45. Unusual concerns

276 31 2
                                    


"Enzo," suaranya terdengar tegas. "Masuk ke mobil sekarang."

Enzo yang tadi senang menikmati es krim langsung merosot di kursinya. Ia mengerucutkan bibir, tapi tetap menurut. "Iyaaa…" gumamnya pelan sebelum beranjak pergi.

Begitu Enzo pergi, Oliv masih terpaku di tempatnya. Ia benar-benar merasa bersalah sekarang.

"Dirga marah gak ya sama gue?"

"Duh Oliv, lo sih!"

Dirga tidak langsung pergi. Ia kembali ke mobil sebentar, lalu datang lagi dengan selembar tisu di tangannya. Tanpa berkata apa-apa, ia berjongkok sedikit, lalu mulai membersihkan sisa es krim di baju Oliv.

Oliv membeku. Jantungnya langsung berdegup lebih kencang.

"T-tunggu, gue bisa sendiri—"

"Diam," potong Dirga.

Oliv langsung tutup mulut.

Dirga melap noda es krim di baju Oliv dengan teliti. Ekspresinya tetap serius, tapi gerakannya lembut. Oliv jadi semakin canggung.

Setelah memastikan bajunya bersih, Dirga akhirnya berdiri lagi. Tapi alih-alih pergi, ia malah melipat tangan di dada dan menatap Oliv dengan tatapan khas seorang dosen yang sedang menceramahi mahasiswanya.

"Kamu itu udah dewasa, Oliv. Makan es krim terus kayak anak kecil."

Oliv menunduk, merasa bersalah. "Gue kan suka…" jawabnya pelan.

Dirga menghela napas. "Kalau terlalu sering nggak bagus buat kesehatan. Bisa bikin radang tenggorokan, bisa juga bikin perut kamu nggak nyaman."

Oliv masih menunduk, bukan karena malu diceramahi, tapi karena wajahnya sudah mulai terasa panas. Dirga peduli. Dia benar-benar perhatian.

"Ya ampun Dirga, gue salting! Bukan lagi ngerasa bersalah karena di marahin."

"Nanti kalau sakit, siapa yang rugi?" lanjut Dirga.

Oliv mencubit jari-jarinya sendiri di bawah meja. "Gue…" ucapnya sambil tertawa kecil.

"Terus siapa yang bakal repot kalau kamu sakit?"

Oliv mengangkat bahu pelan. "Mungkin… lo?"

Dirga menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. "Astaga, Oliv…" Ditengah keseriusan ini, gadia itu bahkan masih sempat-sempatnya menggombal.

Dirga masih menatap Oliv yang kini menunduk sambil memainkan ujung bajunya, terlihat seperti anak kecil yang baru saja dimarahi. Tapi entah kenapa, melihatnya seperti itu membuat dada Dirga terasa… aneh.

Ia tidak mengerti perasaan apa ini.

Sejak kehilangan sebagian ingatannya karena kecelakaan beberapa tahun lalu, Dirga sering merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Tapi sekarang, ketika berhadapan dengan Oliv, ada sensasi aneh yang muncul, sesuatu yang terasa familiar, tapi tidak bisa ia jelaskan.

Dia merasa dekat dengan gadis itu. Seolah mereka punya cerita lama yang ia lupa. Dirga berdeham pelan, berusaha mengusir pikirannya sendiri. "Lain kali jangan terlalu banyak makan es krim."

Oliv mendongak, menatapnya dengan mata bulat penuh rasa penasaran. "Kenapa? Lo khawatir gue sakit?"

Dirga diam sejenak sebelum menjawab, "Terserah kamu mau mikir apa. Saya sebagai dosen kamu—"

"Dirga, gak ada dosen yang merhatiin mahasiswanya sampai di luar kampus!" ucap Oliv membuat Dirga terdiam.

Oliv menyipitkan mata, lalu tersenyum jahil. "Ih, perhatian banget, Pak Dirga. Kalau suka, bilang aja."

Transmigrasi Olivia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang