meledakkannya sekarang. Ia perlu pembuktian yang konkret. Lewat foto yang bisa dilihat langsung. Atau lewat matanya sendiri.
Zen? Apa tidak salah? Oisin sampai memastikan matanya. Rupanya benar. Pesan gambar itu dikirim oleh Zen. Sangat langka sepupu tertuanya itu mengiriminya pesan.
Sambil terus berjalan ke kelas, Oisin membuka chat dari Zen. Foto yang Zen kirim langsung ia unduh. Hasil unduhan foto Zen membuat langkah Oisin terhenti seketika. Wajah Michika terpampang jelas. Tampak pucat dan mengkhawatirkan.
Oisin langsung balik badan. Ia segera berlari menuju kelas 12-B. Semua kegiatan di kelas itu langsung terhenti saat Oisin muncul dengan wajah cemas. Mata Oisin segera menyapu seisi kelas itu. Kelas itu sudah ramai oleh anak-anak penghuninya. Namun ia tidak melihat sosok yang ia cari. "Michi mana?" tanyanya pada siapa pun yang mendengar suaranya.
Semua terkejut. Bukan Chika, bukan Michika, namun Oisin memanggilnya sebagai Michi. Tak ada satu pun anak SMA Thamrin yang memanggil Michika dengan Michi.
"MICHI MANA?!" tanya Oisin lagi setengah membentak karena bukannya menjawab pertanyaannya, malah anak-anak di kelas itu terkejut.
Gara-gara bentakannya, semua anak kelas 12-B malah kicep. Takut.
"Gu-gue di sini..." pun dengan Michika. Ia ikut ketakutan karena bentakan Oisin yang tiba-tiba itu. Gadis itu baru tiba di depan kelas saat Oisin sudah lebih dulu sampai di kelasnya.
Oisin langsung menoleh. Ia melihat Michika berdiri di ambang pintu sambil mengetatkan pegangan di tali ransel yang melingkari lengannya. Dengan cepat ia melangkahkan kakinya untuk menghampiri Michika. Lalu memeluknya.
Semua anak kelas 12-B, juga anak-anak kelas 12 lain yang kebetulan melintas di koridor dekat kelas 12-B sontak kaget bukan main melihat peristiwa itu. Untuk kedua kalinya, Oisin memeluk Michika di depan umum!
Michika membatu. Tidak bisa bergerak. Dari semuanya, jelas ia yang paling terkejut.
Untuk sejenak Oisin menutup kedua matanya. Sekaligus ia ingin menetralkan kembali emosinya yang tadi sempat meletus. Ia merasa lega melihat Michika berada di pelukannya dengan selamat. Setelah perasaannya lebih baik, Oisin mengurai pelukan itu. Lalu tangan kanannya terulur, meraih tangan Michika dan menggenggamnya. "Ada yang mau gue omongin." Katanya lembut, selembut tarikan tangannya.
Michika diam bukan karena ia menikmati semua itu. Meski ya, ehem, memang ia sedikit menikmatinya sih. Tapi Michika membiarkan Oisin membawanya karena ia juga ingin membicarakan sesuatu bersama Oisin.
Oisin membawa Michika di salah satu sudut bangunan yang sepi. Tepatnya di dekat lab. Karena itu bukan area kelas, makanya sepi. Di tempat itu, baru ia melepas genggamannya sambil menghembuskan nafasnya panjang. "Gue lega liat lo baik-baik aja."
Kening Michika mengerut, "Emang kenapa?"
Oisin menunjukkan layar ponselnya. Wajah Michika segera terlihat. Di layar ponsel tersebut juga terdapat tulisan Zen serta waktu Zen mengirim foto itu. "Ini apa? Kenapa Zen bisa dapet foto lo?"
![](https://img.wattpad.com/cover/379199870-288-k975473.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl I Met That Day
Teen FictionBagi Oisin, Jaiko sudah seperti sosok pahlawan karena telah menyelamatkannya dari perundungan yang selalu ia alami semasa SD. Sayangnya, pertemuannya dengan Jaiko hari itu, sekaligus menjadi hari terakhir mereka bertemu. Meski semasa SMP Oisin sudah...