Chapter 3

20.4K 1K 5
                                    

Pesta resepsi pernikahan Zahra dan Derian digelar secara sederhana di kediaman keluarga Purnama. Tidak banyak tamu yang diundang dalam acara ini hanya ada beberapa kerabat inti dan juga kolega bisnis yang jumlahnya mungkin hanya sekitar 200 orang. Sesuai dengan permintaan Zahra yang ingin pernikahannya diadakan secara islami, antara tamu pria dan wanita pun dipisah, begitu juga pengantinnya, mereka tidak duduk bersama untuk menyalami para tamu yang memberi ucapan selamat. Zahra berdiri di atas pelaminan di dampingi sang bunda, sebisa mungkin ia memasang wajah ceria untuk menghargai setiap tamu yang hadir. Jika dilihat, di antara keluarga besar Purnama, Zahra adalah yang paling berbeda. Dari segi penampilan khususnya, hampir seluruh keluarganya tidak ada yang mengenakan jilbab, memang ada beberapa yang mengenakannya tapi tidak sepanjang yang di gunakan Zahra, mereka juga terlihat sangat fashionable dan bergaya mewah, tidak seperti Zahra yang lebih suka menjadi sederhana tapi manis. Dan itu juga yang menjadikan Zahra terlihat kontras dengan sang bunda, seperti saat ini Zahra berdiri anggun dengan gaun putih panjang dan jilbab yang menutupi hingga bawah lutut, sedangkan bundanya bergaya sangat mewah dengan rambut hitamnya yang digelung, serta gaun tanpa lengan berwarna emas dengan bagian punggung yang terbuka. Dari segi wajah keduanya memang sama-sama cantik tetapi make up yang digunakan bundanya lebih berkesan tegas dan berani.

Banyak orang yang bertanya-tanya di mana Zahra membentuk kepribadiannya itu. Bahkan, bundanya pun tidak pernah menyangka kalau putri semata wayangnya itu akan menjadi pribadi yang sangat agamis seperti sekarang ini. Pada awalnya Zahra memang tidak terlalu mengenal soal agama, karena ia bukan berasal dari keluarga yang memiliki dasar agama yang baik, sehingga ia tidak pernah diajarkan apapun soal ketuhanan, yang ia tahu hanya dia memiliki agama bernama islam. Sampai suatu hari ketika ia mulai bersekolah di SMP salah satu teman baiknya mengajak Zahra untuk ikut dalam sebuah organisasi muslim. Zahra yang awalnya hanya ingin ikut-ikutan saja, akhirnya malah semakin tertarik untuk mendalaminya dan memutuskan untuk jatuh cinta pada ilmu agama. Semenjak saat itu ia terus bertekad untuk meniru dan mematuhi setiap ajaran yang benar dalam Al-quran dan hadist. Ia terus mengembangkan dirinya untuk selalu mendekatkan diri pada sang ilahi, bahkan ia telah memaknai setiap hembusan nafas dalam hidupnya sebagai jembatan menuju surga. Ia tidak rela jika barang sedetik pun meninggalkan satu bentuk ibadah, tetapi ia tidak pernah merasa bangga dengan semua itu. Ia justru selalu merasa dirinya masih jauh dari kata sempurna.

Pesta itu di adakan di halaman depan dan belakang kediaman Purnama, rumah orang tua Zahra memang sangat luas sehingga untuk mengadakan pesta yang cukup besar seperti saat ini tidaklah sulit. Seluruh hiasan di dalam pesta bernuansa hitam dan putih, tidak ada foto prewedding atau pemain musik yang mengiringi acara, hanya ada sesajian dan acara makan. Konsep pestanya seperti garden party, setiap orang yang datang pada acara ini pasti memiliki kesan bahwa acara ini terasa mewah namun berbalut kesederhanaan.

Tanpa terasa waktu pesta sudah berakhir, kini tiba waktunya Zahra untuk pergi meninggalkan rumahnya dan ikut bersama Derian. Beberapa asisten Derian memasukkan koper dan semua barang milik Zahra ke dalam bagasi. Zahra masih berdiri di depan pintu bersama bundanya, sedangkan Derian sudah menunggu di dalam mobil.

" Bun, sekarang aku harus pergi mengabdi kepada suamiku, jadi bunda harus menjaga kesehatan yah, jangan terlalu banyak pikiran, makan yang cukup aku dan Derian pasti akan sering menjengukmu " Ujar Zahra sambil memeluk bundanya.

" Iya nak, kau juga jaga dirimu yah, kalau ada masalah selesaikanlah dengan baik " Bunda menasihati Zahra sambil menangis.

Suara klakson mobil terdengar berkali-kali, menghentikan adegan perpisahan Zahra dengan bundanya.

" sudah nak cepat masuk mobil sebelum derian marah " Zahra tersenyum kepada bundanya.

" Assalammualaikum bunda " Zahra mencium tangan sang bunda, sebelum melangkah masuk ke dalam mobil. Tanpa menunggu lebih lama, mobil itu melaju keluar meninggalkan kediaman Purnama. Di balik kaca mobil tangan Zahra melambai pelan ke arah bundanya, sampai sosoknya menghilang dari balik pagar. Air mata mengalir membasahi pipinya. Ia sebenarnya tidak ingin meninggalkan bundanya sendirian , tapi Derian melarangnya jadi mau bagaimana lagi seluruh keputusan sudah bergantung pada suaminya Derian. Sekarang mau tidak mau Zahra harus mengabdi pada Derian, karena secara agama dia sudah resmi sebagai istrinya, dan menurut hukum Islam, maka segala sesuatu yang akan dilakukan Zahra haruslah mendapat izin dari sang suami.

Meskipun pernikahan ini dibangun tanpa adanya rasa cinta dan hanya berdasarkan pengorbanan Zahra untuk menyelamatkan bundanya. Tapi Zahra tetap akan menghormati dan sebisa mungkin melayani Derian semampunya. Bukan karena rasa sayang, iba atau takut, tapi Zahra melakukannya karena ini sudah merupakan bagian dari kewajibannya sebagai seorang istri yang kelak ia akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan. Ia mungkin tidak bisa memberikan pelayanan sepenuhnya seperti yang dilakukan oleh para istri yang mencintai pasangannya, karena ia masih belum mampu jika harus memberikan kehormatannya kepada Derian. Ia tahu hukumnya dosa jika ia menolak untuk melakukan hal itu, tapi mau bagaimana lagi ia memiliki prinsip dan keyakinan bahwa ia hanya akan memberikan kehormatannya kepada seorang pria yang benar-benar mencintainya dengan ikhlas dan menghormatinya sebagai seorang kekasih. Sedangkan untuk saat ini melihat kondisi yang terjalin di antara mereka berdua rasanya masih belum ada harapan untuk saling mencintai, bahkan Zahra dan Derian pun tidak mau ada harapan itu.

Sebenarnya Zahra memang masih belum bisa memastikan hal itu,karena ia belum tau bagaimana perasaan Derian kepadanya, tapi jika melihat dari alasan awal pernikahan mereka ia pikir mustahil jika pria itu sungguh tertarik dengan Zahra. Tiba-tiba ada sebuah pemikiran yang terpintas di otak Zahra.

Apa benar bunda dapat dengan tega menjadikan aku sebagai taruhan dalam permainan judi itu ? Kecuali....kecuali jika..

Kedua mata Zahra membelalak, menoleh ke arah Derian yang sedang menatap jalanan dalam diam.

Derian sebagai lawannya yang memaksa itu, dan mendesaknya.
Tapi kenapa Derian menginginkan aku sebagai taruhannya ? Jika memang ia putra seorang pratama musuh perusahaanku , pasti ia hanya akan mengincar seluruh aset keluargaku, dan untuk apa ia menginginkan aku ?
Apa memang benar dia tertarik padaku ?

Zahra menatap Derian sangat lama dalam diam, dan Derian masih belum menyadarinya.

"Aku harus mencari tau apa alasan Derian, seorang putra pratama menginginkan diriku. " Zahra bertekad dalam hati.

----------------------------------------------------------

Huhuhu....pilih covernya yah
Maaf nih kalo di akhir chapter agak gak jelas....

Husband For ZahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang