Begitu kelas selesai, mahasiswa mulai berhamburan keluar. Oliv dan Aurel berjalan santai menuju pintu, sementara Yuri masih sibuk mengemas bukunya dengan senyum misterius di wajahnya. Saat keluar dari gedung fakultas, mata Oliv langsung menangkap sosok yang berdiri tak jauh dari mereka.Celine dengan senyum menyebalkan bagi Oliv sedang menunggu Dirga. Namun yang lebih menarik perhatiannya adalah bocah kecil yang berdiri di sampingnya dengan ekspresi bosan, dia Enzo.
Bocah itu masih mengenakan seragam SD-nya, dengan tas ransel kecil tersampir di punggung. Saat melihat Dirga keluar dari kelas, wajahnya langsung berbinar.
"Papaa!" seru Enzo sambil berlari kecil menghampirinya.
Dirga tersenyum tipis dan mengusap kepala bocah itu. "Hari ini gimana sekolahnya?"
"Seperti biasa. Biasa aja," jawab Enzo malas.
Oliv, yang sejak tadi mengamati, langsung bergegas mendekat. "Eh, Enzo! Lo di sini juga?"
Bocah itu menoleh dengan ekspresi tidak antusias. "Ngapain Kakak di sini?"
Oliv berkedip beberapa kali. "Ya jelas kuliah lah. Lo pikir gue apaan?"
"Aku pikir, kakak itu anak yang gak benar. Gak sekolah, taunya cuman main aja!"
"Heleh, gini-gini gue pintar ya."
"Oliv jaga ucapan kamu sama anak kecil!" tegur Dirga.
"Tuh dengerin,"
"Siap, calon suami." ucap Oliv hingga membuat Enzo bergidik geli.
Enzo mendengus kecil, lalu memutar badannya, kembali fokus pada Dirga. "Ayo pulang, Pa."
Dirga mengangguk dan menoleh ke Celine. "Thanks udah jemput dia."
Celine tersenyum lembut, tetapi ada kilatan kemenangan di matanya saat melirik ke arah Oliv. "Tentu, udah biasa kok."
Oliv merasa ada sesuatu yang mengganggu dari cara Celine berbicara. Seolah-olah wanita itu ingin menunjukkan bahwa dirinya lebih dekat dengan Dirga dan Enzo dibanding siapa pun. Tapi Oliv tidak peduli. Fokusnya sekarang adalah si bocah kecil yang tampaknya tidak menyukainya.
"Enzo, kenapa sih lo jutek banget sama gue?" tanya Oliv dengan nada sedikit bercanda.
Enzo menatapnya datar. "Karena Kakak aneh."
Aurel langsung tertawa kecil. "Buset, bocahnya jujur banget."
Oliv menghela napas panjang, lalu berjongkok agar sejajar dengan Enzo. "Dengar ya, bocil. Gue ini calon istrinya Dirga. Jadi, kita harus akur mulai sekarang."
Enzo langsung cemberut. "Enggak mungkin! Papa lebih cocok sama Tante Celine."
Oliv melongo, sementara Celine tersenyum puas. Dirga menghela napas. "Enzo, jangan bicara sembarangan."
"Tapi Papa juga suka sama Tante Celine, kan?" balas Enzo polos.
Oliv merasakan jantungnya mencelos. Matanya langsung menatap Dirga, menunggu reaksi pria itu. Tapi bukannya menjawab, Dirga malah mengusap kepala Enzo lagi.
"Beneran, Ga?"
"Udah, ayo pulang," kata Dirga datar.
Celine tersenyum lebih lebar. "Ayo, Dirga. Kita antar Enzo pulang dulu."
"Gak perlu, Cel. Biar saya dan Enzo saja yang pulang bersama." kata Dirga. Perkataan barusan membuat Oliv dan Aurel refleks menutup mulut tidak percaya dengan apa yang Dirga katakan barusan.
"Kan, apa kata gue! Dirga gak sedekat itu sama Celine. Bahasanya aja formal banget cuy, beda sama gue!" Oliv berbisik kepada Aurel.
"Enzo, lo tuh belum kenal gue baik-baik. Gue ini calon kakak ipar lo yang paling seru, lo tahu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Olivia
Non-FictionOlivia, gadis dengan reputasi buruk, mengalami kecelakaan dan terbangun dalam dunia novel-sebagai figuran. Ia hanya ingin menjalani peran kecilnya dan kembali ke dunia nyata. Namun, alur cerita mulai berantakan, dan karakter-karakter yang seharusnya...