Chapter 24

14.7K 729 16
                                    

Author POV

Derian berulang kali memijat-mijat dahinya, berusaha fokus dengan pekerjaan yang ada di depan matanya. Di dalam kepalanya terus muncul sekelibat bayangan Zahra, mungkin ia terlalu khawatir pada wanita itu karena meninggalkannya dalam kondisi sakit dan sendirian di rumah. Ia mengakui bahwa ada sedikit rasa bersalah dalam dirinya, dan ia merasa bertanggungjawab atas itu.

Kenapa aku harus terus memikirkan dan mengkhawatirkannya, bukankah aku sudah membencinya ! Kenapa dia selalu berhasil membuatku jatuh dalam pesonanya !

Pikiran realistis seorang Derian mulai berbisik di telinganya. Namun, tetap saja kehendak dan perbuatannya tak bisa sejalan, dengan cepat ia meraih ponselnya dan melangkah keluar ruangan tanpa menoleh ke belakang dan meninggalkan puluhan tumpuk dokumen di atas meja. Sekertarisnya yang merasa kaget melihat sang bos melangkah pulang tanpa konfirmasi, segera berlari cepat dan mencoba menghentikan langkahnya. Tapi ia tersontak kaget saat Derian membalik tubuhnya dan menatap langsung kedua bola mata wanita itu.

" Aku pergi ada urusan mendesak, kirimkan semua dokumen itu ke rumahku, dan mundurkan jadwal pertemuanku besok ! " Tanpa banyak basa-basi ia pun melanjutkan langkahnya, tidak peduli reaksi yang terlukis di wajah sang sekertaris menghadapi bos super sewenang-wenang seperti dirinya.

Sepanjang perjalanan Derian, bayangan Zahra masih terus berputar di dalam otaknya, ia seolah benar-benar merindukan dan mengkhawatirkan wanita itu, padahal ia tau kalau nanti ia dan Zahra bertemu pasti semuanya akan berujung pada pertengkaran dan tangisan. Tapi, entah kenapa tubuhnya dan hatinya seperti menguasai dirinya untuk terus merindukan Zahra apalagi sentuhannya.

Apa aku mulai terobsesi dengannya ? !

Derian menggeleng kepalanya cepat, dan berusaha untuk tidur agar pikirannya melupakan sosok Zahra.
Sesampainya di rumah, karena terdorong rasa cemas yang memuncak ia tidak sadar telah membuka pintu kamarnya dengan sangat kasar. Saat menemukan bahwa sosok Zahra sudah menghilang dari balik selimut, kemarahan kembali membuyarkan kecemasannya.

Ia mencari Zahra di setiap sudut ruangan, lalu terbesit di dalam pikirannya untuk mencari Zahra di kamarnya. Jantungnya berdegub keras tidak sabar untuk segera menemui sosok yang telah mengganggu pikirannya itu. Beruntung, saat ia membuka lebar pintu kamar Zahra, ditemukannya sosok wanita itu sedang tertidur di balik selimut. Namun, keraguan yang masih menghinggapi hatinya memaksa kakinya untuk melangkah mendekati Zahra. Dilihatnya tubuh mungil Zahra yang bernafas tenang dalam tidurnya, rambutnya yang indah terurai berantakan dan sebagian menutupi wajahnya. Dengan hati-hati ia mencoba menyingkirkannya, dan dengan sengaja ia menyentuh lembut kulit pipi Zahra yang kemerahan dan basah karena tangis.

Ia menatap Zahra dalam diam, kedua matanya semakin melembut seiring titik air mata yang turun dari kelopak mata Zahra yang terpejam. Lalu, ia memalingkan wajahnya tak kuasa menahan rasa ngilu di dadanya.

Ada apa denganku ? Kenapa hati ini selalu lemah di hadapannya ?

Ia pun melangkah keluar kamar dengan cepat sambil mencengkram kuat dadanya, ia tidak tahu perasaan apa yang sedang berkecamuk di dalam hatinya.

Aku harus mulai menjauhinya !

************************************

Pagi-pagi sekali Derian sudah mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke kantor. Namun, saat ia hendak melangkah menuju depan pintu, terpintas di dalam pikirannya jika Zahra belum makan apa-apa sejak kemarin. Ia sempat meragu karena ia merasa tidak mampu jika harus bertemu dengan Zahra, takut jika suasana hatinya kembali kacau seperti kemarin. Tapi mau bagaimana lagi ia tidak bisa membiarkan Zahra sakit dan kelaparan, dengan cepat ia menyiapkan sarapan seadanya.

Sempat ia mengurungkan niatnya saat sudah berdiri tegap di depan pintu kamar Zahra dengan membawa nampan yang penuh dengan sarapan. Tadinya sih dia berniat membuat yang seadanya, tapi yang tersaji di piring kelihatannya sangat istimewa.

Setelah berkali-kali menghembuskan nafas panjang akhirnya ia memutuskan untuk membuka pintu kamar Zahra perlahan. Dilihatnya sang istri masih tertidur di posisi yang sama seperti kemarin, ia pun melangkah masuk dan menaruh makanan itu di meja. Di tatapnya wajah sang istri yang sangat merah padam dan sedikit berkerut seperti sedang menahan sakit, tubuh dan bibirnya juga kelihatan bergetar. Dengan penasaran ia mengulurkan satu tangannya dan menyentuh dahi Zahra, matanya terbelalak saat ia merasakan panas yang menyengat kulitnya.

Diraihnya ponsel di dalam saku dan segera menelfon dokter pribadinya, ia pun berubah menjadi panik. Ia berjalan mondar-mandir mencari cara untuk memberikan pertolongan pada istrinya. Akhirnya terpikirkan olehnya untuk mengambil beberapa perlengkapan kompres, dan juga minyak hangat yang sudah dicampur jahe.

Dikompresnya dahi wanita itu dan dibalurkannya minyak di tangan, kaki dan leher Zahra.

" Zahra bangunlah ! Zahra sadarlah ! " suaranya terdengar bergetar dengan kedua tangan yang terus menggosok telapak tangan Zahra.

" bun...daa..." kata-kata itu terdengar lirih keluar dari mulut Zahra, matanya masih terpejam dengan tubuh yang menggigil kedinginan.
Derian terus menatap cemas Zahra, sampai tidak menyadari kehadiran Rachel si dokter pribadi di sampingnya.

" Bagaimana keadaannya Derian ? " Suara seorang wanita mengagetkan kepanikan Derian.

" Coba kau periksa dia, demamnya sepertinya sangat tinggi "

" Bukannya kau punya termometer di rumah ? Seharusnya kau ukur dulu suhunya ! "

" Mana terpikirkan olehku, melihatnya menggigil seperti itu saja sudah membuat otakku buyar ! " Derian mendengus kesal.

Ia menunggu dengan sabar saat Rachel mulai memeriksa kondisi Zahra dan menuliskan beberapa resep obat.

" Ini tebuslah di apotik ! " Rachel menyerahkan secarik kertas resep kepada Derian, dan nampaknya pria itu langsung menurut saja dan pergi ke luar kamar dengan terburu-buru.

**********

Saat Derian sedang pergi membeli obat tinggalah Rachel dan Zahra berdua di dalam kamar. Rachel terus mengompres dahi Zahra sambil menatap lembut wanita itu.

" bun...daaa...de...derian...ja...hat..! " Kata-kata itu meskipun tidak jelas namun Rachel masih dapat mengetahuinya.

Sebenarnya apa yang terjadi pada wanita ini ?

Saat ia merasa air di dalam baskom mulai mendingin ia pun berdiri hendak menggantinya. Namun, tubuhnya berhenti bergerak saat salah satu tangan Zahra menahan lengannya.

" bantu..aku..tolong...aku...kumohon jangan pergi...bantulah aku... " Rachel menatap lembut wajah Zahra yang merah padam dengan tangisnya yang terisak-isak. Sebagai seorang wanita ia merasa tidak tega, ia pun menaruh kembali baskom itu dan memeluk tubuh Zahra yang bergetar, seketika rasa panas menyengat tubuhnya.

" Aku akan membantumu, tenanglah aku ada disini untukmu " tangan Rachel mengelus lembut punggung Zahra, dan melemaskan tubuh wanita itu.

Lima menit kemudian Derian pun kembali dengan membawa sekantung obat dan menyerahkannya pada Rachel.

" Sebaiknya kau pergi ke kantor biar aku yang menemaninya di sini " Rachel berbicara sambil mengambil nampan untuk sarapan Zahra.

" Tapi.."

" Tenang saja dia akan lebih baik bersamaku ! " Rachel memotong pembicaraan Derian, dan menatap pria itu dengan tajam. Derian yang merasa tidak berdaya akhirnya memilih untuk pergi dan berangkat bekerja.

Rachel lalu mengurus Zahra dengan sangat baik, menyuapinya dengan sabar, meminumkannya obat dan menunggunya saat tertidur. Saat Zahra sudah bangun dan demamnya turun ia pun membantu Zahra untuk membersihkan diri. Tapi Zahra mampak tidak memperdulikannya, kedua matanya masih menatap kosong sambil memeluk dirinya sendiri.

Sambil menyisir rambut Zahra mata Rachel tidak pernah berpaling melihat wajah Zahra, hatinya merasa tersentuh ketika wanita itu menangis. Seolah ia bisa mengetahui penderitaan apa yang sedang di rasakan olehnya.

" Apa benar kau mau membantuku ? " Pertanyaan Zahra membuyarkan pikirannya.

" memang apa yang bisa kubantu ? "
Rachel bertanya dengan lembut.

" Bantu aku keluar dari rumah ini ! "

Husband For ZahraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang