Pagi yang cerah di kampus tidak secerah suasana hati Oliv. Sejak bangun tidur, pikirannya terus dipenuhi bayangan Dirga dan Celine. Pesta ulang tahun Enzo sudah berakhir, tapi perasaan tak enaknya masih tersisa.
"Rel, kita harus cari tahu siapa sebenarnya si Celine itu!" Oliv berkata dengan tekad bulat sambil berjalan di koridor kampus bersama Aurel.
Aurel mendesah panjang. "Duh, Oliv. Gue udah bilang, lo tuh gak bisa asal sembarangan sama Pak Dirga. Dia dosen kita, inget?!"
"Terserah lo mau bilang apa. Yang jelas, gue nggak bisa diem aja lihat dia deket sama cewek lain!"
Belum sempat Aurel membalas, langkah mereka terhenti ketika melihat sosok yang mereka bicarakan.
Di depan gedung fakultas, Dirga berdiri bersama Celine. Pria itu mengenakan kemeja hitam yang membuatnya terlihat semakin karismatik, sementara Celine tampak anggun dalam balutan blouse putih dan rok panjang. Mereka terlihat mengobrol serius, sesekali Celine tersenyum manis ke arah Dirga.
Dada Oliv terasa sesak. Matanya langsung menyipit melihat kedekatan mereka.
"Oh my gosh!! Aurel, hati gue sakit,"
"Gue sakit lihat orang yang gue cinta lagi berduaan sama cewek gatal yang gak pernah di garuk!" ucap dramatis Oliv sambil bersandar di bahu Aurel yang kini sudah sangat muak, hari-hari selalu melihat drama Oliv.
"Rel, gue harus ke sana," ucapnya, bersiap melangkah.
Namun, Aurel dengan sigap menarik tas Oliv, menghentikannya. "Eh, eh! Jangan cari ribut pagi-pagi! Lo inget nggak kalau kita ada kelas pertama sama dosen siapa?"
Oliv mengernyit, lalu mengerjapkan mata. "Jangan bilang..."
Aurel mengangguk mantap. "Iya, Pak Dirga! Jadi kalau lo bikin onar sekarang, dia bisa bales dendam di kelas nanti." Oliv menghela napas kasar, tapi tetap berdiri di tempat, matanya masih menatap tajam ke arah Dirga dan Celine.
"Aduh, lo lihat gak sih? Cewek itu megang lengan Dirga!" Oliv menggerutu dengan kesal.
"Menurut lo, Dirga bakal terpesona gak sama dia?"
"Dan menurut lo, body nya bagus gak? Apa cantikan dia atau gue?"
"Udah ah kita ke kelas sekarang." Aurel menarik tangan Oliv tetapi gadis itu menahannya.
"Dirga senyum, Aurel! Dia senyum!!"
Aurel melirik ke arah mereka dan mengangguk santai. "Iya, terus kenapa? Santai aja, Liv. Bisa jadi itu cuma ngobrol biasa."
"Ngobrol biasa dari Hong Kong?! Lo gak lihat cara cewek itu nyandar dikit ke arah Dirga? Itu kode keras kalau dia ada niat lebih!" Oliv bersungut-sungut.
Aurel menepuk bahu Oliv dengan sabar. "Masalah buat lo?. Yuk ke kelas, sebelum lo beneran bikin rusuh."
"Masalah besar, Aurel!" ucap Oliv kesal.
Dengan berat hati, Oliv mengikuti Aurel menuju ruang kelas. Tapi langkahnya kembali terhenti ketika mendengar suara familiar dari belakang.
"Oliv! Aurel!"
Mereka menoleh dan menemukan Yuri, pria berkacamata yang kemarin mereka temui di pesta ulang tahun Enzo.
"Eh, Yuri?" Aurel mengernyit. "Ngapain lo di sini?"
Yuri menyeringai dan mengangkat buku di tangannya. "Mulai hari ini gue resmi sekelas sama kalian."
Oliv melongo. "Hah?! Lo serius?"
Yuri mengangguk. "Iya, gue lanjut S2 di sini. Dan kebetulan gue ada kelas yang sama kalian, termasuk yang barusan Aurel bilang... Kelas Pak Dirga."
Walaupun Dirga adalah sahabat Yuri, cowok itu tetap memanggil Dirga dengan sebutam 'Pak'.
Oliv langsung tersenyum penuh arti. "Wah, menarik ini."
Yuri terkekeh. "Gue sih udah kebayang bakal banyak drama kalau lo masih kejar-kejaran sama Dirga di kampus."
Aurel menghela napas pasrah. "Percaya deh, pasti bakal rame."
Oliv menyilangkan tangan di dada. "Pokoknya gue gak akan kalah dari si Celine itu. Dan lo, Yuri, sekarang lo ada di pihak gue. Gue butuh informan dalam pergerakan ini!"
Yuri tertawa lepas. "Oke, oke. Gue bakal jadi saksi hidup dari kisah lo ngejar Pak Dirga."
Aurel hanya bisa menepuk dahinya, tahu bahwa hari-hari ke depan akan semakin kacau dengan kehadiran Yuri dan tekad bulat Oliv untuk menyingkirkan Celine.
Saat Oliv dan Aurel memasuki kelas, ruangan sudah mulai penuh dengan mahasiswa yang bersiap mengikuti perkuliahan. Namun, perhatian mereka langsung tertuju pada sosok tertentu yang berdiri di depan kelas dengan ekspresi datarnya yang khas.
"Anjir ganteng banget calon suami gue!!" ucap Oliv terpesona melihat kegantengan Dirga.
Pria itu tampak rapi dengan kemejanya yang lengan panjangnya digulung hingga siku. Bel sempat Oliv bisa melanjutkan ucapannya lagi, tiba-tiba seseorang menarik kursi di sampingnya dan duduk santai.
"Permisi, gue duduk sini ya."
Oliv menoleh dan menemukan Yuri yang sudah menempati kursi di sebelahnya dengan santai.
"Eh, lo kenapa duduk di sini?" tanya Oliv, mengernyit bingung.
Yuri tersenyum iseng. "Kan gue bilang, kita sekelas sekarang. Masa gue duduk di belakang sendiri?"
Aurel yang duduk di sisi lain Oliv terkikik pelan. "Fix, kelas ini bakal penuh drama."
Namun, sebelum Oliv bisa membalas, suara khas Dirga menggema di ruangan.
"Baik, kita mulai kelas hari ini."
Oliv menoleh ke depan, dan seketika matanya bertemu dengan tatapan tajam Dirga. Pria itu tampak menatapnya beberapa detik lebih lama dari yang seharusnya. Tapi bukan hanya itu saat pandangan Dirga bergeser ke samping Oliv, ekspresinya tampak berubah sedikit merasa jengah.
Dirga melanjutkan kelas seperti biasa, menjelaskan materi dengan suara tenangnya yang khas. Namun, pikirannya terusik oleh satu hal kehadiran Yuri di kelas ini. Sebenarnya, ia sudah tahu bahwa Yuri mengambil S2 di kampus ini, tetapi ini pertama kalinya pria itu masuk ke kelas yang dia ampu. Dan lebih parahnya lagi, Yuri memilih duduk di samping Oliv.
Tatapan Dirga berulang kali melirik ke arah mereka. Oliv tampak sibuk mencatat, sedangkan Yuri...
Yuri tidak fokus pada materi. Pria itu lebih sering memperhatikan Oliv dari samping, ekspresinya seperti seseorang yang sedang menikmati sesuatu yang menarik.
Dirga mengetukkan spidol ke papan tulis. "Yuri."
Yuri mengangkat kepala dengan santai. "Ya, Pak?"
"Bisa tolong fokus ke materi yang saya bawakan?"
Yuri menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Maaf, Pak. Soalnya saya lagi ngelihat cewek yang lagi kesal karena gak ngerti apa yang bapak jelaskan."
Suasana kelas mendadak hening, lalu beberapa mahasiswa mulai terkekeh pelan.
"Dih anjir sejak kapan gue bilang gitu!?" ucap Oliv.
Yuri melirik Oliv dengan senyum kecil. "Emang benar kan, makanya otak kalau udah pas-pasan gak usah ambil manajemen."
"Lo lama-lama ngeselin juga ya!" Oliv menginjak kaki Yuri hingga membuatnya kesakitan.
Dirga mengetatkan rahangnya, lalu menghela napas pelan. "Kalau mau serius belajar, jangan banyak bercanda."
"Siap, Pak," jawab Yuri santai.
Oliv masih tidak mengerti ketegangan yang terjadi. Baginya, Yuri hanya bersikap seperti biasa, santai dan penuh candaan. Tapi yang tidak ia sadari adalah tatapan Yuri yang terus-menerus tertuju padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Olivia
Non-FictionOlivia, gadis dengan reputasi buruk, mengalami kecelakaan dan terbangun dalam dunia novel-sebagai figuran. Ia hanya ingin menjalani peran kecilnya dan kembali ke dunia nyata. Namun, alur cerita mulai berantakan, dan karakter-karakter yang seharusnya...